The System

Alam Batin

"Aku dulu adalah Kaisar Iblis," ucap Makhluk yang menyebut dirinya Kaisar Iblis, mendengar hal tersebut sontak mengejutkan Feng namun Feng tak takut.

Kaisar Iblis yang melihat Manusia disampingnya sama sekali tak takut juga terkejut.

"Kau... Tak takut kalau Aku adalah Kaisar Iblis?" tanya Kaisar Iblis memandang Feng.

"Iblis atau Dewa bagiku tak ada bedanya, di Dunia ini tak ada hitam putih semuanya abu abu, semuanya akan berubah perlahan dengan waktu begerak, walau kita bisa menghentikan waktu atau kembali ke masa lalu sekalipun tak akan banyak yang bisa Kita rubah," ucap Feng memandang Air Danau kembali mengingat ingatannya tentang Keluarganya.

Kaisar Iblis tertegun sesaat mendengar perkataan Feng namun kemudian Ia tersenyum lebar.

"Kau Memang mirip Tuan kematian," ucap Kaisar Iblis membuat Feng mendongak.

"Maksudmu? Dewa Kematian?" tanya Feng bingung.

"Ya, Dewa Kematian adalah Tuanku dulu," jawab Kaisar Iblis, Feng menegakkan badannya menatap Kaisar Iblis dengan serius.

"Bisakah Kau ceritakan masa lalumu itu?" tanya Feng tegas, Kaisar Iblis sedikit tersentak mendengar nada tegas Feng namun Ia kembali tenang dan mengangguk.

"Sebenarnya Aku bukan benar benar Iblis, Ayahku merupakan Manusia sedangkan Ibuku adalah Iblis. Aku tak tau cerita Mereka bertemu, namun yang jelas Mereka saling jatuh cinta dan memutuskan hidup bersama tanpa peduli kecaman dan larangan Ras Manusia ataupun Ras Iblis."

"Kebahagiaan itu bertambah saat lahirnya Aku, namun dengan darah Iblis ditubuhku secara alami Aku akan mirip Iblis dengan tanduk dan sayap ini," ucap Kaisar Iblis sambil memegang sayap dan tanduknya.

"Hingga suatu Hari, seorang dari bangsa Manusia yang berada pada tingkatan Dewa atau Iblis lapis 1 datang dan membunuh Ayah dan Ibuku. Aku yang saat itu berumur 18 tahun meraung marah dan coba melawan namun semua itu sia sia, hingga akhirnya Ia juga membunuhku," cerita Kaisar Iblis sambil menitikkan air mata.

"Bahkan hingga akhir hidupku, Aku sama sekali tak bisa membahagiakan Orang Tuaku, Aku benci, kesal, marah ke diriku sendiri. Dendam? Tentu saja Aku dendam pada Manusia itu, namun Aku tak bisa apa apa itu yang membuatku marah pada diriku sendiri."

"Namun takdir berkata lain, saat Aku terbangun Aku berada di sebuah gubuk tua, ternyata seorang Kakek menyelamatkanku dan merawatku namun saat itu Aku merasa putus Asa dan ingin mati saja, namun Kakek itu menahanku dan menasehatiku."

"Jangan putus asa karna itu tak akan merubah banyak hal, Balaskan dendamu namun ingat kepada siapa Kau membalaskannya."

"Nasihat Kakek itu selalu ku ingat sampai sekarang," kata Kaisar Iblis menatap langit.

"Apakah itu Dewa kematian?" tanya Feng.

"Bukan," jawab Kaisar Iblis.

"Lalu?"

"Hahaha... dengarkan dulu ceritaku," tawa Kaisar Iblis melihat rasa penasaran Feng.

"Baiklah, baiklah... Kalau begitu lanjutkanlah."

"Hmm... Singkatnya Aku berguru pada Kakek tersebut, awalnya Aku terkejut saat Kakek itu memiliki banyak sekali jurus dan Teknik tingkat tinggi bahkan melebihi tingkat Roh."

"Namun Aku tak ambil pusing soal hal tersebut, hingga suatu Hari Kakek itu bilang Aku merupakan Murid keduanya. Aku tentu saja terkejut dan penasaran hingga akhirnya Aku bertanya pada Kakek tersebut siapa Murid pertamanya."

