Aruna Elise Claire, aktris muda yang tengah naik daun, tiba-tiba dihantam skandal sebagai selingkuhan aktor lawan mainnya. Kariernya hancur, kontrak diputus, dan publik membencinya.
Putus asa, Aruna memanfaatkan situasi dan mengancam Ervan Zefrano—pria yang ia kira bisa dikendalikan. Ia menawarinya pernikahan kontrak dengan iming-iming uang dan janji merahasiakan sebuah video. Tanpa ia tahu, jika Ervan adalah seorang penerus keluarga Zefrano.
“Kamu mau uang, kan? Menikah saja denganku dan aku akan memberimu uang setiap bulannya. Juga, foto ini akan menjadi rahasia kita. Tugasmu, cukup menjadi suami rahasiaku.”
“Dia pikir aku butuh uang? Aku bahkan bisa membeli harga dirinya.”
Pernikahan mereka dimulai dengan ancaman, di tambah hadir seorang bocah menggemaskan yang menyatukan keduanya.
“Liaaan dititip cebental di cini. Om dititip juga?"
Akankah pernikahan penuh kepura-puraan ini berakhir dengan luka atau justru membawa keduanya menemukan makna cinta yang sesungguhnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sambutan Hangat Keluarga Zefrano
Elara terlihat antusias meletakkan hasil masakannya ke atas meja makan. Sejak pagi tadi, ia sudah sibuk di dapur, memasak berbagai macam hidangan seolah tengah menyambut tamu terhormat. Arion, yang sejak tadi berada di rumah, sebenarnya berniat ingin menghabiskan waktu bersama sang istri. Namun, niat itu harus ia kubur dalam-dalam karena Elara lebih memilih berkutat di dapur.
“Kamu ngapain sih masak banyak-banyak?” protes Arion sambil menyandarkan tubuhnya di pintu dapur.
“Ervan mau pulang, dia suka opor ayam buatan aku. Udah sana, Papa ngapain sih dari tadi ngikut terus kayak anak bebek,” omel Elara dengan nada kesal, tanpa menoleh.
Arion mengerucutkan bibirnya, wajahnya cemberut seperti anak kecil. “Aku sengaja ambil cuti buat libur, malah dicuekin. Kamu tuh yang pulang anak sendiri, bukan anak presiden. Kenapa juga harus disambut segininya?” keluh Arion, jelas-jelas merasa tersisih.
Elara menoleh sekilas, matanya menajam. “Ya makanya, anak sendiri ya harus disambut baik. Kamu ini kenapa sih protes terus? Sama anak sendiri kok cemburuan. Udah sana, nanti Mama enggak selesai-selesai ngerjainnya. Keburu Ervan datang, kasihan kan dia kalau lapar,” jelasnya sambil mulai menata ulang lauk pauk di meja makan.
Arion menghela napas pelan, matanya memandangi meja yang kini penuh dengan hidangan—seolah-olah akan ada pesta besar.
“Dikira anaknya Sumo kali yah,” gumamnya lirih.
Ia memilih untuk keluar dari ruang makan dengan langkah malas. Namun, matanya langsung menangkap sosok Ervan yang baru saja masuk rumah, dan kejutan besar, dia datang bersama seorang bocah kecil menggemaskan. Mata Arion terbelalak, dan mulutnya hampir meng4nga tak percaya.
“MAAAAA! ANAKMU PULANG BAWA ANAK ORAAAAANG!” pekik Arion panik.
Elara yang mendengarnya dari dapur langsung tersenyum lebar. Hatinya sempat berdebar. "Anak orang? Mantu Mama?" pikirnya penuh harap. Dengan langkah cepat, ia menghampiri Arion, namun senyum itu memudar seketika saat ia melihat sendiri siapa yang dibawa oleh putranya.
Bukan menantu yang datang. Bukan calon istri Ervan. Melainkan seorang bocah laki-laki kecil yang kini bersembunyi di balik kaki Ervan dengan wajah ketakutan.
“Pa, jangan teriak-teriak. Papa bikin dia takut,” ucap Ervan sambil menepuk lembut lengan kecil bocah itu.
