Krystal Berliana Zourist, si badgirl bermasalah dengan sejuta kejutan dalam hidupnya yang ia sebut dengan istilah kesialan. Salah satu kesialan yang paling mengejutkan dalam hidupnya adalah terpaksa menikah di usia 18 tahun dengan laki-laki yang sama sekali belum pernah ia temui sebelumnya.
Kesialan dalam hidupnya berlanjut ketika ia juga harus di tendang masuk ke Cakrawala High School - sekolah dengan asrama di dalamnya. Dan di tempat itu lah, kisah Krystal yang sesungguhnya baru di mulai.
Bersama cowok tampan berwajah triplek, si kulkas berjalan, si ketua osis menyebalkan. Namun dengan sejuta pesona yang memikat. Dan yang lucunya adalah suami sah Krystal. Devano Sebastian Harvey, putra tunggal dari seorang mafia blasteran Italia.
Wah, bagaimana kisah selanjutnya antara Krystal dan Devano.
Yuk ikuti kisahnya.
Jangan lupa Like, Komen, Subscribe, Vote, dan Hadiah biar Author tambah semangat.
Salam dari Author. 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 14 : KRYSTAL VS METTA
Krystal baru bangun pukul 08.30 pagi, itupun setelah kamarnya digedor-gedor oleh seorang wanita paruh baya yang diperkenalkan sebagai wali kelasnya di kelas XII IPA 2---Bu Laras namanya.
Hari ini adalah hari pertama Krystal sebagai siswi resmi Cakrawala High School.
Mandi, lalu bersiap-siap sebentar. Memakai seragam, berdandan seadanya, tidak lupa memakai aksesoris yang biasa ia pakai untuk mempermanis tampilannya. Diluar kamar ada Bu Laras yang menunggu.
Setelah siap, Krystal mengikuti langkah Bu Laras di belakang dengan tanpa minat. Sesekali memperhatikan sekitar asrama yang sudah sepi. Mungkin karena siswa-siswi sudah pada masuk kelas. Biasanya jam segini Krystal akan berlari ke tembok belakang sekolah dan melompatinya agar bisa masuk. Tapi momen-momen itu tidak akan terulang untuk waktu dekat ini.
Ya, jangan kalian pikir Krystal sudah menerima nasibnya sepenuhnya di sekolah ini.
Lihat saa! William telah membuat kesalahan besar dengan memasukkannya ke boarding school ini. Apa William pikir Krystal akan berhenti merecoki ketenangannya dan bertobat di sini? Oh tentu tidak, Tuan Zourist. Jangan panggil dirinya Krystal Berliana Zourist, kalau tidak bisa membuat William Zourist terserang stroke suatu saat nanti karena kelakuannya. Lihat saja. Tunggu tanggal mainnya. Tidak ada satu orang pun yang bisa merenggut kebebasan hidupnya. Tidak satupun.
Krystal dan Bu Laras tiba di kelas XII IPA 2. Para siswa yang tadinya tampak tentram mengikuti pembelajaran. Perhatian mereka mulai teralihkan pada seorang gadis cantik yang berdiri disamping Bu laras.
Tidak lama setelah itu bisik-bisik pun mulai terdengar.
"Anjir cantik banget."
"Matanya bagus banget gila. Sorotannya itu loh buat gue meleleh."
"Es krim lo meleleh segala!"
"Bibit Zourist nggak pernah gagal."
"Ya nambah lagi deh cecan di kelas ini. Mana ini tajir parah lagi."
Krystal mendengus samar mendengar bisik-bisik tersebut. Tidak tahu jika menjadi putri dari seorang Zourist sudah membuat Krystal hampir gila. Enak apanya? Preett!
"Udah jangan pada berisik. Krystal, ayo silahkan perkenalkan diri kamu." Bu Laras mempersilahkan Krystal.
Mata elang Krystal menyusuri setiap sudut kelas. Memastikan satu hal, bahwa suaminya--- eh, maksudnya cowok mesum mengerikan kemarin tidak satu kelas dengannya. Dan sejauh matanya memandang. Krystal tidak menemukan wujud cowok itu. Baguslah! Paling tidak nanti Krystal hanya tinggal mencari cara bagaimana menghindari sosok itu diluar kelas. Bukan, bukan karena Krystal takut, ia hanya terlalu malas untuk berurusan dengan cowok mesum menyebalkan seperti Devano.
Tampan sih, tapi cabul.
