Menjadi aktris baru, nyatanya membuat kehidupan Launa Elliza Arkana jungkir balik. Menjadi pemeran utama dalam project series kesukaannya, ternyata membuat Launa justru bertemu pria gila yang hendak melec*hkannya.
Untung saja Launa diselamatkan oleh Barra Malik Utama, sutradara yang merupakan pria yang diam-diam terobsesi padanya, karena dirinya mirip mantan pacar sang sutradara.
Alih-alih diselamatkan dan aman seutuhnya, Launa justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Barra, hingga ia terperosok ke dalam jurang penyesalan.
Bukan karena Barra menyebalkan, tapi karena ia masih terikat cinta dengan sahabat lamanya yaitu Danu.
“Lebih baik kau lupakan kejadian semalam, anggap tidak pernah terjadi dan berhenti mengejarku, karena aku bukan dia!” ~Launa Elliza
“Jangan coba-coba lari dariku jika ingin hidupmu baik-baik saja.” ~ Barra Malik Utama
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erma Sulistia Ningsih Damopolii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 16 Mengusir Penat Dengan Caraku
“Yah sudah kalau begitu cepat minum.” Titah Iva hingga pemilik suara lembut itu tiba-tiba menyelah ucapan Iva.
“Minum apa?”
“Heuh.”
“Bunda.” Panggil Iva dan Launa bersamaan.
“Minum apa bunda tanya?” Tanya Salsa sembari bersedekap dada.
“Itu… emm… minum… frutamin.” Jawab Launa asal hingga membuat Iva dan Danu saling tatap sembari menahan tawa.
“Frutamin? Yang minuman anak-anak itu?”
“I_iya.” Jawab Launa yang juga ikut bingung meyadari jawabannya.
“Siapa yang minum nak?”
“Launa, udah lama juga kan nggak minum itu.”
“Tapi kan itu banyak gulanya sayang, nanti bahaya buat kesehatan.”
“Masa sih bun?” Tanya Launa menerapkan gaya pura-pura tidak tahunya.
“Coba tanya Geona kalau nggak percaya.” Timpal sang bunda berhasil membuat Launa manggut-manggut.
Karena ada bundanya, jadi Launa memilih diam dan menundah rencananya lebih dulu. Alih-alih langsung beranjak, Salsa malah duduk mengobrol dengan Danu dan Iva hingga membuat Launa gelisah.
Pasalnya, obat itu masih ada di kantong Iva, bisa-bisa bundanya curiga andai Launa meminta pil itu sekarang.
Cukup lama Salsa bertahan di sana, hingga begitu masuk di menit tiga puluh, barulah Salsa beranjak karena hendak menyambut kepulangan ayah Kevin.
Tak ingin menundah waktu, Launa segera menelan pil pahit yang sebenarnya tidak dia ingini itu. Beruntung Iva sudah menyediakan air mineral, jadi Launa tidak perlu ke dapur dan berpapasan dengan bundanya.
Tak pernah Launa duga, bahwa ia harus mengonsumsi pil tersebut. Bagaimana tidak? Launa bermimpi ingin melahirkan banyak anak ketika dia menikah dengan Danu nanti.
Sayangnya, semua harapan itu terpatahkan kala malam kelam itu menghampiri dan memaksanya merubah takdir hidupnya.
Setelah ini, Launa sudah tidak punya muka lagi di depan Danu. Bahkan, ia berencana untuk menolak perjodohan itu karena merasa tidak pantas bersama pria sesempurna Danu.
Tak terasa, mata Launa kembali membasah mengingat sesal dan amarah dalam dirinya. Tak hanya itu, sakit yang tiada terhingga itu tersemat tepat di lubuk hatinya. Bersyukur dia tidak gila, karena sebisa mungkin Launa berusaha mewaraskan pikiran. Andai dia menuruti hawa nafsu, ingin Launa melenyapkan nyawanya sendiri saat itu juga. Tapi untungnya, ada dua sahabat yang selalu berdiri tegap di belakangnya. Melindungi dan selalu bersedia membela dirinya.
Tapi tetap saja, meski pil kontrasep*i itu mungkin sudah otw usus besar, tapi Launa tidak bisa berhenti untuk khawatir. Ketakutan akan kehadiran setitik nyawa dalam rahimnya membuat Launa terbelenggu rasa cemas.
Alhasil, karena ingin menyendiri dulu, Launa pamit pada Iva dan Danu untuk istirahat sejenak di kamar. Mereka pun setuju dan berencana untuk pulang namun bunda Salsa mencegah mereka.
