“Aku bukan barang yang bisa diperjualbelikan.” —Zea
Zea Callista kehilangan orangtuanya dalam sebuah pembantaian brutal yang mengubah hidupnya selamanya. Diasuh oleh paman dan bibinya yang kejam, ia diperlakukan layaknya pembantu dan diperlakukan dengan penuh hinaan oleh sepupunya, Celine. Harapannya untuk kebebasan pupus ketika keluarganya yang serakah menjualnya kepada seorang mafia sebagai bayaran hutang.
Namun, sosok yang selama ini dikira pria tua berbadan buncit ternyata adalah Giovanni Alteza—seorang CEO muda yang kaya raya, berkarisma, dan tanpa ampun. Dunia mengaguminya sebagai pengusaha sukses, tetapi di balik layar, ia adalah pemimpin organisasi mafia paling berbahaya.
“Kau milikku, Zea. Selamanya milikku, dan kau harus menandatangani surat pernikahan kita, tanpa penolakan,”ucap Gio dengan suara serak, sedikit terengah-engah setelah berhasil membuat Zea tercengang dengan ciuman panas yang diberikan lelaki itu.
Apa yang akan dilakukan Zea selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BEEXY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16 - Kebebasan Manis
"Tapi, Giovanni adalah orang kaya raya, untuk apa dia harus menjual gadis-gadis seperti ku?!"pekik Zea pada Rosa dengan frustasi.
"Ya, memang kaya, tapi untuk apa juga? Bukankah saat berbisnis perlu adanya keuntungan? Dengan menjual gadis-gadis, tuan Altezza bisa mendapatkan banyak keuntungan."
"Gila."
"Memang. Makanya, berhati-hatilah dengan Tuan Altezza, jangan mencoba melawannya atau kau rasakan akibatnya,"ucap Rosa penuh ancaman hingga kedua mata nya mendelik.
Sontak membuat Zea menelan salivanya susah payah. "Kau ..." Dia bisa melihat wajah Rosa yang terlihat menakut-nakuti Zea.
Rosa mengangguk-anggukan kepalanya. "Maka dari itu, menurut lah padanya. Maka hidupmu akan bahagia."
"Bahagia?! Tapi, kemarin dia berjanji tidak akan menjualku! Apakah Tuanmu itu tipe orang yang akan mengingkari janji?"tanya Zea penasaran, dia menatap lekat wajah Rosa.
Gadis berpakaian pelayan itu malah terkejut karena Tuan Altezza nya menjanjikan sesuatu pada Zea. "Dia menjanjikan itu padamu?"
Zea mengangguk.
Lalu Rosa menaruh tangannya di dagu, "Hm, aku jarang mendengar Tuan Altezza melakukan itu. Sepertinya kau adalah wanita yang spesial untuknya."
"Bukan itu pointnya, uh! Kau ini. Bukan soal aku spesial atau tidak, tapi tentang apakah Giovanni benar-benar dapat memegang janjinya, huh? Kau sudah lama bekerja dengannya kan.." Zea menatap mata Rosa dengan penuh rasa penasaran.
Membuat Rosa mundur beberapa langkah. "Baiklah-baiklah, walaupun sebenarnya aku tidak sering diminta datang ke mansion ini. Tapi, menurutku Tuan Altezza sangat bisa dipercaya. Sungguh."
"Sungguh??"
"Ya! Jika dia telah menjanjikannya padamu, dia tidak akan mengingkarinya."
Kedua sudut bibir Zea terangkat membentuk senyuman, mendadak perasaan lega mengisi dadanya. Sesuatu yang ia pertanyakan tentang Giovanni akhirnya terjawab—walaupun jawaban itu belum sepenuhnya akurat.
Tsk lama kemudian, mereka sampai di depan kamar mandi. "Masuklah."
Zea tersentak dan baru saja menyadari tentang itu. Dia sebenarnya berbohong merasa ingin buang air, itu hanya alasan agar bisa dilepaskan dari Giovanni namun gagal karena lelaki itu lebih pintar.
