NovelToon NovelToon
EGO

EGO

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Wanita Karir / Keluarga
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: si_orion

Maxwell, Daniel, Edric dan Vernon adalah keempat CEO yang suka menghambur - hamburkan uang demi mendapatkan kesenangan duniawi.

Bagi mereka uang bisa membuat mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan bahkan seorang wanita sekalipun akan bertekuk lutut di hadapan mereka berempat demi mendapatkan beberapa lembar uang.

Sampai suatu hari Maxwell yang bertemu dengan mantan calon istrinya, Daniel yang bertemu dengan dokter hewan, Edric yang bertemu dengan dokter yang bekerja di salah satu rumah sakitnya, dan Vernon yang bertemu dengan adik Maxwell yang seorang pramugari.

Harga diri keempat CEO merasa di rendahkan saat keempat wanita tersebut menolak secara terang terangan perasaan mereka.

Mau tidak mau Maxwell, Daniel, Edric dan Vernon melakukan rencana licik agar wanita incaran mereka masuk ke dalam kehidupan mereka berempat.

Tanpa tahu jika keempat wanita tersebut memang sengaja mendekati dan menargetkan mereka sejak awal, dan membuat keempat CEO tersebut menjadi budak cinta

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon si_orion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 16

Setelah menikah dengan Edric, tubuh Chelsea rasanya begitu remuk akibat suaminya menggempur setiap malam dan pagi. Pasca Chelsea selesai dari masa menstruasinya, Edric langsung melepaskan apa yang selama ini dia tunggu. Edric langsung mengurung istrinya seharian di rumah dengan sentuhan - sentuhan manja memabukan darinya.

Chelsea awalnya memaklumi, apalagi menurut para sahabatnya, Edric masih perjaka dan belum pernah menyentuh wanita. Chelsea berpikir mungkin Edric pertama kali melakukan itu jadi dia ingin mencari kepuasan lebih. Namun rupanya, sudah hampir 1 bulan pernikahan mereka, Edric masih tetap pada kebiasaan pertamanya. Setelah makan malam Edric akan langsung bercinta bersama sang istri, begitu di pagi hari Chelsea membuka mata, Edric langsung mengajak berhubungan sebelum pergi bekerja, yang sialnya Chelsea tak pernah bisa menolak untuk itu.

Semenjak menikah pula, Chelsea jadi sering memakai pakaian yang tertutup seperti turtle neck, bukan karena dia menutup tubuhnya dari pria lain. Namun leher Chelsea sekarang sering dihiasi oleh bercak merah akibat perbuatan sang suami yang memiliki hormon berlebihan.

"Ini sudah sore. Sebaiknya kau cepat pulang. Edric mungkin sudah pulang sekarang." ingat Pricilla.

Chelsea kini tengah mengungsi ke apartemen Pricilla sejak pagi. Dia sedang dalam mood yang buruk untuk melayani suaminya. Bahkan Chelsea pergi sejak Edric belum membuka mata. Wanita itu menghindari kebiasaan rutin suaminya.

"Kau mengusirku? Jahat." Chelsea mencebikkan bibirnya.

Pricilla terkekeh melihat tingkah sahabatnya itu. Awalnya Chelsea menceritakan bagaimana gagahnya Edric saat di atas tempat tidur, tapi semakin lama Chelsea justru sering mengeluhkan suaminya itu yang menggempurnya setiap malam..

"Bukan mengusir, hanya saja tak baik saat suamimu pulang tapi kau justru malah berleha - leha disini." nasihat Pricilla. Wanita itu memang memiliki sifat yang begitu tenang dan dewasa, sehingga Pricilla selalu menjadi Ibu sekaligus sahabat bagi Chelsea yang memang sudah tidak memiliki Ibu.

"Tapi. Aku cape, habis ini Edric pasti langsung ngajak berhubungan." rengek Chelsea.

"Kau mengeluh cape, tapi saat Edric menyentakmu kau keenakan." ledek Pricilla.

Chelsea kembali mencebik. "Permainan Edric memang enak, tapi ya kalau dilakukan tiap malam kasian tubuhku."

"Tapi aku rasa kau akan segera terbiasa, Kau akan tertular seperti Edric." ucap Pricilla.