“Itu, Launa kenapa?”
“Katanya Launa ngantuk tan, pengen istirahat.” Jawab Danu tentu saja bohong demi untuk menutupi rahasia sahabatnya itu.
“Oh ya udah, kalian jangan pulang dulu. Terutama Iva, nginap di rumah bunda aja dulu, ya? Sudah lama loh Iva nggak pulang.” Bujuk Salsa lembut selembut belaian tangannya di jemari Iva. Sesayang itu dia kepada ponakan suaminya ini, pasalnya, Iva sudah lama tinggal bersama mereka dan Salsa sudah pernah merawatnya dengan penuh kasih sebagaimana orang tua kandung.
Meninggalkan tiga orang beda usia itu mengobrol di taman, di sebuah kamar nuansa soft blue itu Launa mencoba memejamkan matanya.
Gadis yang sudah tidak gadis itu, meringkuk di bawah selimut, sembari memikirkan nasibnya. Begitu banyak kekhawatiran menari-nari dalam otak Launa, hingga membuat ia sulit mengusir kejenuhan itu.
Alhasil, Launa bangkit kembali dalam keadaan rambut acak-acakan, dan memilih mengirim pesan kepada Iva untuk ia ajak ke playground. Ya, meskipun usianya sudah 27, tapi Launa masih tertarik untuk bermain di sana. Bukan karena masa kecilnya tidak bahagia, masa kecil Launa bahkan lebih menarik dan menyenangkan layaknya masa kecil anak orang kaya yang lain.
Sebagai saudara yang sudah lama menjadi teman kecilnya, Iva pun setuju saat diajak ke sana. Iva sangat mengerti perasaan Launa sekarang, dia hafal betul jika saudaranya itu sudah mengajak ke playground, itu tandanya ada kesedihan yang sukar dihilangkan.
Kali ini, mereka pergi tanpa Danu, karena CEO baru itu mendadak ada meeting penting. Akhirnya, setelah sekian lama Launa sampai juga di tempat ini. Wajar, ketika dewasa tempat ini hanya Launa jadikan pelampiasan saja saat hatinya sedih. Terakhir ke tempat itu enam tahun lalu, tepat 40 hari kematian sahabat perempuannya.
“Iva ayo lompat, jangan cuma berdiri aja.” Ajak Launa lantaran sejak tadi, wanita itu hanya terus bersedekap dada sembari terus memperhatikannya dan berakhir gelengan kepala sebagai tanda penolakan.
Launa pun berdecak kesal, Iva berbeda sekali dengan mendiang sahabatnya. Kehidupan Iva kaku dan tidak seasik sahabat wanitanya itu.
Mereka semua memang berteman, mendiang sahabat Launa adalah sahabat Iva juga. Tapi yang sefrekuensi dengannya adalah mendiang sahabatnya itu.
Bukan dia tidak sayang Iva hanya karena tidak sefrekuensi. Launa sayang dan perasaannya itu ia samaratakan. Kalau kebanyakan orang menghindari pertemanan tiga orang, berbeda halnya dengan mereka. Meskipun bertiga, akan tetapi mereka tetap adil dan tidak ada istilah asik sendiri dan mengabaikan yang lainnya.
“Wuiiiww… ih sumpah seru banget, buruan cobain!”
“Malu Lau, banyak orang yang lihat.” Tolak Iva disertai alasan yang tepat. Bagaimana tidak, sedari tadi mereka jadi pusat perhatian karena status Launa sebagai public figur. Tak sedikit dari mereka ambil kesempatan untuk mengambil video Launa saat bermain trampolin.
Hingga tanpa sempat Launa lihat, video tersebut viral dalam hitungan menit, dengan 282,9K penonton.
Seberpengaruh itu memang ketenaran Launa. Tidak perlu geol-geol atau ikut sound yang trend, Launa diam saja penontonnya tembus jutaan apalagi kalau sampai dia ikut trend viral. Bahkan saat ini, Launa dijuluki ratu selebgram dengan jumlah followers dan penonton terbanyak di semua platform ternama.
“Katanya tadi mau ke sini?” Launa berhenti dan perlahan mendekat ke arah Iva yang kini persis gapura kecamatan yang menatap tanpa pergerakkan.
“Lihat tuh, banyak yang perhatiin kamu Lau.” Ucap Iva sembari menunjuk beberapa orang yang secara terang-terangan mengambil videonya.
