Valerie memutuskan pulang ke Indonesia setelah dikhianati sang kekasih—Kelvin Harrison. Demi melampiaskan luka hatinya, Vale menikah dengan tuan muda lumpuh yang kaya raya—Sirius Brox.
Namun, siapa sangka, ternyata Riu adalah paman terkecilnya Kelvin. Vale pun kembali dihadapkan dengan sosok mantan, juga dihadapkan dengan rumitnya rahasia keluarga Brox.
Perlahan, Vale tahu siapa sebenarnya Riu. Namun, tak lantas membuat dia menyesal menikah dengan lelaki itu, malah dengan sepenuh hati memasrahkan cinta yang menggebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejutan Untuk Sander
"Selamat malam!"
Dengan langkah anggunnya, Vale mendorong kursi roda Riu. Memasuki ruangan itu sambil mengedarkan pandangan ke setiap sudut. Jason, Kelvin, dan ... tatapannya pun berhenti di wajah Sander, yang kala itu juga memicingkan mata ke arahnya.
"Rupanya dia, keponakan yang Riu maksud. Kelvin ... entah apa artinya aku bagimu selama ini. Empat tahun bersama, tapi aku tidak tahu satu pun keluargamu. Aku sungguh bodoh, membuang waktu selama itu untuk mencintai orang yang mungkin tak pernah menganggapku," batin Vale.
Rasa kecewa seolah menyeruak lagi setelah tahu bahwa sepupu Kelvin adalah Sander. Begitu buta dia dengan silsilah keluarga mantan kekasihnya, padahal hubungan mereka sebelumnya tidak hanya sebentar.
Sementara itu, Sander hanya bisa menahan ludah yang serasa menyangkut di tenggorokan. Sedikit pun ia tak pernah membayangkan bahwa Vale adalah bibi yang belum sempat ia temui. Makin ke sini Sander makin sadar, pamannya yang lumpuh memang tidak selemah kelihatannya.
"Setelah dikejutkan dengan tindakannya yang memenjarakan Mama dan Papa, sekarang aku dikejutkan lagi dengan wanita yang menjadi istrinya. Paman ... entah kejutan apa lagi yang masih kamu simpan," batin Sander dengan perasaan getir.
"Riu, Vale, silakan!" ujar Jason usai menyahut sapaan Vale.
"Terima kasih, Pa." Vale dan Riu menjawab bersamaan, sembari mengambil tempat di dekat Jason. Vale ikut duduk di sofa, sedangkan Riu tetap di kursi rodanya.
"Sander, katanya kamu ingin bertemu bibimu. Inilah dia, Valerie Anjenetta Rusli. Kamu bisa memanggilnya Bibi Vale." Riu menatap Sander sekilas, lalu beralih menatap sang istri. "Sayang, kenalkan, dia Sander Hans, keponakanku. Putra tunggalnya Kak Camelia," sambungnya.
Dengan agak canggung Vale mengulas senyuman, juga menyapa Sander layaknya orang yang baru pertama kali bertemu. Sander pun melakukan hal yang sama, meski dalam hati luar biasa kecewanya.
"Kurasa sudah cukup basa-basinya. Kita bahas saja apa yang seharusnya dibahas!" sela Kelvin. Sudah muak menyaksikan interaksi konyol antara mantan, paman, dan adik sepupunya.
"Kalau begitu katakan saja apa yang ingin kamu katakan padaku. Aku akan mendengarnya dengan baik," jawab Riu dengan tenang. Bahkan, tangannya dengan santai menggenggam jemari Vale. Seolah ingin menunjukkan betapa mesranya hubungan mereka.
"Mungkin, orang tuaku memang salah, dan wajar andai Paman marah. Tapi ... semarah apa pun Paman, setidaknya pikirkan Kakek. Beliau sudah tua dan punya riwayat penyakit jantung. Beliau ingin pensiun dan menikmati masa tuanya dengan tenang. Tapi dengan adanya masalah ini, apakah beliau bisa? Melihat anak dan menantunya dipenjara. Melihat aib keluarga menjadi tontonan. Bukankah itu akan berdampak pada kesehatan beliau?" Dengan gaya sok bijaknya, Kelvin bicara panjang lebar.
"Papa, apakah masalah ini mengganggu kesehatanmu?" Riu menatap Jason sambil tersenyum.
Sebelum Jason sempat menjawab, Kelvin kembali menyela, "Paman, masihkah kamu tanyakan itu? Memangnya ada, orang tua yang tega melihat anaknya dipenjara?"
"Masalahnya, jika tidak mau melihat anaknya dipenjara, mungkin .... suatu saat akan melihat anaknya meninggal." Riu masih tenang. Sama sekali tidak terpancing dengan omongan Kelvin, karena dari awal sudah bisa menebak ke mana ayahnya akan berpihak.
