Novel ini menceritakan tentang seorang gadis bernama Davina yang sedang menempuh pendidikan dibangku kuliah.
Sifatnya yang angkuh, cuek, juga anak yang pembangkang, dan sering keluyuran. Davina terkenal populer di kampusnya karena kecantikan dan kecerdasannya.
Orangtuanya yang tidak tahan dengan sifatnya lalu menjodohkan dia dengan seorang ustadz.
Apakah Davina akan menerima atau menolaknya??
Kuy langsung baca!!!
Biar nggak penasaran.
Ig : wrwyn16_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WORO WURYANI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergi Ke Pengajian
Sesampainya di apartemen Davina langsung mendudukkan dirinya di sofa, ia merasa sangat lelah hari ini. Ia memilih menonton tv. Tak berselang lama terdengar bel berbunyi.
Davina beranjak untuk membukakan pintu. Ternyata yang datang ialah Umi Khumaira.
"Assalamualaikum, Davina." ucap Umi Khumaira. Davina langsung mempersilahkannya masuk.
"Waalaikumussalam, Umi." jawab Davina seraya mencium tangannya.
"Ayo Umi duduk dulu." Davina langsung pergi ke dapur untuk membuatkan minum.
Setelah selesai membuatkan minum, ia menghampiri Uminya.
"Ini umi diminum dulu," ucap Davina menyodorkan secangkir teh.
"Terimakasih Davina, kau tak perlu repot-repot." ucapnya.
"Tidak repot kok Umi. Owh ya, Umi rapi sekali mau kemana?" tanya Davina.
"Kami mau pergi ke pengajian di komplek sebelah. Apa kamu mau ikut Davina?" ucap Harris menghampiri Davina dan Uminya.
Davina melihat Harris yang sudah rapi memakai pakaian muslimnya. Harris menghampiri Davina yang sedang mematung didepannya.
"Mau ikut atau tidak?" tanya Harris sekali lagi, sambil menyelipkan anak rambut yang menutupi sebelah wajahnya kebelakang telinganya.
Davina terdiam atas perlakuan yang Harris berikan kepadanya. Ia merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Terlebih lagi Harris melakukannya didepan Uminya. Davina sangat malu saat ini.
"Davina?" ulang Harris seketika Davina tersadar.
Davina bingung mau menjawab apa, rasanya badan yang lelah ingin istirahat. Davina lalu menengok kearah mertuanya.
"Ikut saja Davina, lagian jika tak ikut nanti kamu di rumah sendirian. Harris akan senang jika kamu ikut." ucap Uminya.
Davina hanya tersenyum lalu menganggukkan kepala tanda ia akan ikut. Davina merasa tidak enak dengan mertuanya jika menolak.
Harris tersenyum senang, Davina mau ikut dengannya.
"Tunggu sebentar, aku bersiap-siap dulu." ucap Davina.
Semua baju di lemari diobrak-abrik Davina karena tak menemukan baju yang pas buat pergi ke pengajian. Wajar saja, karena baju yang dimiliki Davina kebanyakan berlengan pendek dan tidak ada yang tertutup.
Harris mengetuk pintunya karena Davina yang tak kunjung datang.
"Davina sudah siap?" tanya Harris.
"Masuk aja sini!" balas Davina.
Harris membuka pintunya dan dikejutkan dengan baju-baju yang sudah berserakan di atas ranjang.
"Apa yang kamu lakukan Davina, kenapa jadi berantakan begini?" ucap Harris membantu membereskan.
"Aku tidak punya baju yang tertutup," ucap Davina.
"Kenapa nggak bilang dari tadi, kamu bisa bilang sama Umi," balas Harris menarik tangan Davina.
"Umi Davina tidak mempunyai baju yang tertutup, apa kita mampir dulu?" tanya Harris pada Uminya.
"Ya sudah, kita ke butik Umi dulu." balas Umi.
Davina berjalan di belakang Harris dan Umi Khumaira. Mereka memasuki butik, banyak karyawan yang menyambut pemilik butik.
"Assalamualaikum," ucap umi dan Harris.
"Waalaikumussalam, ada yang bisa kami bantu Umi?" tanya salah satu karyawan yang ada di sana.
"Tolong bantu menantu saya memilih baju gamis yang cocok untuknya," ucap Umi yang diangguki olehnya.
