Malam temaram, cahaya siluet datang menyambar. Detak jantung berlarian ke segala arah. Menimpali ubin yang kaku di tanah.
Di sana, seorang anak kecil berdiri seperti ingin buang air. Tapi saat wajah mendekat, Sesosok hitam berhamburan, melayang-layang menatap seorang wanita berbaju zirah, mengayunkan pedang yang mengkilat. Namun ia menebas kekosongan.
Apakah dimensi yang ia huni adalah dunia lain? nantikan terus kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asyiah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Laki-laki misterius
Bulan purnama bersinar sangat terang. Semua hal yang ada di muka bumi dituntun oleh bulan. Cahaya nya sangat bersinar, bahkan seekor tupai yang sedang menyelimuti anak mereka di sebuah pohon yang daunnya berguguran, tersorot oleh bulan. Tidak ada satu pun makhluk yang diluar jangkauannya.
Alam semesta memiliki teka-teki, dari lahirnya manusia, hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan, bahkan angin dan air. Semua hal melekat pada alam. Tidak ada yang bisa menandingi kekuasaan Tuhan.
Manusia bisa berencana, tapi manusia juga makhluk yang perusak. Segala hal di dunia ini terjadi karena ulah tangan manusia.
Nasi bisa jadi basi hanya karena tangan, benda-benda mati bisa rusak karena ulah tangan, tumbuhan musnah karena ulah tangan dan hewan musnah karena ulah tangan. Sebenarnya tangan manusia yang memiliki kekuatan penghancur sesungguhnya! Mungkin ada bakteri yang merugikan di tangan.
Satu sisi, tangan adalah salah satu anugerah. Jika tanpa tangan, hal-hal besar dan penuh peradaban tidak akan ada hingga detik ini. Teknologi dan informasi pastinya hanyalah mimpi. Tapi sebuah tangan bisa mengubah dunia.
Lucy membaca buku yang sangat tebal. Buku yang bersampul coklat, sampul yang sangat polos tetapi cukup tebal, dengan tebal buku yang mencapai 5000 halaman.
Lucy memanfaatkan cahaya purnama yang melintasi jendela kaca. Membaca setiap paragraf untuk menjernihkan pikiran. Setiap paragraf sangat memberikan sesuatu hal yang paling berharga : pengetahuan.
Membaca adalah mantra. Membaca berarti ikut merasakan. Ada hal-hal yang tersirat dari setiap kata. Ada kebenaran dari setiap kata kebohongan.
Membaca membuka jalan menuju cakrawala. Ribuan kata yang ditafsirkan adalah pengalaman dari penulis yang ingin berbagi tentang sesuatu, sesuatu hal yang penting. Penuh rahasia, penuh semangat, dan penuh keberanian.
Membaca adalah kode. Bagaimana bukan kode, tidak ada orang yang mau berlama-lama membaca, tapi sedikit orang yang mau menamatkan bacaannya.
Hal ini mengingatkan Lucy pada saat pertama kali berguru pada Biksu Chou. Dia diajarkan untuk membaca puluhan buku sebelum bisa menyentuh pedang.
Guru pernah berkata, "Biasakan membaca buku, itu adalah strategi mensiasati lawan. Membaca tidak membuang waktu, justru kamu lebih banyak waktu untuk sendiri. Bacalah, maka kamu akan tau dunia ini. Membaca adalah merasakan, buku itu ibaratnya bercerita, cukup kamu baca, dia yang menghantarkan ilmu padamu. Mantra pengetahuan! "
Lucy tersenyum. Guru benar, membaca membuat suasana menjadi lebih tenang dan dirinya mulai rileks.
Semilir angin membuatnya mengantuk, namun enggan tertidur. Rasa penasaran mengguncang jiwanya ingin segera menamatkan bacaan.
"Masih ada setengah lagi. " Ucap Lucy.
Langkah kaki seseorang terdengar. Saat Lucy melihat, ternyata Biksu Chou berjalan mendekat.
"Bersabarlah. Lembar demi lembar akan segera berakhir, dan kau akan menemukan jawabannya. " Biksu Chou duduk berhadapan dengan Lucy.
Biksu ikut membaca, dia membaca buku yang halamannya sama tebalnya dengan Lucy.
