Menjalin asmara bertahun-tahun tak menjanjikan sebuah hubungan akan berakhir di pelaminan.
Begitulah yang di alami oleh gadis bernama Ajeng. Dia menjalin kasih bertahun-tahun lamanya namun akhirnya di tinggal menikah oleh kekasihnya.
Namun takdir pun terus bergulir hingga akhirnya seorang Ajeng menikahi seorang duda atas pilihannya sendiri. Hingga akhirnya banyak rahasia yang tidak ia ketahui tentang suaminya?
Bagaimanakah Ajeng melanjutkan kisahnya??
Mari kita ikuti kisah Ajeng ya teman2 🙏🙏🙏
Selamat datang di tulisan receh Mak othor 🙏. Mohon jangan di bully, soale Mak othor juga masih terus belajar 😩
Kalo ngga suka ,skip aja jangan kasih rate buruk ya please 🙏🙏🙏🙏
Haturnuhun 🙏🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16.
"Mau di bawa ke mana Khalis jam segini sudah rapi?" tanya Bu Tini ketika mereka akan sarapan.
"Bhumi mau menitipkan Khalis ke teman Bhumi. Dia yang akan menjaga Khalis."
Bu Tini mengerutkan keningnya sedang pak Ali hanya menoleh, tak ingin ikut bertanya. Cukup di wakili oleh sang istri saja.
"Siapa? Teman kamu yang mana?" cerca Bu Tini. Bhumi menghela nafas beberapa saat kemudian.
"Ajeng!"
Gigi Bu Tini bergemeletuk. Pasalnya ia ingat yang namanya Ajeng adalah gadis yang di ikuti oleh Khalis hingga bocah itu di kira hilang.
"Siapa Ajeng? Cewek kamu? Oh...jangan-jangan dia juga yang udah bikin kamu pelit sama keluargamu sendiri!" celetuk Resti. Bhumi menoleh cepat pada kakak satu-satunya itu.
"Kalau bicara jangan sembarang ya mba!"
"Lha...emang salah mba bicara begitu? Buktinya, kamu aja bisa percaya gitu aja buat nitipin Khalis ke dia."
"Karena Khalis memang menyukai Ajeng, mba. Meski dia orang asing, dia memperlakukan Khalis dengan baik makanya Khalis nyaman bersamanya. Tidak seperti di rumah ini."
Akhirnya pak Ali buka suara.
"Ya sudah lah Bu, Res! Bukannya itu baik, jadi Khalis di rumah ngga kesepian. Dia juga bosan di rumah terus. Buat ibu, ibu juga bisa istirahat jagain Khalis hari ini kan?"
Kali ini Bhumi setuju dengan ucapan ayahnya. Tapi belum tentu pemikiran ibu dan kakaknya itu.
"Dan kamu Resti! Bisa tidak jangan membuat opini buruk tentang teman Bhumi? Bahkan kamu sendiri ngga kenal dengan yang namanya Ajeng itu!" kata Ali pelan namun tegas.
"Asal ayah tahu ya, akhir-akhir ini Bhumi itu kelewat pelit. Pasti karena di pengaruhi sama tuh cewek!"
"Astaghfirullahaladzim mba Resti!" Bhumi sampai berdiri dari bangkunya. Mereka yang ada di sana pun terkejut dengan sikap Bhumi yang mendadak tempramen itu.
"Tolong jaga omongan mu ya mba!" kata Bhumi. Dia meraih Khalis ke dalam gendongannya.
"Bu, aku akan pindah dari rumah ini dalam Minggu ini setelah aku off kerja nanti."
Bhumi pun melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruangan itu.
"Bu...Bhumi mau kost? Kok bisa?" tanya Resti. Suami dan anaknya Resti sejak tadi hanya diam tak ikut bicara.
"Ibu juga ngga tahu!" jawab Bu Tini sambil ya memegang kepalanya. Dia sudah membayangkan jika Bhumi tak lagi mendanai keuangan keluarga ini, sudah di pastikan semua akan kacau.
"Kalian masih bertanya kenapa?" pak Ali mengeluarkan kalimat nya.
"Memangnya kenapa Yah? Bhumi lagi kasmaran, terus ngga mau gitu tinggal di sini lagi? Apa hubungannya?'' tanya Resti yang sama sekali tak nalar.
"Ngga ada hubungannya Resti. Itu urusan pribadi Bhumi. Dia masih muda, dia juga butuh pendamping hidup. Selama Bhumi nyaman dan perempuan itu menyayangi Khalis, ayah yakin kalau Bhumi bisa membuka hatinya lagi. Dan seharusnya kamu mikir Resti. Bhumi juga capek menjadi tulang punggung di rumah ini. Kamu sama suami mu kan kerja, minimal bantu pengeluaran ibu mu!"
Resti mendengus kesal.
"Tuh ,Bu! Ayah ngga berkaca apa, sekarang aja Ayah cuma numpang hidup di rumah ibu. Ayah aja ngga kerja kok. Kalo aku ketahuan ada Dafi yang aku biayain. Punya uang juga di tabung biar secepatnya punya rumah!"
Srekkk!
Suami Resti menyudahi sarapannya di susul oleh Dafi. Resti menoleh ke arah suaminya. Wajah sang suami terlihat menahan kesal. Entah pada ayahnya atau pada situasi.
Resti akhirnya menyusul anak dan suaminya yang keluar lebih dulu.
"Hah! Yah...yah...lain kali ngaca dulu kalo mau ngasih tahu Resti. Ayah aja ngga kerja kok!"
