Kecelakaan yang menimpa Nasya bersama dengan calon suaminya yang menghancurkan sekejap kebahagiaanya.
Kehilangan pria yang akan menikah dengan dirinya setelah 90% pernikahan telah disiapkan. Bukan hanya kehilangan pria yang dia cintai. Nasya juga kehilangan suaranya dan tidak bisa berjalan.
Dokter mengatakan memang hanya lumpuh sementara, tetapi kejadian naas itu mampu merenggut semua kebahagiaannya.
Merasa benci dengan pria yang telah membuat dia dan kekasihnya kecelakaan. Nathan sebagai tersangka karena bertabrakan dengan Nasya dan Radit.
Nathan harus bertanggung jawab dengan menikahi Nasya.
Nasya menyetujui pernikahan itu karena ingin membalas Nathan. Hidup Nasya yang sudah sepenuhnya hancur dan juga tidak menginginkan Nathan bisa bahagia begitu saja yang harus benar-benar mengabdikan dirinya untuk Nasya.
Bagaimana Nathan dan Nasya menjalani pernikahan mereka tanpa cinta?
Lalu apakah setelah Nasya sembuh dari kelumpuhan. Masih akan melanjutkan pernikahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 16 Kedekatan Yang Terjalin
Dengan segala usaha yang dilakukan Nasya untuk berdiri yang ternyata tidak membuahkan hasil dan seketika itu juga tiba-tiba Nasya melihat sepasang kaki tegak di hadapannya yang membuat kepalanya perlahan terangkat dengan tangan yang mengulur yang ternyata itu adalah Nathan.
Nathan mengarahkan tangannya untuk disambut sang istri. Nasya dari ekspresi wajahnya terlihat gengsi, tetapi mau tidak mau dia menyambut uluran tangan tersebut. Nathan yang ternyata tidak berusaha untuk membantunya, hanya menjadi pegangan yang kuat untuk Nasya agar bisa berusaha untuk berdiri sendiri.
Dengan sekuat tenaga dia mencoba untuk berdiri, tubuh Nasya tidak memiliki keseimbangan dan pada saat sudah berhasil berdiri yang menabrak tubuh tegap Nathan yang hampir saja mereka berdua terjatuh dan untung saja Nathan begitu kuat yang menahan tubuh nasha dengan memeluk pinggang Nasya.
Gara-gara insiden tersebut membuat kedekatan diantara mereka berdua, jarak wajah yang begitu dekat dengan mata yang saling menatap, nafas yang saling menerpa.
Baik Nasya dan Nathan sama-sama betah dengan posisi mereka berdua yang tetap diam selama beberapa menit dan sampai akhirnya Nasya menyadari hal itu dan mengalihkan pandangannya, wajahnya tampak begitu gugup, tetapi tidak mungkin juga melepaskan diri dari Nathan karena dia bisa jatuh.
Situasi berubah menjadi canggung dan begitu juga dengan Nathan yang juga tampak salah tingkah, Nathan yang meletakkan tangannya di bawah lutut Nasya dan akhirnya menggendong Nasya ala bridal style yang mengembalikan Nasya untuk menduduki kursi roda yang sedikit jauh dari tempat dia jatuh.
Nasya beberapa kali kesulitan menelan saliva dengan tangan yang dikalungkan di leher Nathan, bahkan wajahnya terus melihat Nathan dan entah kenapa tiba-tiba saja Nasya seperti itu yang biasanya banyak tingkah.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Nathan setelah selesai mendudukkan sang istri. Nasya menggelengkan kepala.
"Kamu masih ingin tetap berlatih atau ingin istirahat dulu?" tanya Nathan.
Nasya tidak memberikan respon.
"Kamu sudah terlalu lama berlatih, aku akan mengantar kamu ke kamar," ucap Nathan. Tidak protes dari Nasya yang berarti dia memang sudah ingin beristirahat.
Nathan yang mendorong kursi roda tersebut yang sampai akhirnya memasuki kamar. Nathan yang kembali mengangkat tubuh kecil sang istri yang memindahkan untuk duduk di pinggir ranjang. Nathan yang terlihat berjalan menuju nakas dan mengambil kotak obat lalu kembali ke hadapan Nasya dengan satu lututnya menyentuh lantai.
Nathan mengambil tangan sang istri yang melihat telapak tangan itu tampak terluka. Nasya tadi mengatakan tidak apa-apa dan ternyata tangannya cukup banyak goresan.
"Tidak apa-apa. Luka seperti ini sangat biasa, terkadang memang segala sesuatu itu harus mendapatkan luka. Bukan berarti kita harus menyerah," ucap Nathan yang mulai mengobati luka itu.
"Isssss..." tiba-tiba keluar suara lirihan dari mulut Nasya saat Nathan memberikan alkohol pada luka tersebut.
Nathan kaget mendengarnya mengangkat kepala yang menatap Nasya begitu serius. Nasya tampak bingung dengan ekspresi wajah Nathan.
"Kamu sadar barusan apa yang terjadi?" tanya Nathan. Nasya menggelengkan kepala yang memang tidak mengerti.
"Nasya kamu baru saja mengeluarkan suara, kamu baru saja berdesis," ucap Nathan. Nasya juga kaget yang memang tidak menyadari hal itu.