Suara jangkrik menghiasi malam, ditemani dengan bunyi katak yang meminta hujan segera turun.
Tiba-tiba, ada jejak langkah seseorang. Mengendap-endap menaiki atap. Purnama yang terang memberi bayang-bayang tepat di halaman buku yang sedang Lucy baca.
"Ada yang datang. " Lucy berbisik.
Mereka menutup buku secara bersamaan.
"Siapakah itu? " Biksu Chou memandang langit.
"Aku tak tau, Guru. Pakaiannya serba hitam. "
Biksu Chou menyiapkan peralatan bertarung nya. Pedang yang panjang nan tajam sudah digenggam di tangannya.
Lucy membawa pedangnya, membungkus wajah dengan kain berwarna hitam.
Mereka menggeser pintu dengan perlahan. Mengendap-endap mengikuti jejak laki-laki misterius.
Laki-laki itu berhenti tepat di halaman belakang. Suara 'BRUKKK' terdengar.
Berdekatan dengan halaman belakang, terdapat dinding yang memisahkan antara tempat bela diri. Lucy berjaga di pintu dalam sebelah kanan. Biksu Chou berjaga di pintu sebelah kiri.
DREEETT....
Pintu terbuka sedikit, ada bunyi sedikit aus karena pintu tak diberi minyak supaya gesekan pintu belakang lebih mulus.
Cahaya purnama memperlihatkan gerakan Lucy yang akan menebasnya. Seketika laki-laki itu bergeser.
WUSHHHH...
Pedang menebas angin. Meleset. Gerakan Lucy tertahan.
Laki-laki bermanik hitam pekat itu menoleh, langsung menendang perut Lucy. Lucy pun tersungkur mengenai dinding.
Sementara Biksu Chou melayangkan pukulan di kaki kiri dan kanan.
Saat laki-laki itu tertunduk, Pedang nan tajam berada tepat di depan matanya.
"Siapakah kau? Apa urusan kau kemari? " Tanya Biksu Chou. Matanya tak melepas tatapannya yang tajam dan dingin.
"Bukan urusanmu! " Ucap laki-laki itu, lalu dia menyeringai.
HIAAAAAKKKKK....
Teriakannya menggema. Stella dan Kick terbangun. Mereka berlari menuju ke sumber suara.
Laki-laki itu menghunus pedangnya, dia melawan sang biksu. Namun gerakan biksu yang cepat dan berpindah-pindah tempat membuatnya kesulitan. Dia tidak bisa berkonsentrasi dengan baik.
Biksu menghilang tepat saat laki-laki itu mengangkat pedangnya,
WUSHHHHHH
Dia mengenai angin lagi. Lagi dan lagi. Hanya angin yang bertiup.
Semakin lama biksu berputar kian kemari. Laki-laki itu seketika menjadi limbung. Dia pusing, ingin muntah, lalu detik kemudian. Dia pingsan.
Lucy pun berdiri di bantu oleh Kick. Dia mengeluarkan sedikit darah.
CLACKKKK...
Setetes darah muncul. Kick dan Stella tampak khawatir. Mereka membawa Lucy ke dalam kamar tidur.
Biksu Chou menyiapkan racikan obat. Menumbuk tanaman yang berkhasiat menyembuhkan luka dalam. Setelah selesai ditumbuk dan halus. Biksu Chou memasukkan obat ke dalam air rebusan. Lalu menyaring airnya ke dalam mangkuk yang siap Lucy minum.
"Uhukk... Uhukkk" Lucy terbatuk.
Biksu memberikan obat itu dan Lucy meminumnya.
Setelah batuk mereda, Lucy pun tidur. Sedangkan Biksu Chou dan Kick mengikat laki-laki misterius.
Laki-laki itu membawa serta racun, ingin menghabisi biksu Chou dan mereka semua.
"Siapa yang mengirimnya kemari? " Biksu Chou berbisik.
Lalu dia melihat di tangan laki-laki itu ada serbuk putih yang ternyata adalah racun. Racun itu terhirup oleh Lucy yang saat itu menghunus pedang padanya.
"Racun ini yang membuat Lucy memuntahkan darah! " Biksu Chou menggertakkan giginya.
......................