Elara menunduk, matanya menatap bocah mungil yang tampak pemalu. Ia lalu berlutut, mendekat, dan mencoba mengintip wajah kecil itu. Bocah itu memejamkan matanya rapat-rapat, ketakutan. Elara menyentuh pipinya dengan lembut.
“Waaah, siapa ini yang datang?” sapanya lembut, suaranya hangat seperti pelukan ibu.
“Dia keponakan temanku. Katanya pengen ikut, ya sudah sekalian aku ajak ke sini. Tapi sore nanti aku harus nganterin dia pulang lagi,” terang Ervan.
Elara berlutut sejajar dengan tinggi Alian, lalu mengusap pipi bocah itu perlahan. Mata Alian terbuka satu demi satu, melihat Elara yang menatapnya penuh kasih.
Seketika, Elara mematung. Tatapan mata itu, wajah itu, entah mengapa terasa begitu familiar. Seperti deja vu yang mengguncang perasaannya. Seolah dia berada di dalam waktu dan tempat yang berbeda.
“Onty,” panggil Alian lirih, dengan suara kecil penuh kepercayaan.
Elara tersentak, namun ia cepat menguasai dirinya dan tersenyum, lalu meraih tangan mungil Alian dengan kelembutan seorang ibu.
“Hai, sayang. Siapa namanya?” tanyanya lembut.
“Liaaan,” jawab bocah itu pelan.
“Namanya Alian. Panggil aja Mochi, Ma,” ujar Ervan sambil tersenyum geli. Alian langsung melirik tajam ke arahnya.
“Cembalangan!” desisnya kesal, lalu kembali menatap Elara.
“Katanya ke sini mau makan-makan,” ucap Alian polos, membuat Elara terkekeh kecil.
“Ayo, kita makan. Alian udah lapar, ya? Sini, sama Tante,” ajak Elara sambil menggenggam tangan Alian, membawanya menuju ruang makan, meninggalkan dua pria yang masih tertegun menatap kedekatan yang baru saja terjalin.
“Tante? Oh ayolah, Ma. Kamu gak semuda itu untuk dipanggil Tante,” protes Arion tidak terima, namun Elara bergeming, tetap melangkah bersama Alian.
Arion beralih menatap Ervan yang masih terpaku. “Lain kali jangan dibawa lagi. Bisa-bisa kamu dikeluarin dari Kartu Keluarga demi bocah itu,” celetuknya sambil menyusul istrinya. Ucapannya memang bercanda, namun Ervan justru terdiam.
"Sepengen itu ya Mama punya cucu?" batinnya.
Elara dengan telaten meletakkan makanan di piring Alian, bahkan sesekali menyuapi anak itu. Senyuman lebar tergambar jelas di wajah kecil Alian, matanya menyipit karena begitu menikmati setiap suapan.
“Macakan Onty enak kali, Lian …,”
“Nenek! Jangan Tante,” tegur Arion yang masih tidak terima istrinya dipanggil Tante.
“Kakek kenapa ciliiik kali, olang Onty macih cantik kali. Telalu tuaaaa, nenek Lian cudah beluban cemua lambutnya. Galaaak, Lian celalu di malahi. Tapi Onty baik kali,” jawab Alian sambil memandang Elara dengan mata berbinar-binar.
“Oh ya? Nenek Alian galaak, ya?” tanya Elara, menyuapi lagi suapan besar ke mulut Alian.
“Heum, galaaaak. Celing di malahi dili ini. Makanya Lian kalau Mama cama Papa lagi di lual kota, Lian nda mau tinggal cama Nenek. Lian maunya cama Onty Alu,” jelas Alian sambil menyebut nama seorang wanita.
Refleks, Elara langsung menatap ke arah Ervan yang sibuk mengunyah makanannya, seolah tak mau menanggapi.
“Temanmu perempuan? Sejak kapan?” tanya Elara bingung. Setahunya, Ervan cenderung tertutup dan jarang berteman, apalagi dengan perempuan.
“Entahlah,” jawab Ervan singkat, meneguk air putihnya tanpa menoleh.
