Dia terjerat dalam sebatas ingatan dimana sebuah rantai membelenggunya, perlakuan manis yang perlahan menjeratnya semakin dalam dan menyiksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Karenamu
Valeri menghampiri Mario. "Bagaimana, aku cantik tidak disana?" Valeri bertanya dengan memiringkan wajahnya.
"Kau sangat jelek." Mario menoyor wajah Valeri hingga Valeri berdecak kesal.
"Wajahmu seperti tembok," balas Valeri.
Mario menyeringai. "Siapa tadi yang bilang aku tampan?"
"Aku kan hanya membujukmu agar tidak menghapusnya.”
"Benarkah? Lalu Siapa yang bilang kalau jatuh cinta padaku?"
Valeri merona. "Itu memang benar," aku Valeri.
Mario menarik sudut bibirnya, saat Valeri mengakuinya. "Tapi bukan berarti kau bisa bilang aku jelek. Enak saja." Valeri kembali berucap. "Aku masih memiliki pesona, kalau kita bercerai maka aku akan dapatkan pria yang lebih tampan."
Valeri hendak pergi namun saat ini Mario mencekalnya. "Kau, sudah ku bilang-" Mario akan memperingatkan, namun dengan cepat Valeri menyela.
"Aku tahu, aku akan tetap bersamamu dan menjadi milikmu." Valeri menyela ucapan Mario. "Aku hanya memberi perumpamaan. Aku tidak sejelek yang kau lihat." Setelah itu Valeri pergi dengan marah.
"Lalu untuk apa dia juga menginginkan foto- foto itu," gerutu Valeri.
Lagi pula tentu saja yang paling cantik bagi Mario adalah Jasmine, tapi kenapa harus bilang dia jelek. Apakah dia benar-benar sejelek itu.
Tentu saja, dia bahkan tak bisa membuat Mario menyukainya.
Valeri mendudukan dirinya di kursi balkon dengan menatap suasana pelataran yang di penuhi pepohonan.
Seberapa banyaknya dia bilang kalau dia mencintai Mario, pria itu tak akan pernah membalas cintanya, lagi pula dia hanya alat balas dendam Mario saja.
Valeri menatap sekitarnya dan menghela nafasnya. "Aku mungkin akan merindukan tempat ini." Meskipun banyak penderitaan yang tercipta karena si brengsek Mario. Tapi ada kenangan manis juga, dimana dia juga pernah di perlakukan dengan baik, meski sedikit.
....
Mario berdiri dengan menatap punggung Valeri.
Apa ucapannya sungguh keterlaluan?
Mario mengepalkan tangannya. Apa pedulinya, dan kenapa dia harus memikirkannya.
Lagi pula awalnya dia hanya ingin bercanda, agar Valeri tidak merasa besar kepala saat dia memujinya.
Mario mengerutkan keningnya. "Bukan berarti aku mengakuinya, kalau dia cantik, bukan?"
Mario menghampiri Valeri lalu berdiri menatap Valeri dengan bersandar di pagar.
"Boleh aku bertanya?" ucap Mario tiba-tiba.
Valeri mengerutkan keningnya. "Apa?" Biasanya Mario tak perlu meminta persetujuannya.
"Saat orang tuamu datang ke hotel tiga tahun lalu apakah mereka memberitahumu alasan apa yang mereka katakan?" Valeri terdiam beberapa saat. Kenapa Mario harus menanyakan tentang orang tuanya. Pria itu sengaja ingin membuat luka lamanya terbuka kembali? Mengingat itu tentu saja Valeri ingat saat pertama kali Mario menculik dan menyiksanya dan menjadikannya pemuas nafsu bejatnya, memerkosa dan menyiksanya tanpa ampun.
Lalu bagaimana bisa dia jatuh cinta dengan mudah hanya karena beberapa perhatian Mario, yang sudah jelas menyiksanya tiga tahun ke belakang.
Kau benar- benar murahan, Valeri!
"Aku tidak ingat." Valeri memalingkan wajahnya.
"Sungguh?"
"Lalu siapa yang dengan sengaja menghapus ingatanku?" Valeri menatap Mario dengan tajam. Jelas itu salah Mario.
Mario terdiam. "Sebaiknya kamu mengingatnya!" jelas itu nada perintah dan Valeri tak boleh membantah.
