Berawal dari ketidaksengajaan lalu berujung pada pernikahan yang tidak direncanakan. Nadia yang mencoba bertahan hidup dengan menggantungkan harapannya pada pernikahan yang hanya dijadikan sebagai hubungan sebatas ranjang saja, tak mengira hidupnya akan berubah setelah ia memberi Yudha seorang anak yang diidam-idamkan.
“Jangan pernah berharap lebih dari pernikahan ini. Aku menikahimu bukan karena cinta, tapi karena kita sama-sama saling membutuhkan, Nadia,” kata Yudha.
“Tapi bagaimana jika suatu hari nanti kamu yang lebih dulu jatuh cinta padaku?”
“Tidak akan mungkin itu terjadi.”
Lantas bagaimanakah kelanjutan hubungan pernikahan Nadia dan Yudha yang hanya berdasarkan pada kebutuhan ranjang semata? Akankah cinta bersemi diantara mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fhatt Trah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Bukan Mimpi
Bukan Mimpi
Sebotol bir tidak cukup untuk membuat Yudha mabuk berat sampai kehilangan kesadaran. Akal sehat Yudha masih berada pada tempatnya.
Sebenarnya sudah lama Yudha merasakan ada kejanggalan dalam hubungan Rizal dan Maura belakangan ini. Sebulan lalu tanpa sengaja ia menemukan foto mesra Rizal dan Maura semasa kuliah dulu, tersimpan rapi di dalam sebuah kotak yang berisi perhiasan Maura.
Kotak perhiasan itu tidak pernah berpindah dari tempatnya di dalam lemari pakaian Maura. Hanya saja Yudha yang tidak pernah tertarik membuka kotak perhiasan itu. Sampai suatu ketika Yudha yang sedang mencari kaos oblong favoritnya yang hilang diantara tumpukan pakaian Maura, tak sengaja tangannya menyenggol kotak itu. Kotak itu pun jatuh dan terbuka.
Sejak saat itu berbagai pertanyaan memenuhi kepala Yudha. Setahunya, Rizal dan Maura hanya berteman, tapi mengapa dalam foto itu mereka kelihatan mesra. Ingin rasanya ia menanyakan hal itu pada Maura, namun ia memilih menyimpannya sementara waktu karena tidak ingin ada pertengkaran diantara mereka.
Di beberapa kesempatan, Yudha pernah menelepon Rizal dan Maura dalam waktu yang bersamaan. Entah kebetulan atau tidak, keduanya mengabaikan panggilan Yudha. Bahkan kadang ponsel Maura tidak aktif.
Hal itu pun semakin menumbuhkan kecurigaan Yudha. Perasaannya menjadi tidak tenang manakala dengan sengaja ia mengatakan sesuatu yang tidak benar tentang Rizal hanya untuk melihat reaksi Maura.
Tidak disangka Maura memperlihatkan reaksi seperti yang ia harapkan.
“Oh ya, apa kamu tahu, Rizal sekarang sudah punya pacar.” Sengaja ia mengatakan itu. Yang membuat wajah Maura berubah seketika. Sebagai teman, seharusnya Maura senang mengetahui temannya yang sudah lama menjomblo itu sekarang sudah punya kekasih. Tetapi raut wajah Maura malah menunjukkan seakan Maura tidak rela.
Sengaja juga Yudha berpura-pura meminta haknya. Seperti dugaannya Maura sudah pasti akan menolak, dan ketika Maura menawarkan melayaninya dengan cara yang lain, ia balas menolak dan berpura-pura pusing. Ia langsung menjatuhkan diri di tempat tidur, tapi masih dalam keadaan sadar sepenuhnya.
“Sayang, maafkan aku. Tapi sebaiknya kamu bersih-bersih du_”
Sengaja Yudha mendengkur, agar Maura merasa ia telah tertidur pulas. Namun yang sebenarnya terjadi, ia memasang pendengarannya dengan baik.
Ia mendengar suara lemari pakaian yang dibuka, kemudian suara langkah kaki dan pintu kamar yang dibuka. Sejurus kemudian kemudian ia mendengar suara derum mobil. Segera ia bangun dari tempat tidur, lalu menelepon Jerry yang ia perintahkan menunggu di dalam mobil yang diparkir tak jauh dari rumah.
Begitu Maura pergi, lekas ia menyusul, membuntuti istrinya itu secara diam-diam.
“Ikuti mobil istriku, Jer,” titahnya pada Jerry begitu masuk ke dalam mobil.
“Siap, Pak.” Jerry yang terkantuk-kantuk saat itu pun sigap mengikuti perintah atasannya. Kantuknya langsung hilang saat melihat atasannya gelisah duduk di jok tengah.
“Kamu tunggu di sini sebentar ya, Jer,” pinta Yudha begitu mobil berhenti di depan sebuah gedung apartemen. Lekas ia turun dari mobil dan mengikuti Maura diam-diam.
Gedung apartemen itu tidak asing bagi Yudha. Ia tahu siapa yang tinggal di apartemen ini. Firasatnya pun tidak meleset manakala ia melihat Maura menekan bel pintu salah satu unit apartemen, yang ia tahu adalah milik sahabatnya. Lekas ia mengambil tempat yang paling aman untuk bersembunyi dan memperhatikan mereka diam-diam.
Pintu apartemen dibuka. Sosok Rizal berdiri di sana dengan wajah panik dan kebingungan ketika Maura memberondongnya dengan pertanyaan.