"Nama gue Krystal." Singkat, padat dan cukup jelas.
"Nama panjang." Seru Bu Laras.
Krystal mendengus. " Krystal Berliana Zourist."
"Hanya itu? Kamu tidak ingin..."
"Tidak."
Wanita paruh baya itu menghela nafas perlahan.
"Baiklah. Silahkan kamu duduk di bangku kosong barisan ketiga. Disamping siswi yang tidur dipojok itu." Kata Bu Laras menunjuk bangku kosong yang dipojok.
Krystal berjalan santai menuju bangku yang di maksud. Semua pasang mata tidak lepas memandangi langkahnya dan itu cukup mengherankan untuk Krystal. Segitu populer kah dirinya di sini bahkan di hari pertama masuk?
"Baiklah anak-anak, silahkan lanjutkan pembelajarannya. Permisi, Bi Tri." Pamit Bu Laras yang di balas anggukan oleh Bu Tri--- guru matematika itu.
Krystal telah duduk d bangku kosong tersebut. Melirik sekilas pada seorang gadis dengan surai di atas bahu yang dicat random dengan warna merah. Terlihat tidak terganggu dengan kebisingan kelas. Posisi tidur gadis itu menghadap tembok, sehingga ia tidak bisa melihat wajahnya. Tidak peduli juga sebenarnya. Namun, penampilan gadis ini cukup mencuri perhatian Krystal.
"*Ternyata ada juga yang spesies gue di sini." Seringai Krystal dalam hati*.
"So? Selamat datang di Cakrawala High School."
Krystal mengernyit ketika mendengar suara tersebut. Ia menoleh dan sudah mendapati gadis di sampingnya itu menegakkan kepala dan menatapnya dengan sebelah alis yang terangkat.
Cool.
"Gue Zoey Mirabelle. Gue suka mata lo, maka mari berteman." Zoey mengulurkan tangannya dengan senyuman miring yang terukir di wajah cantiknya.
Krystal memandangi dingin uluran tangan Zoey.
"Gue nggak minat." Kata Krystal.
Zoey seketika terkekeh sarkas. Kembali menarik tangannya.
"So cool. Semoga lo nggak akan nyesel. Karena spesies kayak lo dan gue di sekolah ini, sangat langka." Kata Zoey.
Sedikit mencondongkan tubuhnya pada Krystal. Zoey berbisik.
"Gue yakin lo butuh gue untuk bertahan di neraka ini." Seringai Zoey.
Neraka? Ya, sekolah megah ini lebih cocok disebut neraka memang. Meskipun tidak membatasi akses siswa-siswi berkomunikasi dengan dunia luar, buktinya mereka masih diperbolehkan untuk memegang ponsel. Hanya saja, untuk keluar dari lingkup Cakrawala High School sangatlah sulit.
Krystal tidak menanggapi. Meski ia akui, dirinya dan Zoey bisa sefrekuensi. Pasalnya gadis ini bahkan terlihat lebih bad darinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bel menandakan jam istirahat berbunyi. Krystal berjalan dengan santai menyusuri setiap sudut Cakrawala High School, di temani Zoey Mirabelle di sampingnya. Entahlah, Krystal tidak meminta tapi gadis itu saja terus mengikuti setiap langkahnya. Dan dengan semangat menjelaskan setiap seluk beluk sekolah padanya, yang sama sekali sebenarnya tidak penting untuk Krystal. Meski begitu,Krystal tetap mendengarkannya. Hitung-hitung nanti pada saat ia berencana kabur, ia sudah hafal dengan seluk beluk Cakrawala.
"Well, sekarang semua orang mengagumi lo dan menganggap lo adalah the next queen bee di sekolah ini." Kata Zoey dengan santai, sembari mulutnya terus mengunyah permen karet. Dengan kedua tangan yang di masukkan ke saku blezer.
Langkah mereka berbarengan memasuki area kantin. Dan duduk di salah satu meja paling pojok, hanya Krystal karena Zoey melipir ke bagian stand yang menjual perbaksoan.
Selagi menunggu Zoey Krystal mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin yang cukup ramai. Kantinnya juga mewah dengan beragam jenis makanan. Sepertinya semua makanan di dunia ada di sini bukan hanya di Indonesia Food saja.
Sampai mata Krystal tanpa sengaja menangkap satu laki-laki yang duduk dipojok lain yng sejak tadi memperhatikannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Krystal tentu tahu siapa cowok itu.