"Kakek itu tak menjawab dan hanya tersenyum, Kakek itu berkata bahwa 7 hari lagi Murid pertamanya akan datang, Aku secara alami tentu saja penasraan dan terus menunggu sambil terus latihan."

"Aku merasa sangat senang mendapat Kakak seguru sampai Aku tak sabar menunggu, hingga 7 Hari Kemudian Aku terbangun dengan sesuatu menimpa badanku dan sebuah tangan kecil memainkan tandukku."

"Aku terbangun dan terkejut saat melihat seorang Anak laki laki berumur 7 tahun ada diatas tubuhku dengan mulut yang terus mengoceh tak jelas dan memainkan tandukku."

"Tunggu.... Tunggu..." stop Feng.

"Apalagi... Ish, lagi seru serunya cerita juga malah diganggu," kesal Kaisar Iblis.

"Hehehe... Aku cuman mau tau, apakah Anak kecil itu Dewa kematian?" tanya Feng ragu ragu, Kaisar Iblis tersenyum kecil sambil mengangguk.

"Yap, Dia adalah Dewa kematian."

...- - -...

Sekte Matahari Barat

Aula Sekte Matahari Barat

3 Lelaki tua terlihat berdiri sambil menunggu seseorang.

"Baiklah, Kita tinggal meunggu Patriak datang," ucap Tetua satu sambil duduk di kursinya.

"Hisss, dasar Patriak mesum, tiap Hari kerjaannya ganti ganti Jal_ng mulu," desis kesal Tetua ketiga, Tetua kedua hanya diam mendengar gerutuan 2 Tetua di dekatnya, bukan karna Ia tak kesal, Ia sangat kesal namun memilih untuk diam.

Boom!

Seorang Lelaki Dewasa turun di depan Aula dengan 2 Wanita di pelukannya.

Patriak Sekte Matahari Barat!

Ke Tiga Tetua langsung memberi hormat, walau Mereka kesal Mereka juga tak dapat berbuat banyak karna kekuatan Patriak Mereka lebih diatasnya.

"Patriak, Kita akan pergi sekarang," ucap Tetua tiga sambil melirik 2 Wanita yang dibawa Patriaknya, Patriak itu mengangguk masih asyik dengan J_langnya.

Ketiga Tetua memejamkan matanya menahan emosi, Patriak Mereka ini sungguh seenaknya sendiri saja.

"Baiklah, Patriak kalau begitu kita akan pergi sekarang," ucap Tetua tiga langsung melesat terbang diikuti 2 Tetua yang lainnya dan terakhir Patriak Mereka.

...- - -...

Desa Lumut Hijau

BOOOM!!!

Ledakkan terjadi di tengah tengah Desa Lumut Hijau memperlihatkan 3 Orang Tua, 1 Orang Dewasa dan 2 Orang Wanita dengan baju seksi.

Warga yang melihat ke Tiga Orang tersebut menjadi takut, Warga Desa tentu saja mengenal Orang Orang tersebut.

Sekte Matahari Barat!

Mereka menelan ludah gugup dan berkeringat dingin.

"Katakan! siapa dan dimana yang menyerang Tuan Muda tadi?!"

...- - -...

Rumah Nenek Tua

Kamar

BOOOM!

Suara tersebut lantas mengejutkan 2 Orang Perempuan muda dan tua tersebut, Rara bahkan sampai terjengkang sambil memegang dadanya karena terkejut.

"Siapa sih?! Rara jadi kagetkan," kesal Rara masih memegang dadanya.

Nenek hanya terdiam dengan keringat dingin, Ia rasa Ia tau siapa pelakunya.

"Katakan! siapa dan dimana yang menyerang Tuan Muda tadi?!"

Suara itu sukses membuat Nenek tadi terjatuh dengan badan lemas, Rara yang polos membantu Nenek itu berdiri lalu dengan wajah kesal Ia melompat dari jendela untuk keluar, Nenek tadi mau menahan Rara namun Rara sudah pergi duluan alhasil Ia langsung bergegas menyusul Rara.

"SIAPA SIH YANG BERISIK, GANGGU RARA AJA DEH!" teriakkan Rara membuat Nenek itu entah harus tertawa atau menangis.

...- - -...