NovelToon NovelToon
Asmaradhana Putri Ningrat

Asmaradhana Putri Ningrat

Status: sedang berlangsung
Genre:Percintaan Konglomerat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:285.4k
Nilai: 5
Nama Author: Kirana Pramudya

Dua tahun Sitha dan Danu berpacaran sebelum akhirnya pertunangan itu berlangsung. Banyak yang berkata status mereka lah yang menghubungkan dua sejoli itu, tapi Sitha tidak masalah karena Danu mencintainya.

Namun, apakah cinta dan status cukup untuk mempertahankan sebuah hubungan?

Mungkin dari awal Sitha sudah salah karena malam itu, pengkhianatan sang tunangan berlangsung di depan matanya. Saat itu, Sitha paham cinta dan status tidak cukup.

Komitmen dan ketulusan adalah fondasi terkuat dari sebuah hubungan dan Dharma, seorang pria biasalah yang mengajarkannya.

Akankah takdir akhirnya menyatukan sepasang pria dan wanita berbeda kasta ini? Antara harkat martabat dan kebahagiaan, bolehkah Sitha bebas memilih?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Pramudya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Tengah-Tengah Keluarga Negara

Rupanya siang itu juga, Rama Bima ketika berpapasan dengan Dharma, Rama Bima mengatakan sesuatu. Bahkan Nakula dan Sadewa yang saat itu digandeng oleh Rama Bima langsung menyapa Dharma lagi dengan panggilan Om. Tentu saja, Dharma merasa sungkan.

"Mas Dharma," panggil Rama Bima.

"Nggih, Bapak. Ada apa?"

Sudah menjadi kebiasaan seluruh staf dan karyawan di pabrik akan memanggil Rama Bima dengan panggilan Bapak. Sedangkan kepada Bu Galuh akan dipanggil Ibu. Dulunya, pernah ada yang ingin memanggil Rama dengan panggilan Tuan, tapi Rama Bima menolak. Dia lebih memilih dipanggil Bapak saja oleh seluruh staf dan karyawannya.

"Sibuk enggak, Mas Dharma?"

"Tidak begitu, walau tugas harian harus tetap dikerjakan, Bapak."

"Bisa nanti ikut saya dulu?" tanya Rama Bima.

"Nggih, bisa Bapak." Dharma membalas dengan menunduk.

"Mas Dharma yang membawa mobil yah. Bawa mobil perusahaan saja. Ditunggu yah, Mas."

"Dada Om Dharma." Nakula dan Sadewa dengan melambaikan tangannya kepada Dharma. Keduanya berjalan dengan Eyang Ramanya.

"Dada Nakula dan Sadewa."

Setelah itu, Dharma mengambil mobil perusahaan terlebih dahulu. Dia memang tidak memiliki mobil, tapi Dharma bisa menyetir. Setelah itu, dia menuju ke parkiran. Menunggu terlebih dahulu. Rupanya, seluruh keluarga Negara ada di sana. Bapak Bima, Bu Galuh, serta keluarga dari Mas Satria.

"Nah, ini sudah datang. Dengan cucu empat satu mobil enggak muat," kata Bu Galuh.

Yang dimaksud datang adalah Dharma. Pemuda itu tampak kikuk dan malu-malu. Namun, Dharma tetap berusaha membawa diri dengan baik dan sopan.

"Sitha nanti sama Mas Dharma yah?" kata Rama Bima.

"Iya, Rama. Tidak apa-apa. Ada yang mau ikut Ante enggak?" tawar Sitha kepada keponakannya.

"No, no. Mau ikut Eyang," balas keponakannya.

Sitha tertawa sampai geleng-geleng kepala. Sebab, keponakannya justru lebih memilih untuk bersama Eyangnya. Rama Bima kemudian berbicara.

"Kami duluan, Mas Dharma ikutin kami yah?"

"Baik, Bapak."

Rombongan keluarga Negara menggunakan mobil Alphard besar. Satria sendiri yang mengemudikan. Sedangkan Dharma dan Sitha dengan satu mobil. Ini pertama kalinya Sitha dan Dharma satu mobil, pemuda itu seperti biasa menyapa Sitha dengan sopan.