"Ma nen." si kecil Zayden yang tadinya asyik bermain dengan balok - balok bergambar huruf dan angka pemberian Chelsea, merangkak ke arah Pricilla saat bayi itu merasa haus.

Pricilla tersenyum hangat lalu meraih tubuh mungil Zayden dan memberikan apa yang pangeran kecilnya itu mau.

Chelsea melihat bagaimana bahagianya Pricilla setiap bersama Zayden. Chelsea kadang merasa iba pada Pricilla, tapi rasa iba menghilang ketika melihat bagaimana Pricilla dengan kuat menjalani kehidupannya yang menurut Chelsea sangatlah berat. Mungkin Chelsea sudah tiada sekarang jika seandainya dia mengalami hal yang sama dengan Pricilla.

"bagaimana rasanya menyusui?" tanya Chelsea penasaran.

"Sama seperti saat Edric melakukan itu padamu, tapi mungkin jauh berbeda? Zayden menyusu karena haus dan karena memang itu sumber makanannya, sedangkan Edric-." jawab Pricilla ringan.

Pipi Chelsea memerah panas, tangannya menyilang di dada. "E-eii, bagaimana kau tahu Edric melakukan itu padaku."

Pricilla tertawa melihat tingkah malu - malu kucing sahabatnya. "Kau sendiri yang sering bilang padahal."

Wajah Chelsea semakin memerah, dia lupa bahwa dia begitu terbuka pada Pricilla. Sampai- sampai detail kegiatan bercintanya dengan Edric saja dia ceritakan pada Pricilla. Dasar gadis polos.

"Jadi menurutmu bagaimana rasanya?" tanya Pricilla balik.

Dengan wajah memerah, Chelsea membayangkan saat suaminya itu tengah bermain. "Sudahlah jangan dibahas." jawab Chelsea membuat Pricilla semakin tertawa keras.

"Kau sudah isi?" tanya Pricilla lagi.

Chelsea merengut. "Bagaimana bisa isi, jika rahimku saja tak di berikan jeda waktu untuk mencerna."

"Konsepnya gak gitu, Chelsea." sahut Pricilla gemas kembali tertawa.

"Tapi bagaimana caranya tahu kondisi awal kehamilan? Kau awalnya bagaimana bisa tahu saat mulai mengandung Zayden?" tanya Chelsea membuat pikiran Pricilla melayang pada 2 tahun yang lalu.

Pricilla menunduk menatap Zayden yang masih asyik menyusu sambil mengacung - acungkan kakinya. "Saat aku tahu bahwa Zayden hadir dalam rahimku, awalnya aku mengalamı morning sickness. Mual, muntah, bahkan demam. Aku kira hanya sakit biasa atau menjelang masa menstruasi. Tapi setelah aku ingat aku terlambat datang bulan, dan ya aku beli testpack dan hasilnya positif."

"Dan kau memberitahu Maxwell?" sambung Chelsea.

Pricilla menggeleng. "Aku tak pernah memberitahu Maxwell selama itu. Aku baru memberitahunya kemarin."

"Kenapa?"

Chelsea sebenarnya hanya berpura - pura saat para sahabat suaminya membicarakan tentang Pricilla didepannya. Chelsea hanya ingin memancing Maxwell, bagaimana reaksi pria itu. Chelsea tahu semua hal tentang Pricilla. Sama seperti dirinya yang begitu terbuka pada Pricilla, Pricilla sama terbukanya pada Chelsea. Mereka berdua saling memahami karena mereka saling mengetahui satu sama lain.

"Saat itu aku tahu bahwa Maxwell bukanlah pria yang suka melibatkan diri dalam hubungan asmara. Aku hanya takut ketika aku datang dia hanya akan memfitnah kandunganku dan bahkan menyuruh untuk menggugurkannya." jawab Pricilla sambil mengelus rambut Zayden.

"Lalu kenapa kau tak memberitahu Paman Jasper bahwa Ayahnya Zayden adalah Maxwell. Maxwell mungkin akan bertanggung jawab jika Paman Jasper langsung yang datang padanya."

"Aku tak ingin menikah karena keterpaksaan. Aku tak ingin kehadiran Zayden di jadikan alasan untuk pernikahan. Aku tak ingin menggunakan Zayden untuk alasan apapun." Pricilla menatap lembut Zayden, bayi berusia 15 bulan itu pun menatap hangat pada sang Ibu, tangan mungilnya membelai pipi Pricilla, seolah mengerti apa yang tengah Pricilla rasakan.

