Ini tentang sebuah perselisihan dua puluh Tahun lalu antara Atmaja dan Biantara
Mereka berperang pertumpuhan darah pada saat itu. Atmaja kalah dengan Biantara, sehingga buat Atmaja tak terima dengan kekalahannya dan berjanji akan kembali membuat mereka hancur, sehancur-hancurnya
Hingga sampai pada waktunya, Atmaja berhasil meraih impiannya, berhasil membawa pergi cucu pertama Biantara yang mampu membuat mereka berantakan.
Lalu, bagaimana nasib bayi malang yang baru lahir dan tak bersalah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon skyl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 16 - Bertemu
Kaivan menghampiri istrinya yang menangis. Ada rasa khawatir dan ingin tertawa melihat komuk Aruna.
"Sakit?" tanya Kaivan mengusap kepala Aruna yang ditimpa buku.
Aruna mengangguk membuat Kaivan terkekeh, tidak pernah gagal membuatnya gemas.
"Sini." Kaivan menarik istrinya ke dalam pelukan, mengecup berulang kali kepala Aruna.
Kaivan mengangkat tubuh Aruna ke sofa sambil membawa buku belajar gadis itu. Kaivan duduk di sofa dengan Aruna di pangkuannya
"Masih sakit?"
"Sedikit," jawab Aruna masih sesengukan seraya membuka buku belajarnya.
Kaivan tersenyum, tak bosan memandang wajah polos istrinya.
"Ini." Aruna menyodorkan buku tersebut ke arah Kaivan saat sudah menemukan tulisannya.
"Oke, bagus. Kamu sudah tau huruf apa ini?" tanya Kaivan menunjuk huruf B yang gadis itu tulis.
"C eh A."
"Ih sakit," aduh Aruna saat Kaivan menyentil dahinya.
"Saya akan menyentil dahimu kalau salah. Ini B."
"B?"
"Iya." Aruna beroh aja, dia mencoba mengingat hurufnya lalu membelakangi Kaivan.
Merasa sudah hafal, Aruna membalikan badannya ke arah Kaivan kembali.
"Una sudah tau. Ini A, ini B, terus ini C," jawab Aruna dengan mantap membuat Kaivan tersenyum.
"Oke Aruna lolos bab pertama."
Aruna tertawa, dia merasa senang karena jawabannya berhasil. Dia pun memeluk Kaivan.
"Senang banget kayanya," ucapnya membalas pelukan Aruna.
"Una senang, Una sangat senang."
"Aruna jangan banyak gerak," pinta Kaivan saat menyadari sesuatu yang sudah aneh pada tubuhnya saat Aruna menggerakkan badannya di atas paha Kaivan.
"Duduk dengan tenang." Kaivan berusaha menahan diri agar tak menyentuh lebih tubuh Aruna.
Bukannya berhenti Aruna semakin menduselkan kepalanya di dada Kaivan.
"Ck, Aruna. Arkhh..." Kaivan memegang kedua kepala Aruna, Aruna hanya nyengir.
"Ayo keluar, Una mau keluar." Aruna kembali menggerakkan badannya di atas paha Kaivan membuat Kaivan memejamkan mata.
Aruna memang gadis peter pan, tapi tidak membuat Kaivan tak nafsu dengan gadis yang baru saja jadi istrinya ini. Apalagi jika Kaivan mempunyai perasaan.
"Iya-iya, turun dulu."
Aruna turun dari pangkuan Kaivan, menunggu lelaki itu layaknya anak kecil yang dijanjikan sesuatu oleh ayahnya.
"Sini pakai cardingan, sepertinya mendung."
Aruna mendekati Kaivan, Kaivan pun memasangkan cardingan tersebut ke tubuh mungilnya.
"Una mau rambutnya dikepang," pinta Aruna.
"Oke sini."
Aruna duduk di kursi membelakangi Kaivan, Kaivan pun mulai menyisir rambut panjangnya lalu mengikatnya. Sebenarnya tak rela jika leher jenjang Aruna terlihat, tetapi kalau tidak dituruti istrinya ini akan mengamuk.
"Oke, sempurna."
"Hihihi." Aruna tertawa melihat dirinya di cermin.
"Kenapa?"
"Una lucu," jawab gadis itu.
Kaivan tersenyum, ternyata gadis ini narsis juga tetapi yang dikatakannya benar adanya emang lucu dan menggemaskan.
"Ayo."
"Monster enggak pakai gini juga kek Una? Nanti monster kedinginan," tegur Aruna melihat Kaivan hanya memakai kaos tanpa lengan.
"Pakai." Kaivan membuka lemarinya, mengambil hoodie biru muda senada dengan cardingan yang dipakai Aruna.
"Ayo." Kaivan mengenggam tangan Aruna keluar dari kamar.
"Bibi Una pergi dulu, ya. Dadah bibi," teriak Aruna pada Pelayan.
"Iya Nyonya." Beberapa pelayan tersenyum kearah mereka.
Benar-benar ramah. Tuannya beruntung mendapatkan istri sebaik Aruna. Mungkin Aruna terlalu sempurna jika tidak diberi kekurangan, maka dari itu Tuhan menjadikannya gadis peter pan.
"Una senang banget mau keluar." Aruna melepaskan genggaman tangan Kaivan lalu berlari menuju mobil.
"Tuan, Nyonya." Satpam menyapa dengan sopan.
"Hai." Aruna tersenyum, melambaikan tangannya pada kedua satpam.
Kedua satpam tersebut tersenyum lalu memandang Tuan mereka, ingin membalas sapaan Nyonya muda mereka tetapi takut mendapatkan tatapan tajam.
"Joni," teriak Kaivan pada bodyguardnya yang bernama Joni yang tengah mengintili pelayan muda. "Tolong menyetir."
Joni mendekat, tidak membiarkan Tuannya memanggil untuk kedua kalinya."Baik Tuan."
Kaivan malas mengemudi jadi menyuruh bodyguard untuk menjadi sopir buat mereka.
Mereka yang bekerja di mansion Kaivan seperti makan gaji buta. Pelayan ada sekitar enam orang, bodyguard sekitar lima orang lalu satpam yang menjaga di post depan tepat di depan gerbang ada dua orang. Pekerjaan mereka hanya menjaga mansion saja, tetapi memiliki gaji yang besar. Jika dibandingkan bekerja sebagai karyawan di kantor mereka lebih memilih bekerja seperti sekarang.
Setelah melewati perjalanan, akhirnya mereka sampai di mall.
"Jika ingin berbelanja atau melihat-melihat pergilah." Kaivan memberikan beberapa lembar uang kepada bodyguardnya.
"Tuan tidak usah, saya menunggu di sini saja."
"Paman ayo ambil, monster baik hati tau," ucap Aruna.
"Dengar?" tanya Kaivan membuat bodyguard itu mengambil uang yang diberikan Kaivan.
"Ayo." Kaivan menarik tangan Aruna memasuki mall.
"Wah..." Aruna senang sekali melihat isi mall.
Di sepanjang perjalanan di dalam mall Aruna bergurau riang.
"Pak Kaivan?" sapa seseorang membuat Kaivan menoleh.
"Pak Calvin."