"Siang, Bu Sitha."

"Iya, Mas. Direpotin Rama yah, Mas?"

"Enggak repot sama sekali. Kan saya memang bekerja di perusahaan Bapak. Saya cuma perlu ngikutin mobilnya Bapak kan?"

Sitha menganggukkan kepalanya. "Iya, Mas."

Kala mengemudikan mobil, Dharma terbilang hati-hati, setirannya halus. Ketika ada polisi tidur saja, Dharma menginjak rem dan pedal hati-hati. Sitha malahan tertawa.

"Nyetirnya halus banget, Mas. Biasanya cowok kan kalau nyetir lebih kasar yah, sering emosian juga," katanya.

"Tidak semua cowok, Bu Sitha," balasnya.

"Iya, benar. Tidak semua cowok, tapi kebanyakan sih."

Dharma tersenyum. Kalau mau jujur, dia lebih bahagia. Dia tidak lagi melihat ada cincin melingkari di jari manis Sitha. Walau begitu, dia tetap bersimpati karena bisa saja Sitha sebenarnya masih begitu bersedih sekarang.

"Bu Sitha enggak sedih yah?"

"Ada sedihnya, bukan karena gagal menikah. Kalau gagal menikah hanya sekian persen. Yang bikin paling sedih adalah tidak bisa menjaga nama baik Rama dan Ibu."

Dharma termenung. Sitha bukannya mengabaikan perasaannya, tapi hormat kepada orang tua yang membuat Sitha tidak ingin merusak nama baik Keluarga Negara.

"Jika boleh tahu apakah karena masalah serius?"

"Serius atau tidak kan pandangan masing-masing personal beda ya, Mas. Cuma bagiku serius. Pernikahan kan menghalalkan apa yang sebelumnya tidak halal, bukan merusak baru dihalalkan kan?"

"Maksudnya?"

"Sudah, tidak apa-apa kok, Mas."

Dharma akhirnya diam. Dia fokus mengemudi, mengikuti mobil yang berada di depannya. Rupanya mobil Satria menuju ke area perkebunan teh di Karang Pandan. Sehingga Dharma juga mengikuti menempuh perjalanan berkelok dan berliku, dengan pemandangan pegunungan yang indah. Apalagi hari saat itu tak begitu terik.

"Ada tanjakan di atas, maaf yah, Bu. Saya akan kencang," katanya.

"Tidak apa-apa kok, Mas. Asal kamu membawaku sampai selamat."

Dharma tersenyum. Dia tentu akan mengedepankan keselamatan Sitha. Sitha jauh lebih berharga dibandingkan dengan dirinya sendiri. Andai Sitha tahu, tapi perasaan yang tak terucap juga tidak akan diketahui oleh orang yang bersangkutan.

Tempat yang mereka tuju sudah tiba yaitu di Oemah Teh yang berada di lereng Gunung Lawu. Dharma sungkan sekali, karena hanya dia yang merasa asing. Sedangkan yang lain adalah Keluarga Negara semuanya.

"Duduk, Mas Dharma. Jauh yah?" tanya Bu Galuh.

"Tidak kok, Ibu."

"Yuk, pesen yuk. Makan siang di sini."

Akhirnya mereka memesan berbagai menu makan siang. Tidak lupa memesan Teh Tubruk dari daun teh yang dipetik langsung dari perkebunan. Sitha saat itu justru memesan Es Teh. Dharma sampai menanyai.

"Seriusan di tempat sedingin ini malahan minum Es Teh, Bu Sitha?" tanyanya lirih.

"Iya, tidak apa-apa kok, Mas."

"Mas Dharma ayo dimakan. Jangan sungkan. Ini memang keluarga kami seperti ini," kata Rama Bima.

"Mama, tadi Nakula dan Sadewa menabrak kakinya Om Dharma," cerita Nakula sekarang kepada Mamanya.

"Sudah minta maaf belum sama Om Dharma?"

"Sudah kok, Bu Indira. Tidak apa-apa," balas Dharma.