Zea menggaruk tengkuknya, "Ah, iya, ke kamar mandi.. aku sampai lupa."
"Kau ini .." Rosa menggelengkan kepalanya.
Zea masuk ke kamar mandi sebagai kedok agar tidak ketahuan dia berbohong.
"Tapi serius deh, Aku penasaran kalau Tuan Alteza bisa membawamu ke sini, kau pasti sangat spesial untuknya. Bagaimana jika Tuan Altezza menyukaimu?? Wah, itu akan menjadi kisah yang sangat hebat,"ucap Rosa penuh semangat dengan mata berbinar-binar.
Zea terbelalak saat mendengar argumen dari Rossa. Bagaimana mungkin orang seperti Giovanni Alteza bisa menyukainya??
"Kau membual, tidak mungkin Giovanni menyukaiku, apalagi menganggapku spesial."
"Bisa saja loh, aku memberimu harapan. Seharusnya kau senang, karena kau berpotensi menjadi kesayangan Giovanni alteza." Rosa menyunggingkan senyumnya.
“Kesayangan? Jika dia menganggapku kesayangan, apakah masuk akal Jika dia merantaiku seperti ini? Seharusnya dia membebaskanku dan tidak mengurungku di mansion ini seperti burung dalam sangkat,"timpal Zea.
Benar adanya.
Mana mungkin Zea adalah kesayangan Giovanni Altezza, lelaki itu saja tidak membiarkan Zea pergi barang sedikitpun.
"Hei, bukan begitu. Justru Tuan Altezza ingin menjagamu. Dia punya banyak musuh di luar sana dan dia tidak mau kau terluka jika keluar-keluar dari Mansion. Harusnya kau peka. Musuh Tuan Altezza selalu mengintai,"jelas Rosa bahkan jari telunjuknya sampai menunjuk langit.
Tiba-tiba Zea teringat oleh William. Lelaki itu tiba saat Zea baru saja keluar dari Mansion dan terlibat pertarungan dengan Giovanni. Lisensi sebagai ahli botani pun kini diragukan oleh Zea. Mungkinkah William merupakan salah satu musuh Giovanni?
Tidak lama kemudian dia keluar dari kamar mandi Mansion yang luasnya hampir sama seperti ruang tamu di rumah paman dan bibinya.
"Oh, sudah selesai? Tidak berniat menghayalkan dirimu dan Tuan alteza di dalam kamar mandi?" Ucap Rossa dengan nada menggoda dan menaik turunkan alisnya.
Pelayan gila.
"HEH!"pekik Zea.
Rosa terkikik geli. "Oh, suaramu menggetarkan gendang telingaku. Tidak apa-apa loh untuk berkhayal. Aku juga sering berkhayal menikmati malam bersama Frederico."
Benar-benar orang gila! Sembrono sekali mulutnya itu.
Zea yang mendengarnya bahkan malu sendiri.
"Kau memang suka blak-blakan seperti itu saat bicara, ya?"ucap Zea masih ternganga sambil menatap netra Rosa.
"Ya beginilah aku, makanya tuan Altezza tidak tahan denganku."
Zea hanya membalas dengan terkekeh.
Rosa kembali menuntun Zea untuk kembali ke ruangan dia harusnya dirantai dan kembali mengoceh, "Kau tau fakta menariknya lagi?"
"Apa?"tanya Zea yang dia tau tampaknya fakta itu tidaklah penting.
Tapi, Zea masih juga bertanya!
"Tuan Altezza menyuruhku datang kembali kemari hanya untuk mengurus mu, menjadi pelayanmu. Bukankah itu terdengar manis??" Rosa kembali menggoda dengan menarik turunkan alisnya—sepertinya itu telah menjadi kebiasaannya.
“Apa? Tidak! Apa yang manis dari itu?”
Lagipula Giovanni yang membuatnya terantai seperti itu.
“Manis karena dia perhatian padamu.” Rosa mencolek lengan Zea. “Kapan lagi bisa diperhatikan oleh Tuan Altezza, aku sangat iri padamu.”