“Maura, sayang, kamu salah paham. Perempuan yang mana? Aku tidak punya siapa-siapa selain kamu yang aku cintai. Sejak dulu sampai saat ini hanya kamu yang ada di hati aku, Ra.”
Kalimat panjang Rizal itu pun menjadi satu pukulan yang paling menyakitkan untuknya. Dadanya terasa sesak, penuh oleh amarah yang susah payah ia tahan. Kedua tangannya terkepal erat sampai buku-buku jarinya memutih.
Laksana tertusuk duri yang tajam, hati dan perasaannya pun hancur berkeping-keping. Air matanya sampai berlinang lantaran sakit yang teramat dikhianati oleh dua orang yang dikasihinya.
Perih luka yang mereka torehkan di hatinya ini mengalahkan perihnya teriris sembilu. Sampai rasanya ia ingin berteriak.
****
“Pak, sudah, Pak. Pak Yudha sudah minum banyak.” Jerry mencoba mencegah Yudha menenggak minuman kerasnya lagi ketika Yudha meminta diantarkan ke bar yang dikunjungi atasannya itu beberapa jam lalu.
Namun Yudha tidak mengindahkan Jerry. Ia tetap menuang minuman itu ke dalam gelas lalu menenggaknya sampai habis.
“Pak Yudha sudah terlalu banyak minum, Pak. Sudah cukup, nanti Bapak sakit.” Tidak hilang kesabaran Jerry menjaga dan menemani atasannya itu walaupun sebenarnya ia sudah lelah dan mengantuk sekali.
“Pak, kita pulang ya, Pak.” Tak lelah Jerry membujuk Yudha agar mau pulang. Sebenarnya ia merasa kasihan sekali melihat atasannya itu. Sewaktu di dalam mobil, pria itu menangis tak bersuara sebelum kemudian meminta diantarkan ke sebuah bar. Entah apa yang terjadi pada atasannya itu sampai terlihat begitu frustasi seperti ini. Padahal sebelumnya terlihat baik-baik saja.
Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Barulah Yudha menyudahi kegiatannya itu setelah menghabiskan beberapa botol minuman. Alhasil ia harus dibantu Jerry berjalan menuju mobil.
“Kita pulang ke rumah ya, Pak?” Jerry sudah menghidupkan mesin mobil, sudah bersiap meninggalkan tempat itu.
“Antarkan aku ke suatu tempat, Jer,” pinta Yudha sembari menatap ke luar jendela mobil.
“Ke mana lagi, Pak? Ini sudah larut malam. Memangnya Pak Yudha mau ke mana?” Jika ditanya, sebetulnya Jerry sudah lelah dan ingin sekali pulang ke rumah. Namun ia juga tak bisa menolak perintah atasannya itu.
“Jalan saja. Nanti aku beritahu di mana tempat itu.”
Tidak bisa berbuat apa-apa, Jerry pun hanya bisa pasrah, patuh pada perintah atasan. Kemudian ia mulai mengemudikan mobil, mengikuti arahan atasannya. Sampai kemudian mereka berhenti di sebuah tempat kost.
Jerry menurunkan Yudha di tempat itu. Kemudian ia pulang sesuai perintah Yudha dengan membawa serta mobil Yudha. Katanya Yudha akan pulang menggunakan taksi online. Dan Yudha juga meminta agar ia tidak memberitahu siapapun jika atasannya itu berada di tempat ini.
****
Tidak sempat membereskan kamar serta mencuci pakaian di pagi hari, membuat Nadia terpaksa harus menyisihkan waktunya di malam hari untuk mengerjakan pekerjaannya yang sempat tertunda itu.
Pukul sebelas malam, semua pekerjaannya selesai. Tenaganya cukup tersita sehingga membuatnya lelah. Baru sejam rasanya ia tertidur, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamarnya.
“Besok saja, Resty. Aku ngantuk sekali.” Nadia berpikir yang mengetuk pintu kamarnya adalah Resty, teman baru penghuni kamar sebelah, yang sering sekali meminta mie instan padanya pada jam-jam seperti ini.
Namun tidak ada sahutan dari luar. Pintu itu malah kembali diketuk. Kali ini lebih intens, membuat Nadia kesal pada akhirnya. Kemudian bangun dari tempat tidur kecilnya menuju pintu.
“Ya ampun, Res. Tidak bisa besok pagi saja, sekalian aku kasih yang banyak. Aku ngan_” Omelan Nadia pun terhenti begitu ia membuka pintu dan melihat siapa yang berdiri di depan pintunya malam ini.
Ia yang terkejut dan tak percaya ini bahkan harus mengucek matanya berkali-kali demi memastikan apakah penglihatannya tidak salah.
“P-Pak Yudha? Ngapain malam-malam ke sini?” Nadia pikir ia hanya bermimpi melihat atasannya yang tampan itu berdiri di depan pintunya tengah malam seperti ini. Tadinya ia pikir orang itu mungkin hanya hantu yang menyerupai atasannya, sampai kemudian ia tersadar saat tiba-tiba Yudha memeluknya dengan erat.
Ia terkesiap, sampai hampir tidak bisa bernapas saking erat Yudha memeluknya.
“Ternyata bukan mimpi,” gumam Nadia. Ia lebih terkejut lagi saat kemudian terdengar suara isak tangis Yudha. Tangisnya itu terdengar sangat pilu, membuat ia merasa tak tega melepas pelukannya.
“Pak, Bapak kenapa?”
-To Be Continued-
tapi gpp sih kalo ketauan... biar tau rasa tuh si Maura