"Owh ya, jangan lupa pilihkan hijab yang senada dengan gamisnya." sambung Umi.
"Ayo Davina ikut keruangan ganti," ajaknya.
Setelah menunggu akhirnya karyawan membawakan Davina pakaian gamis beserta hijab dengan warna yang senada.
"Ini Umi pakaian yang sudah saya pilih," ucap karyawan tersebut.
"Berikan pada menantuku, Sarah." ucap Umi.
"Ini mbak, pasti cocok jika dipakai oleh mbak," Sarah.
Davina hanya tersenyum sekilas lalu menerima baju tersebut dan masuk keruang ganti.
"Itu benar menantu Umi?" tanya Sarah.
"Iya dia menantu saya, istri Harris." jawabnya.
"Umi, kenapa dia tidak memakai hijab?" tanya Sarah.
"Sekarang memang belum, doakan saja semoga ia bisa segera memakainya," jawab Umi Khumaira.
"Tapikan sebagai istri seorang ustadz ia harus menutup auratnya," balas Sarah.
Khumaira hanya tersenyum mendengar ucapan karyawannya.
"Mungkin Davina belum siap jika memakai hijab, doakan saja semoga ia bisa istiqomah memakai hijabnya." jawab Umi Khumaira.
Sarah merasa malu karena ia sudah mengucapkan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Tapi memang benar apa yang ia katakan.
Tanpa mereka sadari ternyata Davina sedari tadi telah mendengar obrolan mereka. Davina tidak menyangka jika mertuanya membelanya bahkan mendoakan dirinya. Ia jadi merasa bersalah kepada Umi karena belum bisa memenuhi seperti yang diinginkan.
Davina memutuskan untuk keluar setelah berganti menemui Uminya.
"Sini Umi bantu pakaikan hijabnya," ucapnya.
"MasyaAllah, cantiknya menantu Umi," ucap Umi.
"Terimakasih, Umi."
Davina melihat pantulan dirinya di depan cermin. Dirinya memang cantik saat memakai hijab ia juga merasakan kenyamanan saat memakainya.
"Ayo Davina kita berangkat," ajaknya. Ia mengikuti langkah kaki Khumaira.
"Harris," panggil Uminya.
Mendengar ada yang memanggilnya, ia mendongakkan kepalanya melihat kearah depan. Ia fokus kepada seseorang yang berdiri dibelakang Uminya, Davina.
Harris tidak bisa memungkiri jika kecantikan Davina bertambah dari biasanya saat sedang memakai hijab. Di dalam hatinya Harris juga mendoakan Davina supaya ia bisa istiqomah dengan hijabnya.
"Ayo kita berangkat," ajak Harris yang diangguki oleh Davina.
"Harris, Umi nggak jadi bareng sama kalian. Umi berangkatnya sama temen saja." ucapnya.
"Baiklah Umi, kita berangkat dulu. Assalamualaikum." ucap Harris lalu menyalami tangannya.
"Umi, Davina duluan." ucap Davina menyalami tangannya.
"Iya hati-hati." balas Khumaira.
Harris lalu menggandeng tangan Davina, entah kenapa Davina tidak menolaknya dan ia jadi penurut sekarang,
Sesampainya di mobil Davina mengerucutkan bibirnya ketika Harris tidak membukakan pintu mobil untuknya.
"Kamu nggak bukain pintu buat aku?" ucap Davina kesal.
Harris menggelengkan kepalanya.
"Kamu bisa buka sendiri kan?" ucap Harris lalu menaiki mobilnya. Bukan karena apa-apa, hanya saja Harris takut terlambat.
"Dasar cowok nggak peka!" ucap Davina memasuki mobil.
Harris hanya diam saja tak berniat membalas ucapan Davina karena ia sedang fokus menyetir.
***
Maaf ya readers baru bisa up hari ini🙏
Daerah kalian banjir nggak? Daerahku lagi banjir nih, repot pindahin barang-barang.
Dukung terus novel ini dengan cara: vote yang banyak, like, komen, ⭐5.
Yang mau ngasih tip boleh banget.
Terimakasih🙏
Semoga aja Bimo lekas sembuh secepatnya agar dia bisa melaksanakan niatnya.
Tapi yang membuat aku penasaran kenapa Endru juga ada di ruang tunggu ya...
ngapain masih gengsi2