Valeri menatap ke depan, namun pikirannya jelas berkelana ke saat dimana sebelum kejadian bom bunuh diri tersebut. Meski dia mengingat kejadian sebelum Mario menghapus ingatannya, bukan berarti Valeri mengingat semuanya. Jangan lupakan yang Valeri ingat saat itu bahkan saat usianya 18 tahun, itu artinya Valeri kehilangan memorinya bukan hanya tiga tahun penyiksaan Mario, namun jauh sebelum itu.
Valeri mengeryit saat merasa tiba-tiba kepalanya berdenyut. Tangannya terangkat saat kepalanya terasa semakin berat.
"Kau baik- baik saja?" Mario melihat Valeri meremas rambutnya.
"Val-" Mario segera meraih tubuh Valeri saat dia akan terjatuh. "Valeri!" Mario mengguncang tubuh Valeri dan membawanya ke arah kamar saat Valeri masih tak sadarkan diri.
Saat Valeri bangun dia melihat dokter ada disana dan tengah memeriksanya, lalu dia menatap Mario yang berdiri dengan tangan terlipat di dada, dan menatapnya.
"Tuan, bisa kita bicara sebentar?" tanya Dokter pada Mario, namun saat ini Valeri menyentuh lengan Dokter dan mencegah pria itu pergi.
"Katakan disini. Apa aku baik- baik saja?" terakhir kali yang Valeri ingat adalah kondisinya yang mulai memburuk.
Dokter menatap Mario, namun saat pria itu hanya diam dokter kembali menatap Valeri.
"Sebaiknya anda jangan terlalu memaksakan diri mengingat sesuatu, Nona. Kondisi anda sedang tidak baik."
Valeri menelan ludahnya. "Apa aku tidak bisa mengingat masa laluku?"
"Tidak juga, hanya saja anda jangan memaksakan diri. Jika itu terjadi tidak baik untuk kesehatanmu."
"Hanya itu?" Valeri jelas tak percaya dengan apa yang dokter katakan.
"Ya, Nona. Untuk memastikannya kau harus memeriksa lebih lanjut."
Setelah mengatakannya dokter pergi meninggalkan Valeri dan Mario yang masih terdiam.
"Aku ingin pulang ke rumahku," ucap Valeri, saat terdengar pintu tertutup.
Mario menoleh. Melihat tatapan tajam Mario, Valeri kembali berucap. "Aku harus mencari sesuatu, aku juga ingin mengingat semuanya." Valeri harus membuktikan jika orang tuanya tidak bersalah. Meski tak yakin dia akan mendapatkan bukti atau tidak, tapi Valeri yakin jika orang tuanya tidak akan melakukan itu.
"Tidak perlu. Dokter bilang itu tidak baik untukmu." Mario berniat mencari tahu lewat Valeri. Entah kenapa dia merasa harus mencari tahu dari sudut pandang Valeri. Namun jika Valeri tidak bisa dia hanya bisa mengandalkan Rey.
Valeri mengerutkan keningnya. "Apa pedulimu? Aku yakin kamu juga tidak akan peduli meski aku mati. Dan jangan lupakan kalau apa yang terjadi padaku juga karena kau." Mario tertegun. "Aku ingin membuktikan kalau orang tuaku tidak bersalah."
Mario menghela nafasnya. "Jangan khawatir tentang kondisimu. Aku akan minta profesor memeriksamu." Setelah itu dia pergi, tak peduli Valeri berteriak.
"Sampai kapan kamu menahanku! Jika mereka tidak bersalah bukankah kamu terlalu kejam menyiksaku seperti ini!"
....
Saat akan makan malam Rey muncul dengan beberapa berkas di tangannya. Hingga Mario membatalkan makan malamnya dan memilih untuk mendengarkan laporan Rey.
"Makanlah duluan," ucap Mario pada Valeri.
Valeri mengangguk melihat kepergian Mario dan Rey ke ruang kerja pria itu.
"Kami menemukan ini, Tuan. Orang yang kita tangkap sudah membuka mulutnya." Rey menyerahkan beberapa barang bukti dan gambar rakitan bom yang di temukan di lokasi gudang mereka di Sisilia yang beberapa hari lalu terbakar, dimana bom itu serupa dengan bom yang diidentifikasi sama dengan bom yang meledakan hotel Starlight tiga tahun lalu.
"Kita menemukan pelakunya, Tuan..."
jgn sampai tersiksa lagi 🙏🙏🙏
👍❤🌹
mario jangan sampai kau terluka karna kau harus menyembuhkan luka batinnya valeri 🥺
hemm 🤔🤔
#ngelunjak..🤭
ngga sabar nunggu kelanjutannya...