Keduanya bertatapan beberapa detik, hingga sebuah suara memutuskan panangan Krystal lebih dulu.
"Devano Sebastian Harvey. Dia Cassanova Cakrawala High School, ketua osis, kapten tim basket putra dan yang penting di adalah anak pemilik sekolah." Ujar Zoey yang sudah kembali dengan kedua mangkok bakso di nampannya.
Tanpa Zoey jelaskan pun Krystal juga sudah tahu. Fyi saja ya, Krystal memang kemarin iseng-iseng mencari tahu tentang cowok berstatus sebagai suaminya itu. Biasanya dia akan tinggal nerima beres dari Carletta.
Mengingat nama itu kembali membuat Krystal jengkel sekaligus kangen. Sudah lebih dari seminggu ia tidak berkomunikasi dengan Carletta dan Sasa. Meski kedua sahabatnya itu berulang kali mengirimkan chat dan menelpon, yang semuanya Krystal abaikan. Ia masih kesal.
"Pangeran es di sekolah ini. Dia sempat pindah setahun yang lalu ke Los Angeles..." Ucapan Zoey kali ini mengundang atensi Krystal.
"Pindah?" Beo Krystal.
Zoey mengangguk.
"Nggak tahu sih alasannya apa. Trus sekarang tiba-tiba balik lagi. Gue saranin sama lo mending jangan pernah deh berurusan sama dia." Kata Zoey.
Krystal menaikkan sebelah alisnya seakan bertanya 'Kenapa.'
"Nggak papa. Serem aja. Lo nggak lihat tatapan matanya dingin mencekam kayak gitu? Di tambah dia itu anak mafia kelas tinggi. Hampir tiga tahun gue sekolah di sini, nggak pernah kepikiran buat caper sama dia. Serem." Kata Zoey.
"*Lo nggak tahu aja, orang barusan lo bilang serem itu statusnya suami gue, bego." Batin Krystal*.
Oke, kali ini Krystal setuju dengan Zoey. Aura devano itu memang sangat menyeramkan, Krystal tidak bohong. Bahkan ditatap dingin dari jarak 2 meter saja aura mencekamnya sudah dapat kalian rasakan dan membuat bulu kuduk kalian merinding.
Itulah Krystal rasakan sekarang, ketika di sana, mata Devano terus tertuju padanya. Sebelum diakhiri dengan senyuman miring.
William sialan! Bisa-bisanya menjodohkannya dengan laki-laki seperti Devano. Kampret!"
"Nah yang tiga itu, sahabat-sahabatnya. Rangga si kulkas berjlan nomor 2, Dimas si senggil dikit langsung bacok, Iqbal yang agak lumayan ramah dan kalem sebenarnya, tapi sama aja sih seremnya. Aura mereka berempat itu mematikan untuk semua siswa. Mungkin karena empat-empatnya anak keturunan Mafia kelas tinggi." Zoey lanjut memberikan informasi.
"Lo salah satu lambe turah Cakrawala?" Zoey terkekeh mendengar pertanyaan Krystal.
"Bukan. Tapi siapa sih yang nggak kenal mereka. Jadi lo harus kenal juga, biar ngak nimbul masalah ntar." Krystal mendengus, memang dia serusuh itu apa.
"Cobain. Bakso terenak di sini. Fyi, aja buat lo, makanan ini menjadi salah satu alasan gue teta mau di neraka ini." Ujar Zoey, sembari mulai memakan bakso miliknya dengan lahap.
Zoey Mirabella. Baru sehari Krystal mengenalnya. Namun, pribadi gadis ini cukup menarik. Sejauh yang Krystal bisa lihat, Zoey itu baddass, bukan karena penampilannya yang bad parah, melainkan sikapnya yang cuek, jutek dan terkadang bisa sinis juga. Yang paling menonjol dalam diri Zoey adalah 'PENYENDIRI' sejauh ini Krystal tidak melihat ada siswi lain yang berteman dengannya. Namun, gayanya yang swag membuatnya terlihat tidak begitu membutuhkan teman.
"Motivasi hidup lo ternyata rendahan." Ujar Krystal datar.
Kegiatan Zoey yang akan menyendok kembali bakso ke dalam mulutnya terhenti. Ia mengangkat kepalanya menatap Krystal, lalu mengulas senyum miring.
"Gue hidup untuk makan." Balas Zoey santai.