Dharma mengamati bagaimana Pak Satria dan istrinya yang menyuapi anak-anaknya terlebih dahulu. Memang terlihat sibuk dan repot, tapi memiliki empat anak itu terbilang seru. Dua putra tampan, dan dua putri yang cantik.

"Pak Satria dan Bu Indira makan saja, biar saya gendong Adeknya," kata Dharma.

Adek yang dimaksud adalah Arunika dan Devshika. Dua kembar cewek yang sekarang sudah berusia 2,5 tahun.

"Sini, ikut Om yuk," ajaknya.

"Mas Dharma biasa sama anak-anak yah?" tanya Indi.

"Ada adek saya yang sudah menikah terlebih dahulu," balasnya.

"Oh, dilangkahi yah, Mas?" tanya Bu Galuh.

Dharma kemudian menganggukkan kepalanya. "Iya, Ibu. Dua tahun lalu, adek saya menikah duluan. Tidak apa-apa kalau didahului adek dulu."

"Semoga segera bertemu jodohnya yah, Mas."

"Aamiin," kata yang lain.

Selesai makan, Nakula dan Sadewa hendak ke perkebunan rempah-rempah yang dimiliki Rama Bima. Semuanya ke sana, Sitha dan Dharma yang ditinggal dengan Arunika dan Devshika.

"Suka anak kecil yah, Mas?" tanya Sitha.

"Suka. Saya sudah dipanggil Pakdhe loh, Bu ... sama keponakan saya," balasnya.

Sitha menganggukkan kepalanya. Sikap Dharma ini berbanding terbalik dengan Danu. Kalau dulu, Danu tampak tidak suka dengan anak-anak. Seolah menjaga jarak dan tidak berusaha mendekatkan diri dengan Nakula, Sadewa, Arunika, dan Devshika. Sedangkan Dharma mau menggendong-gendong Nika dan Sikha.

"Semoga segera ketemu jodohnya ya, Mas," kata Sitha.

"Aamiin, Bu."

Dharma membatin dalam hati, yang dia cintai sebenarnya ada di depan mata. Sayangnya bibirnya masih terkatup, belum berani berkata. Dharma sadar benar siapa dirinya, rasanya tidak mungkin menggapai si putri ningrat yang cantik jelita itu.

1
Wulan Bahrain
luar biasa
LANY SUSANA
up lg donk thor yh Iren juga
ni NT lama2 di tinggalin lo kl aturannya bikin ssh pengarangnya
WaTea Sp
bener tuh....ikhlas
WaTea Sp
good...slalu ingat dng tugas sbg umatnya
WaTea Sp
suami ideal
Tuti Rusnadi
Satu lagi author bagus terkena akibat dari sistem NT.... lama-lama pada hengkang nih.... bisa-bisa ikutan hengkang dari NT.

Padahal baru mulai ada keinginan buat ikutan sharing cerita di sini...tapi....../Facepalm/
Ninik Sumarni
tetap semangat kakak jangan menyerah selalu ditunggu up nya /Heart/
indy
semangat kakak... aku selalu nunggu karyamu
sella surya amanda
lanjut
Nur Lela
/Heart//Heart//Heart//Heart//Heart/
T4NT1
tetap semangat ya thor....
rejaki tak akan kemana. walau belum bisa masuk 80 besar minimal sdh dapat pahala dari memyenangkan pembaca...😊😊😊
Oma Umi
🍎🍎🍎🍎 aku siap selalu mbak ..
bsa dilihat kan??? semoga lancar lagi
LISA
Tetap semangat y Kak Kirana..kita masih menunggu lanjutan kisahnya koq..
Dian Isnawati
lanjut
Esther Lestari
semangat thor.
padahal karyamu bagus2 lho & aku salah satu penggemar karyamu.
LANY SUSANA
lanjut donk Thor, yg Iren juga jgn di gantung tanpa penyelesaian donk Thor 💪💪💪💪😍😍😘
Tria Hartanto
semangat thor,karyamu sebenernya bagus cuma saat upsatenya yg selalau lama
Asahel Rachel
bagi danu kak
Dinarkasih1205
platform yang banyak tuntutan bikin author dan reader bad mood
Teh Euis Tea
semangat author sehat selalu ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!