"Aku jelas-jelas mendengarnya, kamu coba lagi!" ucap Nathan. Nasya menurut dan berusaha untuk mengeluarkan suara.
Tetapi ternyata tidak bisa yang mungkin saja hal tadi memang secara spontan keluar begitu saja.
"Sudah kamu tidak perlu memaksakannya," ucap Nathan yang juga tidak ingin melihat Nasya mengalami kesulitan.
"Tidak apa-apa. Itu artinya perkembangan kesehatan kamu benar-benar semakin maju. Kamu terus saja berlatih dan jangan pantang menyerah," ucap Nathan yang memberikan semangat. Nasya menganggukkan kepala.
"Benarkah aku baru saja mengeluarkan suara?" batin Nasya.
"Baiklah sudah selesai," Nathan mengakhiri pengobatan tersebut.
"Kamu boleh berlatih terlalu keras, tetapi harus memikirkan keselamatan juga. Aku yakin kamu akan secepatnya sembuh," ucap Nathan yang terus saja memberikan semangat.
"Kamu istirahatlah," ucap Nathan yang berdiri mengembalikan kotak obat tersebut ke tempat semula.
Nathan yang tidak mengatakan apa-apa lagi langsung keluar dari kamar Nasya yang tidak lupa menutup pintu.
Nasya tiba-tiba saja memegang dadanya.
"Ada apa denganku? Kenapa tiba-tiba jantungku berdebar," tanyanya dalam hati dengan penuh kebingungan.
Perasaannya yang memang tidak tampak biasanya dan mungkinkah Nasya sudah mulai menerima kebaikan Nathan yang memang tulus merawat dirinya.
***
Nasya yang keluar dari kamar dengan mendorong kursi rodanya sendiri.
"Kenapa rumah ini sepi sekali? Kemana Bibi dan dia sendiri ke mana. Huhhhh pasti lah dia sedang pergi enak-enakan harian sementara aku hanya berada di rumah," batinnya dengan menghela nafas.
Nasya yang melanjutkan mendorong kursi rodanya dan tiba-tiba saja kursi roda itu berhenti yang sekitar 3 meter dari depan kamar Nathan. Nasya melihat yang ternyata Nathan berada di dalam kamar yang sedang melaksanakan sholat.
Nasya menghentikan mendorong kursi rodanya yang ingin memastikan jika itu benar Nathan atau tidak Ya jelas Nathan karena siapa lagi laki-laki di rumah itu juga bukan dia. Ekspresi wajah Nasya tampak tidak terbaca yang tetap saja diam kaku melihat ke arah suaminya itu yang begitu sangat khusyuk dalam sholatnya.
Karena terus saja melamun yang tanpa disadari Nasya Nathan sudah selesai melaksanakan ibadah tersebut dan sangat kebetulan dia juga melihat ke arah pintu kamar. Nasya melotot dan dengan cepat mengalihkan pandangannya.
Nasya menjadi panik sendiri dan terlihat buru-buru membalikkan kursi rodanya yang menjauh dari tempat tersebut. Hal itu membuat Nathan yang berdiri sembari mengambil sajadahnya dan mendekati pintu kamar yang melihat kepergian Nasya. Dia bahkan sampai khawatir jika Nasya terlalu kencang mendorong kursi roda tersebut dan akhirnya bisa tersungkur.
Nathan kebingungan dengan tingkah istrinya itu yang hanya mengangkat kedua bahunya.
***
Nasya yang berada di teras rumah yang menghirup udara malam-malam, suasana di Swiss yang memang begitu sepi, tetapi begitu sangat menyenangkan karena mendapatkan banyak ketenangan dan tidak berisik. apalagi pemandangan yang berada di depan rumahnya yang begitu asri, walau malam hari tetap terlihat begitu indah.
"Kamu mencari Bibi!" suara datar itu membuat Nasya kaget yang melihat ke arah Nathan yang sudah berdiri di sampingnya.
Nasya menganggukkan kepala.
"Bibi sedang keluar sebentar. Kamu butuh sesuatu?" tanya Nathan.
Nasya mengambil ponselnya yang terlihat mengetik.
"Aku mau jalan-jalan keluar. Aku tidak mampu mendorong kursi roda aku terlalu jauh dan aku juga tidak tahu tempat ini," tulisi Nasya.
"Baiklah! Kalau begitu biar aku saja yang menemani kamu," ucap Nathan.
"Aku ambil jaket ke dalam dulu, cuaca yang terlalu dingin untuk berada di luar," ucap Nathan. Nasya menganggukkan kepala.
Akhirnya Nathan dan Nasya jalan-jalan juga di luar dengan Nathan yang mendorong kursi roda Nasya. Mereka berdua juga sudah memakai jaket agar menghindari cuaca yang begitu dingin.
Hanya jalan-jalan di sekitar rumah, melewati beberapa rumah tetangga mereka yang jaraknya cukup jauh dari rumah mereka. Jangankan hari yang terang malam saja begitu sangat sepi sekali.
Sejak tadi pasangan suami istri itu tidak ada membangun komunikasi apapun, baik Nathan juga tidak mengajak Nasya berbicara dan Nasya juga sepertinya ingin menikmati tempat tersebut.
Bersambung.....