Yang mengundang dengusan sinis dari Krystal.
Melihat Zoey yang begitu laha memakan bakso tersebut, membuat Krystal jadi penasaran dengan bagaimana rasanya. Mencoba tidak ada salahnya bukan? Lagian Krystal juga belum makan apa-apa sejak tadi pagi, karena bangun kesiangan.
Suapan pertama, Krystal merasakan sensi berbeda di lidahnya. Enak. Serius, Krystal tidak berbohong, mungkin ini bakso terenak yang pernah Krystal coba.
"Enak kan?" Goda Zoey.
"Lumayan lah." Tetap stay cool.
Bukan lumayan lagi, ini enak banget. Kayaknya Krystal akan jadi langganan tetap bakso ini.
Saat Krystal sedang menikmati baksonya, entah kenapa ia merasakan aura mencekam seperti menusuk tubuhnya, membuatnya merinding tanpa sebab. Hingga tanpa sengaja mata Krystal kembali tertuju ke sana.
"*Sialan! Dia kenapa ngeliatin gue terus, sih?" Batin Krystal gelisah*.
Pasalnya tatapan Devano kali ini lebih tajam, intens dan sangat mengintimidasinya. Seakan ada sesuatu yang di tahan oleh cowok itu. Kenapa?
Mencoba untuk tidak peduli, Krystal kembali melanjutkan kegiatan makannya yang tertunda.
"Lo emang sependiam ini ya?" Zoey kembali memulai pembicaraan.
"Nggak. Kasihan lo nya nanti kalau tahu gimana aslinya gue." Balas Krystal santai.
"So cool." Zoey seketika tertawa.
"Terlahir sebagai Zourist, bukan berarti lo punya hak untuk mengambil milik orang lain."
Mengernyit, ketika suara sinis itu terdengar dari belakang tubuhnya. Krystal menoleh dan mendapati seorang gadis yang kalau ia tidak salah ingat---kemarin sempat ditabraknya. Mata Krystal turun pada name tag yang gadis itu kenakan.
Metta.
"Apaan sih lo, Ta? Nggak usah nyari masalah deh." Zoey mendengus jengah.
"Gue nggak ngomong sama lo." Ujar metta datar pada Zoe.
"Jangan mentang-mentang lo anak konglomerat, terus lo bebas seenaknya di sini. Lo masih anak baru di sini, jadi tolong jaga sikap." Matanya kembali fokus pada Krystal.
Krystal menaikkan sebelah alisnya. Tidak mengerti dengan apa yang gadis di hadapannya ini katakan. Terlebih sekarang semua pasang mata di kantin tengah menatap ke arah mejanya. Dalam kondisi yang berubah sunyi, seakan sebentar lagi ada tontonan yang menarik.
Krystal baru akan mengangkat suara, saat seseorang lebih dulu berlari dan mengamit lengan Metta.
Lenna.
"Sorry ya kalau Metta ganggu makan siang kalian. Kami permisi dulu." Lenna melempar senyuman canggungnya pada Krystal. Bermaksud akan menarik Metta pergi bersamanya.
Namun, temannya itu malah mempertahan posisinya.
"Ta, udah. Yang mau pindah kamar itu gue sendiri, bukan..."
"Nggak bisa Len! Kamar itu kan punya Lo! Masa gara-gara anak baru yang lebih tajir aja lo harus diusir dari kamar lo sendiri?! Itu nggak adil namanya!" Sentak Metta.
Oke, sekarang Krystal mengerti apa titik permasalahannya.
"Ta, cuma kamar doang, lo nggak perlu marah-marah kayak gini. Malu dilihatin orang." Bisik Lenna.
"Biarin! Biarin semua orang dengar! Kalau anak baru yang mereka elu-elu kan ini, nggak punya attitude! Sekolah pakai duit orangtua aja bangga!" Ujar Metta menekankan kalimat terakhirnya dengan mata menatap tajam ada orang yang dibicarakan.
"Ta..."
Sebuah tawa sarkas terdengar lolos dari mulut Krystal. Membuat ucapan Lenna terhenti dan melirik tidak enak pada Krystal yang sedang meneguk minumannya dengan santai. Sebelum akhirnya bangkit berdiri, tidak ingin membuang waktu untuk meladeni Metta.
"Mau kemana lo, hah?!" Tapi sepertinya Metta masih begitu penasaran dengannya.