“Tida perlu iri karena tidak ada hal yang perlu diirikan."
“Bagaimana mungkin?? Padahal Aku selalu membayangkan tengah direbutkan oleh Tuan Altezza dan Federico ... aaaaa.” Rosa lompat-lompat kegirangan sendiri.
Membuat Zea yang melihatnya hanya mengerutkan kening.
Mereka terus berjalan hingga sampai kembali ke tempat semula harusnya Zea berada.
Giovanni masih bekerja di sana seperti sebelumnya—tidak berubah.
“Kau masih repot-repot duduk di sana membawa semua pekerjaan mu hanya untuk mengawasi ku?!”ucap Zea saat kakinya menginjak di lantai marmer itu.
Giovanni tidak mengalihkan pandangannya sama sekali dari laptop. “Ya. Dan kau masih saja berteriak padahal jarakku tidak begitu jauh.”
“Dengar Giovanni, sesulit itu kah melepaskanku?!”
Rosa dan Asher terbelalak saat Zea menyebut Giovanni Altezza hanya dengan namanya, tidak ada sebutan 'tuan' dan menyebut marga Giovanni. Benar-benar hanya nama.
"Jaga ucapanmu,"tegur Asher pada Zea.
Tapi, malah mendapatkan lirikan tajam dari Giovanni yang membuat Asher tertegun seketika.
"Tapi dia telah berani menyebut nama anda dengan ada yang tidak sopan."
"Bukan urusanmu untuk menegur nya juga." Giovanni masih menutup tajam Asher.
Sedangkan Asher merasakan perubahan pada tuanya itu. Biasanya tidak ada yang boleh memanggil nya dengan sebutan tidak sopan seperti itu. Tapi sepertinya ada pengecualian untuk Zea.
"Dimengerti tuan alteza, Saya tidak akan mengulanginya lagi."
Sementara Rosa menuntun Zea untuk kembali duduk di kursi dan kembali menguncinya.
"Kau benar-benar akan tetap merantaiku seperti ini?! Ini menyakitkan! Dasar tidak punya hati! Kejam!!"
Sudah keluar semua amukan Zea. Rasa takutnya menghilang seketika digantikan oleh kekesalan yang membuncah.
Saat Zea terus meronta dan berteriak, Giovanni hanya meliriknya sekilas dan kembali pada pekerjaannya.
Hingga langit mulai malam, Giovanni, Asher dan Rosa telah meninggalkan ruangan sementara Zea duduk di sana sendirian meratapi nasibnya. Dia kesal dan ingin pergi dari sana, melepaskan diri. Tapi, tidak bisa.
Zea frustasi, dia hampir ingin menangis melihat nasibnya sendiri.
Tapi, hal itu banyak membuatnya lelah dan memejamkan mata. Hingga lambat lain rasa kantuk menyerang dirinya.
Jam demi jam berlalu, Zea tertidur dengan posisi duduk yang sebenernya telah membuat gadis itu merasakan punggungnya sakit. Tapi, karena mengantuk dan kelelahan, rasa tidak nyaman itu menghilang.
Sampai Zea pun tidak sadar kalau malam itu Giovanni Alteza masuk ke dalam ruangan mendekati dirinya. Gio melihat Zea dengan ekspresi sedikit sendu tapi masih berbalut oleh wajah datarnya.
Perlahan-lahan Giovanni melepaskan semua kuncian rantai di tangan dan kaki Zea tanpa disadari oleh gadis itu. Lalu, Giovanni menggendong Zea ala bridal style.
Gio membaringkan Zea ke kamarnya, melihat begitu damainya Zea tertidur membuat seulas senyum tipis terbentuk di bibir Gio. Lelaki itu perlahan mendekatkan wajahnya lalu mengecup kening Zea singkat. Lalu dia pergi dari sana, menutup pintu dengan lembut agar tidak membangunkan Zea.
Itulah akhirnya, tanpa Zea meronta-ronta lagi. Giovanni telah melepaskan belenggu nya pada Zea.