“Onty! Onty …,”
“Omaaa! Kan bisa manggilnya Omaaa!” geram Arion tidak terima.
Mata Alian mengerjap polos. “Oma?”
“Nah, kan enak didengar,” sahut Arion bangga sambil melanjutkan makan.
Elara ingin protes, namun suara langkah dua putrinya yang datang bersamaan membuat perhatian mereka teralihkan. Keduanya menarik kursi, namun langkah mereka terhenti ketika melihat bocah kecil duduk manis di meja makan.
“Mama culik anak siapa?” tanya Dara dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.
“Mau anak tetangga kek, mau anak siluman kek, gak penting. Sekarang Mama yang nanya, semalam pulang jam berapa? Kok baru bangun, anak gadis satu ini,” omel Elara sambil mengangkat alis.
Dara mengerucutkan bibir, menjatuhkan tubuh ke kursi lalu mengambil piring. “Aku kan kerja, Ma. Gara-gara Abang itu lah aku lembur,” gerutunya sambil menyambar buah anggur.
Elara menghela napas pelan. Putrinya memang jarang di rumah, tapi masih dalam pantauan Arion.
“Ayo makan lagi, pintarnya,” ucap Elara sambil menyuapi Alian kembali.
Dertt!
Dertt!
Ponsel Ervan bergetar. Ia merogoh saku dan melihat layar—Aruna menghubunginya. Ia pun segera bangkit dan pergi ke taman samping rumah, meninggalkan ponsel satu lagi di atas meja.
Elara yang penasaran mengambil ponsel itu. “Dia ganti ponsel baru atau gimana?” gumamnya heran.
Berbeda dengan Amara, ia segera menyusul Ervan dan diam-diam mendengarkan percakapan itu.
“Kami sedang makan di rumah orang tuaku. Nanti sore kami akan kembali. Tenang aja, Alian gak rewel. Kamu pulang kapan?”
Amara memasang telinga baik-baik, merasa seperti akan menemukan sesuatu yang penting.
“Malam? Kalau gitu sekalian aja aku dan Alian pulang malam dan langsung jemput kamu.”
Mata Amara membulat sempurna. Ia menemukan satu petunjuk baru. Nanti malam, Ervan akan menjemput seseorang.
“Apakah orang itu Aruna? Aruna si aktris? Oh astaga … apa aku harus jadi detektif malam ini?” gumamnya, seribu rencana mulai berputar di kepalanya.
_____________________
Othooor maunya sehari bisa 10 p a r t, tapi berhubung othooor ini manusia bukan siluman jadi 3 p a r t lagi menyusul yah😆
Terima kasih dukungannya kawaaaan🤩
Sayang disia²in kecerdasanmu itu 😂🤣
Sebuah pernikahan yg dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan adanya imbalan materi bagi salah satu pihak, serta ketentuan-ketentuan lain, yang diatur dalam suatu kontrak atau kesepakatan tertentu, dan hal yang menonjol hanyalah keuntungan dan nilai ekonomi dari adanya kontrak atau kesepakatan tersebut yang menyebabkan nikah kontrak berbeda dengan pernikahan pada umumnya, sehingga nikah kontrak dianggap menyimpang dari tujuan pernikahan yang mulia.
Pada dasarnya pernikahan dilatarbelakangi adanya perasaan saling mencintai satu sama lain.
Rasa cinta inilah yang kemudian mendorong seseorang untuk berkomitmen menuju mahligai kehidupan rumah tangga.
Harapan saya semoga endingnya sangat mengesankan.
Ervan benar² tulus mencintai Aruna yg tak lain adalah Skyla wanita yg dia cintai pertama kali setelah ibunya, sehingga terciptalah keluarga kecil yg samawa.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial dan memiliki hasrat fisik dan emosional tertentu.
Berkat pernikahan, seseorang memiliki kesempatan untuk mengembangkan ikatan kepercayaan yang mendalam dan ikatan emosional dan fisik yang penuh kasih sayang dengan seseorang yang istimewa.
TETAP SEMANGAT & SEHAT SELALU
🥰💝😍💖🤩