Dipandanginya tangan Metta yang mencekal kuat lengannya. Lalu Krystal berpindah menatap pada si empunya tangan.
"Lepas!" Suara dingin Krystal sungguh mencekam.
Semakin membuat para pengunjung kantin berminat untuk menyaksikan adegan selanjutnya yang akan terjadi.
"Nggak! Sebelum lo balikin lagi kamar Lenna!" Desis Metta.
"Ta, ini cuma masalah kamar. Emang apa bedanya sih kamar VIP sama strata satu? Sama-sama nyaman kok." Lenna angkat suara, berusaha mendinginkan suasana.
"YA BEDA LAH, LEN! KAMAR ITU KAN HADIAH PIHAK SEKOLAH BUAT LO! KARENA SEBAGAI SISWI BEASISWA LO BERHASIL MENGHARUMKAN NAMA SEKOLAH LEWAT PRESTASI AKADEMIS LO!" Teriak Metta, nafasnya memburu.
"Dan sekarang ada orang tolol yang seenaknya ngambil hak milik lo! Haya karena dia lebih tajir!" Geramnya tertahan.
"Bentar... Oh jadi teman lo ini anak beasiswa yang beruntung bisa dapat kamar VIP, hm?" Kata Krystal sembari membawa langkahnya mendekati Lenna dan Metta. Mengulas smirknya.
"Berati fine-fine aja dong kalau kamarnya gue ambil. Kan nggak bayar." Lanjut Krystal sinis.
Lenna diam, karena memang apa yang Krystal katakan itu fakta. Ia bisa bersekolah di Cakrawala High School hanyalah karena beasiswa penuh yang di dapatkannya.
Sementara Metta naik pitam. Tidak terima jika temannya direndahkan.
"HEH! JAGA YA MULUT LO! PALING NGGAK DIA SEKOLAH DI SINI KARENA MEMANG PUNYA OTAK! NGGAL KAYAK LO! ANAK ORANG KAYA, TAPI TOLOL NGGAK PUNYA OTAK! YANG SEKOLAH DI SINI CUMA KARENA DUIT ORANG TUA!"
"Ya udah lo nggak usah nyolot dong, anjing. Apa yang Krystal bilang itu benar, kan? Lenna di sini karena beasiswa. Dan anak beasiswa harusnya ada kamar strata satu. Bukan begitu, Bu Waketos?" Zoey ikut mengulas smiriknya, melirik Lenna yang berdiri canggung.
"LO DIAM DEH! GE NGGAK ADA URUSAN SAMA LO!"
Terus lo pikir urusan yang lo permasalahkan ini ada sangkut pautnya sama lo, hah? Nggak usah sok jadi center di sini, Ta! Lo pikir lo keren gitu?" Zoey naik pitam.
"LO!"
"Kenapa?" Zoey akan maju menantang Metta. Namun, rentangan Krystal menghentikannya.
"Sellow, Metta. Calm down. Nggak usah pakai tarik urat segala kalau ngomong di depan gue. Yang harus lo ingat di otak lo sekarang.... pertama, tanya teman lo ini siapa yang merelakan kamarnya untuk siapa. Apa gue pernah paksa dia?" Krystal semakin mempertipis jaraknya dengan Metta.
"Nggak usah nunjuk-nunjuk Lenna!" Desis Metta menepis tangan Krystal yang terarah pada Lenna dengan kuat.
"Owh. Kayaknya lo terlalu lancang ya sama gue. Kenapa? Karena gue anak baru, gitu? Jadi lo berpikir bisa menginjak-nginjak gue di hari pertama gue sekolah, iya? Ada masalah apa lo sama gue, hm? Gue ganggu hidup lo? Atau takut tersaingi sama gue, iya?"
Suasana semakin mencekam saat Krystal mulai mendorong-dorong pundak Metta. Wajah gadis itu terlihat tenang, namun mata elang itu tidak bisa berbohong bahwa ada emosi tertahan di sana.
Berbeda dengan Metta yang lebih terlihat menggebu-gebu. Terlebih sekarang ketika dirinya mulai terpojok oleh Krystal. Metta berniat untuk balas mendorong, namun gerakan tangan Krystal yang begitu cepat sudah memelintir tangan Metta ke belakang yang tadi akan mendorongnya.
BRUK!
Semua kaget, ketika secara tidak terduga Krystal menghantam kepala Metta ke meja. Lalu menekannya di sana, dengan posisi tangan Metta yang masih ia pelintir.