Bu Tini mengumpulkan bekas sarapan orang serumah.
"Ayah tidak bekerja limat tahun terakhir ini. Tiga puluh lima tahun ayah menafkahi kalian, tidak terlihat? Ayah sekolahkan anak-anak, ayah berikan kehidupan yang layak! Itu ngga keliatan di mata ibu? Selama ini ayah juga masih suka cari kerjaan serabutan bu. Biar ngga cuma Bhumi yang nanggung beban di rumah ini. Harusnya ibu bilang sama Resti, mikir! Jangan cuma jadi benalu di rumah orang tuanya sendiri!"
Pak Ali bangun dari kursinya karena kesal dengan istrinya yang selalu menyindirnya tak bekerja.
"Yah...ayah...!" Bu Tini memanggil suaminya tapi lelaki hampir sepuh itu tak menggubris panggilan istrinya. Ia memilih keluar dengan motor bebek jadulnya untuk mencari informasi pekerjaan dari teman-temannya.
💐💐💐💐💐💐
Khalis tersenyum sepanjang jalan menuju ke kost Ajeng. Ternyata di depan gerbang, Ajeng sudah menunggu kedatangan Khalis.
Gadis cantik itu masih mengenakan piyamanya. Juga sebuah kantong keresek yang mungkin berisi makanan.
Khalis mengulurkan tangannya minta diturunkan oleh Ajeng. Ajeng pun reflek mengambil Khalis dari motor Bhumi.
"Assalamualaikum Jeng."
"Walaikumsalam mas. Hai...Khalis sayang??"
Ajeng mencium pipi tirus Khalis. Meski tirus, gadis kecil itu tetap cantik dan imut menggemaskan.
"Bu...Bu...!" Khalis memeluk leher Ajeng seolah takut berpisah.
Perlahan ,Bhumi menyadari ucapan Khalis yang menyebut 'bu' setiap ia menyebut nama Ajeng.
Khalis menganggap Ajeng ibunya? Batin Bhumi sambil melihat interaksi antara Ajeng dan Khalis.
"Owh ...! Manis sekali, Tante Ajeng di panggil ibu....!"
Kata Bu Haji Udin sudah berdiri di belakang Ajeng. Bhumi sampai tak enak sendiri, takut Ajeng tersinggung.
"Bu Haji ih ...!" Ajeng memanyunkan bibirnya.
"Khalis mau di titipin sama Ajeng, nak Bhumi?" tanya Bu Haji.
Bhumi tersenyum kaku. Mau bagaimanapun, antara Bhumi dan Ajeng kan tidak ada hubungan apa-apa. Ya kan?
"Iya Bu, mas Bhumi kan shift pagi. Ajeng off baru berangkat besok siang. Dari pada ngga ada temennya, mending main sama Khalis. Ya sayang ya?"
Ajeng mengecup pipi Khalis. Bocah kecil itu mengangguk setuju dengan ucapan Ajeng.
"Iya Bu Haji", Bhumi turut menimpali.
"Oh....gitu! Bagus atuh! Besok kalo kalian udah resmi jadi ngga kagok. Khalisnya udah akrab sama nak Ajeng, ya kan Khalis? Khalis mau ya tante Ajeng jadi ibu nya Khalis?" goda Bu Haji Udin sambil menowel-nowel pipi bocah kecil itu.
Baik Bhumi mau pun Ajeng sama-sama melebarkan matanya. Bagaimana bisa Bu Haji punya pemikiran seperti itu???
"Bu Haji....?'' wajah Ajeng memerah. Dia malu pada Bhumi. Takut di sangka caper pada Bhumi lewat kedekatannya dengan Khalis.
Bhumi menggaruk tengkuknya. Dia pun punya pemikiran tak enak pada Ajeng. Mungkin sama, tak mau di anggap memanfaatkan Khalis untuk mendekati Ajeng.
"Hahaha kalian berdua salting gitu, sampai kompakan merah semua mukanya!'' canda Bu Haji lagi.
Tak ingin semakin membuat Ajeng malu menjadi bulan-bulanan Bu Haji, Bhumi pun berpamitan.
"Makasih sebelumnya ya Jeng. Maaf merepotkan! Nitip Khalisa ya!" kata Bhumi.
Bu Haji cengar-cengir sendirian. Coba saja dia punya anak laki-laki, mungkin mau menjodohkannya dengan Ajeng.
"Iya mas" sahut Ajeng.
"Duluan Bu Haji, Jeng! Khalis jangan nakal ya!"
Bhumi menyempatkan mengusap pipi Khalis. Bocah itu mengangguk cepat.
"Assalamualaikum!"
"Walaikumsalam!" jawab Bu Haji dan Ajeng. Kendaraan Bhumi sudah menjauh. Bu Haji masih saja meledek Ajeng hingga gadis itu memilih kembali ke kamarnya untuk sarapan bersama Khalis.
Di perjalanan menuju ke tempat bekerja, Bhumi senyam senyum sendiri mengingat hal tadi.
Kenapa kesannya kami seperti sebuah keluarga kecil dan bahagia?
Bhumi menggelengkan kepalanya. Mungkin otaknya sedikit korslet karena terlalu sering bertengkar dengan keluarganya. Atau....karena kelamaan menduda???
💐💐💐💐💐💐💐💐💐
terimakasih 🙏
km tuh cm gede mulut doank resti... tpi kenyataan nol besar... krja gaji cm cukup buat beli make up... tpi songongmu g ktulungan...
biar tau rasa tuh ibumu yg pilih kasih...