“Biarin aja, mereka seperti itu karena suka denganku. Heii kalian! Mau foto?” Tawar Launa mengajak mereka hingga tanpa penolakkan seketika Launa diserbu hingga Iva jadi pusing sendiri.
Kalau begini sepertinya Iva harus menyarankan ayah Kevin untuk merekrut pengawal menjaga Launa. Bagaimana tidak? Sudah seterkenal ini tapi Launa tidak punya pengawal, sikapnya yang kerap menolak saat ditawari pengawal membuat Iva sakit kepala sendiri.
Seperti saat ini contohnya, saat manusia-manusia itu meminta foto, Launa akan meladeni mereka satu persatu dan berujung Iva yang jadi tukang potretnya.
Memang seperti itulah sifat Launa, andai ada nominasi artis paling ramah sejagad raya, Launa lah yang akan jadi pemenangnya.
Tak peduli meski dirinya lelah sekalipun, dia tetap mau meladeni fans-fansnya untuk sekadar berfoto. Bahkan saking polosnya, ia kerap membalas DM penggemar-penggemarnya satu persatu, hingga kedua jempolnya keram dan berakhir Iva yang membalasnya.
Semua jadwal syuting dan deal-deal-an dengan brand yang menawari Launa kerja sama, harus lewat Iva terlebih dahulu. Bisa dibilang, secara tidak langsung Iva sudah jadi manajernya tanpa digaji.
Bukannya Launa pelit atau semacamnya, hanya saja dia memang kerap lupa bahwa secara tidak langsung Iva sudah jadi manajernya dan Iva pun tidak menuntut itu karena wanita itu pun senang membantu Launa.
Bahkan, bantuan yang Launa berikan untuk Iva, lebih besar dari nominal gaji manajer artis lainnya andai dibandingkan.
Usai meladeni puluhan manusia yang menuntut keramahan Launa, Iva pun menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Ia pun sampai menyeka keringat di pelipis, karena tindakan Launa itu sangat menguras tenaga.
“Launa stop ya kamu bersikap terlalu ramah begitu.”
“Loh kenapa?” Tanya Launa yang terlihat masih on 100% meski keringat juga mengucur dari pelipisnya.
“Capek Lau, ramah sih boleh, tapi kamu juga perlu privasi kan. Nanti, aku akan minta ayah untuk cariin kamu pengawal. Dan satu lagi, kamu harus bikin pengumuman bahwa mulai sekarang, semua akun sosial mediamu manajermu yang pegang.” Papar Iva hingga Launa mengerinyitkan dahi.
“Manajer? Sejak kapan aku punya manajer?” Tanya Launa yang tidak sadar selama ini Iva sudah jadi manajer jadi-jadian untuknya.
“Aku, selama ini aku manajer kamu ya asal kamu tau. Selama ini, siapa yang melanjutkan membalas DM penggemar-penggemarmu saat jempolmu mulai pegal? Aku. Siapa yang kerap mengatur schedule syuting kamu? Aku kan? Jadi secara nggak langsung kamu sudah merekrut aku jadi manajermu.” Tutur Iva panjang lebar hingga Launa menepuk jidatnya.
“Va? Kamu jadi manajerku? Itu artinya? Aku nggak pernah gaji kamu dong.”
Mulai, kalau sudah melakukan kesalahan Launa kerap panik sendiri. Padahal sebenarnya juga itu bukan kesalahan.
“Udah udah Lau nggak apa-apa.. aku juga nggak butuh gaji kok. Aku bukan ngomongin gaji, tapi aku cuma mau ngatur aja biar pekerjaan kamu semakin tertata paham nggak?”
“Tapi tetap aja Va, aku harus kasih kamu gaji. Bentar ya aku hitung, sudah sejak kapan kamu membantu pekerjaan_”
“Huss… aku bilang udah ya udah Lau, apaan sih, kayak sama orang lain aja. Nggak perlu kayak gitu pokoknya.”
“Okay, tapi mulai sekarang, aku akan gaji kamu lebih dari gajinya Diki. Soalnya kamu udah merangkap jadi editor juga sekarang.” Cetus Launa yang juga baru ingat bahwa terkadang Iva suka membantu Diki mengedit semua video konten Launa.
“Aku bilang nggak usah ya nggak usah, bebal banget sih kamu.”
“Nggak pokoknya aku akan tetap_”
“Launa!” Tiba-tiba ada suara berat seseorang yang memanggil namanya hingga keduanya menoleh.
sorry tak skip..