"Kamu malah berencana membunuh mereka, Paman?"
"Aku tidak tahu kamu ini benar-benar bodoh atau pura-pura bodoh. Kamu sudah ke kantor polisi, kan, sudah tahu kenapa orang tuamu dipenjara? Selagi pamanmu ini masih belum ikut campur dalam bisnis saja, orang tuamu sudah membuat celaka sampai lumpuh. Bayangkan andai Papa benar-benar mempercayakan asetnya, bukankah akan dibunuh detik itu juga?" jawab Riu, membuat Kelvin meradang seketika.
Niatnya ingin membuat Riu terpojok, tetapi nyatanya malah berbalik pada dirinya.
"Satu lagi. Kamu pasti sudah tahu kan kalau aku dan ibumu hanya saudara seayah? Paham kan kalau Nenek Miranda itu bukan ibuku? Sekarang aku tanya, pernahkah ibumu mengatakan bahwa semua aset milik keluarga ini asalnya dari ibuku?" lanjut Riu.
"Aku paham itu. Tapi, Paman, tanpa dikelola apakah aset akan berkembang? Bukankah akan jalan di tempat? Atau mungkin juga bangkrut?" jawab Kelvin, merasa ada kesempatan untuk mengalihkan topik.
"Tidak usah berlindung di balik kata mengelola, karena nenek dan orang tuamu bukan orang yang paling berhak mengelola itu. Dan lagi ... selama menjalankan aset Mama, sudah berapa banyak keuntungan yang diambil?" Meski suaranya masih tenang, tetapi tatapannya sangat mematikan.
"Paman, ketika ibumu meninggal, Kakek masih menjadi suami sahnya. Dan Nenek adalah istri pertama Kakek. Menurut Paman___"
"Kelvin, sudah!" pungkas Jason.
"Tapi___"
"Kamu tidak paham masalah itu, jangan membahasnya. Lebih baik kita makan saja sekarang." Jason kembali memotong ucapan Kelvin, malah disertai tatapan tajam sebagai isyarat bahwa Kelvin harus diam.
"Kenapa sudah, Pa? Bukankah lebih bagus jika semuanya dibicarakan secara gamblang?" tanya Riu sambil memandang ayahnya.
Jason menarik napas panjang, "Sudah masuk jam makan malam. Kita lanjutkan nanti, Riu."
Tak ada bantahan lagi, termasuk dari Sander. Lelaki itu hanya berkecamuk dalam batinnya sendiri. Seperempat abad lebih dia dilahirkan, tetapi baru sekarang mengetahui fakta itu. Anggapannya selama ini, Riu dan ibunya adalah saudara kandung.
______
Sisa makan malam masih cukup banyak. Baik Jason maupun anak cucunya sekadar mengambil sedikit hidangan, sekadar cukup sebagai syarat saja. Alhasil, malah pelayan yang menang banyak, karena merekalah yang akhirnya menghabiskan semua itu.
"Riu ... ikut Papa sebentar," ujar Jason setelah makan malam sudah berakhir.
Meski agak keberatan karena harus meninggalkan Vale bersama Kelvin, tetapi Riu menurut juga. Pikirnya, memang perlu dia dan ayahnya bicara empat mata.
Sesaat setelah Jason dan Riu meninggalkan meja makan, Kelvin mulai menegakkan duduknya, menatap Vale dengan perasaan yang campur aduk; marah, kecewa, benci, tetapi juga ... rindu.
"Kamu sudah puas, Vale?" Seperti bisikan, namun penuh penekanan.
"Aku tidak ikut campur masalah ini."
"Kamu menikah dengan pamanku!" sahut Kelvin.
"Lalu salahnya di mana?"
Kelvin memejam beberapa waktu, sembari menenangkan deru napas yang makin memburu.
"Jangan kira aku tidak mengerti. Kamu menikah dengan dia hanya untuk membalasku, kan? Dan dia menikah denganmu hanya demi aset. Selamat, kalian berhasil!"
"Pikiranmu terlalu dangkal, Vin."
Kelvin menarik napas panjang, "Vale, empat tahun kita bersama, banyak kenangan di antara kita. Belum puaskah kamu membalasku sejauh ini? Aku akui waktu itu aku memang salah, tapi percayalah ... cintaku ke kamu masih sama besar seperti dulu. Aku sangat berharap kita bisa mengulang kenangan yang pernah ada."
Vale hanya mengulas senyum masam. Tidak ada kata yang keluar dari bibirnya, sampai satu suara menyela di antara mereka.
"Kamu tidak pantas mengatakan itu, Kelvin!"
Kelvin menoleh. Lantas matanya memicing menatap lelaki yang berjalan ke arahnya.
Bersambung...