Aura yang dikeluarkan Krystal sekarang langsung membuat semua penghuni kantin meneguk ludahnya, ngeri. Sungguh menyeramkan terlebih mata elang yang tadinya mempesona seakan berubah menjadi sorotan mematikan.
Beberapa pasang mata bahkan sampai menatap pada Devano yang selaku ketua osis juga terlihat duduk santai, tanpa ekspresi. Seakan menikmati tontonan. Bahkan Lenna pun ikut panik melihat Metta yang terus merintih kesakitan.
Zoey? Mematung. Apa ini aslinya Krystal.
"Gue peringatin sama lo! Sekali dua kali gue mungkin diam dan terkesan menerima semua omongan yang keluar dari mulut busuk lo! Tapi ketiga kalinya, kalau lo berniat untuk mempermalukan gue di depan banyak orang! Gue nggak akan segan-segan untuk melakukan hal yang sama. Bahkan lebih parah lagi!" Desis Krystal dan langsung menghempaskan tangan Metta yang dipelitirnya dengan kasar.
Metta yang tidak siap dan masih dikuasi rasa kaget, meluruh ke lantai tanpa perlawanan bagitu saja. Memegang pergelangan tangannya yang sakit. Bahkan ia beringsut mundur ketika Krystal mulai berjongkok di sampingnya.
"Kenapa? Mana suara bacot lo tadi, hm? Seperti yang lo bilang, gue adalah Zourist. Jangan sebuah kamar, harga diri lo bahkan keluarga lo sendiri gue bisa gue beli!" Kata Krystal penuh penekanan.
"Ah, satu lagi. Lo sangat ingin bukan, kalau gue mengembalikan kamar teman lo ini? Gimana dengan one by one?"
Metta mengernyit, belum sempat ia mencerna apa yang Krystal ucapkan. Krah bajunya sudah ditarik kasar hingga tubuhnya berdiri, agar terseok.
"Gue dengar lo kapten tim basket putri di sini. Dan kebetulan nya, gue juga pemegang jabatan kapten tim putri basket di Panca Dharma. Hari ini, setelah jam terakhir selsai. Gue tunggu lo di lapangan! Kita duel."
Metta diam menatap Krystal.
"Kalau gue kalah, gue akan balikin kamar Lenna, tapi kalau gue yang menang... minta maaf, sujud di kaki gue dan serahin jabatan kapten lo ke gue." Krystal kembali memutus jaraknya dengan Metta.
Degh!
Ucapan Krystal itu tidak lantas membuat Metta mematung. Bukan hanya Metta, tapi Lenna serta semua orang yang mendengarnya ikut terperangah.
Wow! Taruhan yang tidak main-main. Semua siswa-siswi Cakrawala High School juga tahu apa arti basket untuk Metta. Melalui basket lah gadis itu mencetak prestasi. Basket bukan hanya sekedar hobi Metta, tapi lebih daripada itu.
"Lo pikir gue takut, hm?" Ucap metta datar dan percaya diri.
Dan jawaban Metta yang balik menantang, semakin menantang.
"Harusnya sih nggak, ya. So, sampai bertemu di lapangan." Seringai Krystal, lantas meninggalkan kantin diikuti oleh Zoey.
"Gue udah bilang kan, Ta. Nggak usah. Sekarang kalau udah kayak gini gimana?" Ujar Lenna khawatir dengan Metta.
"Udah lo tenang aja, gue pasti menang kok." Balas Metta, menenangkan Lenna.
"Tapi kalau sampai lo kalah, lo akan ngorbanin jabatan kapten, Ta." Sungguh Lenna khawatir.
Untung kemungkinan yang satu itu, Metta juga takut sebenarnya. Terlebih ia belum tahu pasti seperti apa permainan Krystal dan sehebat apa gadis itu dilapangan.
Sementara itu, untuk keluar dari kantin. Krystal harus melewati meja Devano. Matanya sempat bertemu pandang dengan cowok itu beberapa detik. Lagi senyum miring Devano membuat Krystal cukup terintimidasi. Belum lagi ketika cowok itu mengedipkan sebelah mata le arahnya.
"*Oh god! Kenapa Devano begitu seksi?" Batin Krystal*.
Krystal merasa otaknya mulai tidak waras.
"*Come on, Krystal! Lo harus nyari car biar Devano muak dan talak lo detik itu juga." Batin Krystal*.