"You are a great and precious woman. Me and Zayden are lucky to have you." ucap Chelsea sambil memeluk Pricilla yang tengah menyusui Zayden.

Zayden melepas pagutannya pada Pricilla, energinya telah penuh setelah mendapatkan ASI. Zayden kembali berkutat pada mainannya di temani oleh Chelsea, sementara Pricilla pergi ke dapur untuk membuat makan malam.

Tak lama berada di dapur, Pricilla kembali ke ruang tengah saat mendengar suara bel. Pricilla melangkah untuk membukakan pintu.

"Kau?" pekik Pricilla saat pria yang kemarin menyakiti anaknya berdiri didepan pintu apartemennya.

"Mana Zayden?" tanya Maxwell.

Pricilla mengernyit, tiba - tiba menanyakan Zayden?

"Ada urusan apa kau menanyakan anakku?" tanya Pricilla sinis, hatinya masih berdenyut jika mengingat perlakuan Maxwell kemarin.

Maxwell diam tak menjawab, dia juga bingung kenapa tiba - tiba dia datang kemari dan menanyakan Zayden. Tapi darimana Maxwell tahu alamat apartemen Pricilla? Tentu saja dari Vernon, bahkan penthousenya pemberian Vernon berada satu lantai diatas apartemen Pricilla.

"Pa." Pricilla dan Maxwell terenyak ketika pekikan kencang Zayden terdengar.

Bayi itu merangkak dan duduk didekat kaki Maxwell, kedua tangannya terangkat minta untuk di gendong.

"Pa." panggil Zayden lagi karena Maxwell masih diam.

Zayden lalu meraih celana bahan Maxwell, menjadikannya pegangan saat dia mencoba untuk berdiri.

Pricilla kaget dengan mata berbinar ketika untuk pertama kalinya, dia melihat Zayden bisa berdiri sendiri. Dan lagi, perkembangan Zayden terjadi di depan Maxwell.

"Pa Pa zhkuu." Zayden menarik - narik celana Maxwell yang dia jadikan pegangan.

Mengikuti insting dan nuraninya, Maxwell merunduk kemudian menggendong Zayden. Zayden memekik senang dan bergerak heboh ketika akhirnya Maxwell mau menggendong dia.

"Pa ma pa takkhh." Zayden terus mengoceh dalam gendongan Maxwell membuat pria itu tanpa sadar mengulas senyuman hangat yang sama dengan hatinya yang begitu mencair

Pricilla hanya diam melihat pemandangan itu, padahal hatinya begitu hangat dan bergemuruh. Pricilla belum pernah melihat Zayden yang dua kali lipat mengoceh bahagia seperti ini.

"Kau cerewet juga ya, bocah." ucap Maxwell mencubit gemas hidup Zayden.

"Lho, Kak Maxwell?" pekikan Olivia yang datang dengan tangan penuh bingkisan.

Wanita itu kaget ketika ada Maxwell disana sedang menggendong Zayden pula.

Pricilla segera tersadar dan menyuruh mereka untuk masuk

"Kau sedang apa disini?" tanya Maxwell dan Olivia bersamaan setelah mereka masuk ke dalam unit apartemen Pricilla.

"Aku jelas mengunjungi keponakanku, dan kau, tumben kau kemari, ada apa?" tanya Olivia lagi dengan sinis.

"Aku mengunjungi anak-" Maxwell segera menghentikan ucapannya. Apa maksudnya itu, kenapa mulutnya otomatis mengucapkan itu?

"Cih, aku kira kau akan tetap keras kepala tak menganggap Zayden." ejek Olivia, keduanya duduk disofa ruang tengah.

"Zayden, oh astaga, kau sedang apa di gendongan pria blangsakan itu?! Kemari pada aunty sayang." Chelsea yang baru keluar dari kamar mandi segera menghampiri Maxwell hendak menggendong Zayden, tapi Zayden justru malah meringkuk memeluk leher Maxwell.

Maxwell berdecak, kenapa dua makhluk sok polos dan lugu itu ada disana? Mengganggu saja, padahal Maxwell datang kemari ingin berbicara empat mata dengan Pricilla.

