Seorang gadis cantik bernama hanabi, atau sering di panggil dengan panggilan hana itu. Ia selalu mengandalkan AI untuk segala hal—dari tugas kuliah hingga keputusan hidup nya. Cara berpikir nya yang sedikit lambat di banding dengan manusia normal, membuat nya harus bergantung dengan teknologi buatan.
Di sisi lain, AI tampan bernama ren, yang di ciptakan oleh ayah hana, merupakan satu-satunya yang selalu ada untuknya.
Namun, hidup Hana berubah drastis ketika tragedi menimpa keluarganya. Dalam kesedihannya, ia mengucapkan permintaan putus asa: “Andai saja kau bisa menjadi nyata...”
Keesokan paginya, Ren muncul di dunia nyata—bukan lagi sekadar program di layar, tetapi seorang pria sejati dengan tubuh manusia. Namun, keajaiban ini membawa konsekuensi besar. Dunia digital dan dunia nyata mulai terguncang, dan Hana harus menghadapi kenyataan mengejutkan tentang siapa Ren sebenarnya.
Apakah cinta bisa bertahan ketika batas antara teknologi dan takdir mulai meng
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asteria_glory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenangan pahit
Hana memejamkan mata dalam pelukan Ren.
Keheningan kembali menyelimuti mereka, hanya napas pelan yang saling menyatu di antara jeda. Tapi dalam gelap matanya yang tertutup, dunia lain perlahan terbuka—dunia yang telah lama terkunci dalam ingatannya. Dunia yang tak ia sadari, selama ini menunggu untuk dihidupkan kembali.
Seperti aliran arus deras, kenangan itu menyerbu masuk.
Ia melihat dirinya duduk di kursi belakang sebuah mobil, mengenakan seragam sekolah. Suaranya terdengar riang, menyenandungkan lagu lama sambil menatap keluar jendela. Di sampingnya, ibunya tertawa kecil, memegang kamera handycam dan terus-menerus merekam momen kecil yang biasa tapi hangat.
"Ayah, jangan menoleh! Fokus nyetir," suara ibunya terdengar, menggoda.
Sang ayah, yang duduk di balik kemudi, tersenyum sambil sesekali mencuri pandang lewat kaca spion. "Kalian ini, duet sumbang paling heboh yang pernah ada."
Tawa mereka pecah bersamaan. Suara tawa yang begitu hidup, begitu nyata. Langit tampak mendung, tapi kebersamaan mereka membuat suasana tetap terang. Hari itu seharusnya menjadi hari bahagia. Mereka sedang menuju pantai yang dijanjikan sang ayah sejak lama—liburan kecil setelah ujian akhir semester Hana.
Lalu semuanya terjadi begitu cepat.
Gerimis turun, awalnya hanya seperti kabut tipis. Tapi dalam hitungan detik, hujan berubah deras. Jalanan yang menurun dan licin mulai menampakkan bahayanya. Ban tergelincir. Mobil oleng.
"Ayah—!" teriak ibunya, menyentak.
Ayahnya memutar kemudi dengan panik, mencoba mengembalikan arah. Tapi terlambat.
Sebuah truk dari arah berlawanan membunyikan klakson panjang. Tabrakan tak terhindarkan. Suara logam beradu. Pecahan kaca. Teriakan. Dan kemudian—hening.
Hana merasakan tubuhnya terhempas ke samping, sabuk pengaman menahan keras tubuh mungilnya. Ibunya berusaha menggapainya, tapi mereka sama-sama tak bisa bergerak. Kamera jatuh ke lantai, masih menyala, merekam dalam posisi terbalik.
Terdengar suara ayahnya, samar dan lemah, memanggil nama mereka. Ayah nya yang selamat dari tragedi itu, hanya bisa menyaksikan istri dan putrinya masih terjebak di dalam mobil yang berada di atas tebing. Posisi nya yang duduk di kursi pengemudi, membuat nya selamat dari maut saat itu.
Ketika tak mampu menahan keseimbangan, mobil itu pun pada akhirnya terguling. Terdorong oleh benturan keras dan hujan yang tak kunjung reda, mereka meluncur menembus pembatas jalan. Suara logam menghantam besi, dan kemudian... segalanya terasa lambat.
Dalam satu hentakan mengerikan, mobil jatuh. Berat. Tenggelam ke dalam gelapnya laut di bawah.
"Hanaaaaaaa!!!!!!!" Teriakan histeris sang ayah pecah, di tengah hujan yang semakin lebat.
-----
Air menyusup ke dalam celah jendela. Udara berubah dingin. Nafasnya tercekat.
Ia melihat ibunya yang masih terikat sabuk pengaman, kepala miring, bibir sedikit terbuka. Tak ada reaksi. Tak ada suara.
Panik menyergapnya. Hana menjerit tanpa suara, tubuhnya menggigil, tangannya terulur mencoba membuka pintu yang terkunci. Ia menoleh ke kiri, ke kanan—mencari siapa pun. Tapi hanya ada air. Dan dingin. Dan tubuh ibunya yang tak lagi bergerak.
Saat air mulai memenuhi paru-parunya, pandangannya memudar. Ia merasa tubuhnya tertarik ke dalam, tenggelam, seperti raganya menjadi ringan. Lalu… semuanya menghilang.
Terasa gelap, sunyi, bahkan harapan pun semakin pupus.
Hingga akhirnya ia terbangun—di dunia ini.
Dunia yang asing tapi terasa akrab. Dunia yang membuatnya bisa mencintai lagi, seolah diberi kesempatan kedua.
---
Hana membuka matanya perlahan.
Air matanya membasahi pipi, namun ia tak bersuara. Tubuhnya tetap berada dalam dekapan Ren. Hangat. Menenangkan. Tapi kini, ia tahu itu bukan karena dirinya masih hidup… melainkan karena ia telah menjadi bagian dari sesuatu yang bukan lagi nyata.
Sebuah dunia buatan, ciptaan penuh harapan—dan kebohongan.
Namun di tengah kenyataan yang mulai retak itu, Hana tidak ingin membangunkan Ren. Tidak ingin membuatnya khawatir. Tidak ingin mengusik kedamaian sesaat yang masih bisa ia rasakan.
Ia menggenggam tangan Ren lebih erat, meski tubuhnya mulai memudar perlahan.
Jika ini adalah akhir…
Ia ingin tetap berada dalam pelukan itu.
Sampai benar-benar tak ada lagi yang tersisa darinya.
---
cara narasi kamu dll nya aku suka banget. dan kayaknya Ndak ada celah buat ngoreksi sih /Facepalm/
semangat ya.
Adegan romantis nya itu loh, bkin skskskskskkssksks.