"Kalian sedang apa disini? Kalian tak punya rumah? Chelsea pulanglah, jadilah istri yang berbakti dan sambut suamimu saat pulang kerja. Dan kau, sana temani Vernon menyiapkan pernikahan kalian, bukannya keluyuran kemari." ujar Maxwell.

Chelsea dan Olivia mendelik pada pria itu. Sok berkata baik, padahal kelakuannya pun tak ada kata baiknya sama sekali.

"Jangan sok bijak! Kau seharusnya malu masih berani menampakkan batang hidungmu di depan Zayden setelah tak mengakui dan menyakitinya!" seru Chelsea melipat tangannya di dadanya.

Olivia tak menggubris Maxwell lagi, dia sedang marah pada kakaknya itu. Sebab karena kelakuan Maxwell, Olivia jadi korbannya, dia harus menikahi arsitek tua itu.

Chelsea, Pricilla, dan Olivia pada akhirnya asyik bertiga di dapur membiarkan Maxwell bersama Zayden di ruang tengah. Pricilla sudah mengunci apartemennya sehingga Maxwell tak akan bisa membawa kabur Zayden, sebab pintunya hanya bisa terbuka oleh sidik jari Pricilla.

Masakan telah siap, Pricilla hendak memanggil Maxwell untuk ikut makan malam bersama. Namun begitu sampai diruang tengah, dia mendengar suara bel yang ternyata di depan apartemennya sudah ada Edric dan Vernon yang siap menyeret pasangannya dari sana.

Chelsea dan Olivia membulatkan mata ketika Edric dan Vernon ikut duduk dimeja makan. Keduanya langsung menatap nyalang pada Maxwell sebab mereka tahu pasti pelaku pemanggil dua makhluk itu adalah Maxwell, si ketua kumpulan makhluk brengsek

Acara makan malam begitu ramai ketika Edric terus membujuk Chelsea untuk pulang, tapi Chelsea tak mau. Akhirnya di antara pasangan itu terjadi tawar menawar berapa kali mereka akan berhubungan dalam satu minggu. Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya mereka sepakat bahwa akan dilakukan 3 kali dalam seminggu.

Olivia tak menggubris kehadiran Vernon, meskipun tangan pria itu begitu kurang ajar bermain di pahanya. Olivia masih kesal karena Vernon mengarang cerita seolah Olivia yang menggodanya, padahal nyatanya Olivia adalah korban.

Setelah acara makan malam, Edric dan Vernon berhasil membawa pasangan mereka untuk pulang, meninggalkan Maxwell dan Pricilla serta Zayden disana.

Pricilla menghela nafasnya setelah selesai mencuci piring. Dia membereskan mainan Zayden yang berserakan di ruang tengah, setelahnya dia beranjak menuju kamar yang Maxwell dan Zayden tempati.

Begitu membuka pintu, hati Pricilla menghangat melihat pemandangan di atas ranjangnya.

Hati Pricilla menghangat dan terenyuh, air matanya seolah ingin menetes tapi Pricilla dengan cepat menahannya. Dia berjalan mendekat hendak memindahkan Zayden ke box tidurnya, tapi tangan besar Maxwell memeluk tubuh kecil itu.

Mata Maxwell terbuka, keduanya saling bertatapan. "A-aku akan memindahkan Zayden, kau pulanglah." Pricilla hendak mengambil Zayden, tapi Maxwell melarangnya.

"Berbaringlah disini." ucap Maxwell dengan suara yang serak khas bangun tidur, tangannya menepuk area ranjang yang kosong disamping Zayden.

Pricilla meragu, tapi tubuhnya bergerak menaiki ranjang dan berbaring disamping Zayden. Dia menghadap ke arah yang kembali menutup matanya sambil memeluk Zayden.

'Zayden sayang, kau tidur dengan lelap dipelukan Papa. Pasti ini yang selama ini kau inginkan, kan? Tidur bersama Papa. Sekarang Papa memelukmu, sayang.' lirih Pricilla dalam hati.

Kehangatan menerpa hatinya, pemandangan yang selalu menjadi angan - angannya kini bisa dia lihat secara langsung. Putra kecilnya kini terlelap di dalam pelukan Ayahnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!