Kapan lagi baca novel bisa dapat hadiah?
Mampir yuk gaes, baca novelnya dan menangkan hadiah menarik dari Author 🥰
-------------------
"Aku akan mendapatkan peringkat satu pada ujian besok, Bu. Tapi syaratnya, Bu Anja harus berkencan denganku."
Anja adalah seorang guru SMA cantik yang masih jomblo meski usianya sudah hampir 30 tahun. Hidupnya yang biasa-biasa saja berubah saat ia bertemu kembali dengan Nathan, mantan muridnya dulu. Tak disangka, Nathan malah mengungkapkan cinta pada Anja!
Bagaimana kelanjutan kisah antara mantan murid dan guru itu? Akankah perbedaan usia di antara keduanya menghalangi cinta mereka? Ikuti kisah mereka di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Si Joni
Nathan tiba di rumah saat jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sebelum masuk, ia menyempatkan diri untuk menoleh ke arah rumah tetangganya, rumah Anja. Ia menarik napas panjang ketika melihat pintu utama rumah itu sudah tertutup rapat.
"Sepertinya hari ini aku belum bisa melihat dia," gumamnya pelan. "Tapi tak masalah, aku sudah sangat dekat dengannya sekarang. Setelah tujuh tahun bersabar, menunggu beberapa hari lagi bukanlah hal besar."
Setelah puas memandangi rumah gadis pujaan hatinya itu, Nathan membuka pintu rumahnya dan masuk. Di dalam, ia menyalakan semua lampu ruangan, lalu melangkah menuju kamar. Kemejanya ia lepas begitu saja dan diletakkan sembarangan, sebelum bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Lima menit kemudian, Nathan keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggang. Saat berjalan menuju lemari pakaian, tanpa sengaja pandangannya tertuju pada jendela kamar. Dari celah-celah gorden, ia bisa melihat jendela kamar tetangganya. Pada saat itulah, Nathan melihat siluet seorang wanita.
Nathan terbelalak. Bayangan wanita yang ia lihat tampak sedang melepas pakaiannya. Jantungnya berdetak lebih cepat, namun ia segera tersadar dan memalingkan wajah.
"Astaga..." Nathan bersandar pada tembok, napasnya tersengal. "Apa yang barusan aku lihat?"
Nathan menundukkan wajah, dan ia mengumpat saat menyadari ada 'sesuatu' yang berdiri di bawah sana.
"Lo udah gila ya! Masa Lo ngintipin guru Lo?!" Nathan buru-buru menutup gorden jendela kamarnya rapat-rapat, lalu ia mengambil pakaian yang ada di lemari secara asal-asalan.
"Jangan main-main joni! Ini udah malem!" Nathan memarahi organ tubuhnya sendiri. "Dan otak! Jangan memikirkan yang tidak-tidak! Jangan berpikir yang aneh-aneh tentang Bu Anja!"
Nathan terus berperang dengan pikirannya sendiri. Setelah itu, ia mengambil selimut dan membungkus tubuhnya rapat-rapat, berusaha keras mengusir pikiran-pikiran kotornya.
Di sisi lain, Anja sedang mengganti pakaiannya dengan piyama tidur. Ia melepas pakaiannya dengan santai, sama sekali tidak menyadari ada mata yang sempat melihatnya. Anja sepenuhnya lupa kalau jendela kamarnya terlihat terang saat malam hari.
Selesai berganti baju, Anja langsung merebahkan badannya ke atas kasur. Menghela napas lega setelah berhasil meluruskan punggungnya yang lelah.
Notifikasi pesan masuk membuat Anja mengernyitkan dahi. Siapa yang mengirim pesan malam-malam begini?
(Nomor tak dikenal)
Met malemz deck
"Hah?" Anja terheran-heran melihat pesan itu. "Bocah alay darimana nih?"
(Nomor tak dikenal)
Ni Bg Broto deck, kenalanx Mb Eni
Q dapetz nomerz u dari dia
"Astaga..." Anja jadi menyesal karena sudah membuka pesan itu. "Dasar Eni Sutemi!" serunya kesal.
(Nomor tak dikenal)
Abg boleh vonz gk deck?
"Nggak!" Tanpa pikir panjang, Anja langsung memblokir kontak pria itu. Tapi sebenarnya ia merasa penasaran juga, seperti apa rupa kenalan Bu Eni yang katanya awet muda itu. Ia pun membuka foto profilnya dan...
"Awet muda apanya! Bahkan bapakku aja jauh lebih muda!" Anja sontak membanting ponselnya. Berbanding terbalik dengan bualan Bu Eni, orang yang dikenalkan kepada Anja ternyata wajahnya sudah tua dan perutnya buncit.
"Emang dia pikir, mentang-mentang aku udah ngejomblo lama, aku nggak punya selera laki-laki gitu?" Anja bergumam sambil menarik selimut. Rasa kesal yang memuncak membuatnya ingin cepat-cepat tidur.
Esoknya, Anja bangun dari tidur dengan perasaan kesal. Gara-gara ulah Bu Eni, Anja sampai bermimpi buruk dikejar-kejar Bang Broto.
"Eni Sutemi kampret!" umpat Anja kesal. "Besok-besok, aku nggak bakal nyapa dia lagi!"
Anja lalu keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur. Untung hari ini minggu, jadi ia tak perlu bertemu dengan Bu Eni yang menyebalkan.
"Pagi Bu," Anja mendekati ibu yang sedang sibuk memasak. Alisnya terangkat saat melihat meja dapur yang penuh makanan.
"Ada acara apa nih, Bu?" tanya Anja sambil mencomot tempe goreng. "Kok masak banyak banget?"
"Nggak ada acara apa-apa kok, Ibu cuma pengen masak aja. Sama mau ngasih buat tetangga baru kita,"
"Oh..." Anja menganggukkan kepala, tapi kemudian ia melihat tatapan mencurigakan dari sang ibu.
"Kenapa Ibu ngeliat aku kaya gitu?" tanyanya curiga.
"Kamu yang anterin ke sana ya?" pinta ibu sedikit memohon.
"Hah? Ogah!" tolak Anja mentah-mentah.
"Ya ampun Anja! Kamu melawan perintah Ibu?"
"Mana ada ngelawan, Bu? Aku cuma menolak, soalnya aku capek,"
"Ya sama aja kamu melawan!" Ibu bersungut-sungut. "Padahal Ibu nggak minta apa-apa, Ibu cuma minta kamu anterin ini ke tetangga sebelah tapi kamu nggak mau." Ibu mulai mengusap air mata palsunya.
Anja menarik napas panjang. Mulai lagi deh dramanya, batin Anja. Kalau sudah begini, mana mungkin dia menolak.
"Ya udah, mana?" Anja menjawab dengan nada malas. "Cuma nganterin doang kan? Nggak pake basa-basi sampai tukeran nomor telepon segala kan?"
"Iya..." Wajah Ibu langsung sumringah. Ia hendak memberikan mangkuk berisi sayur kepada Anja, tapi mendadak matanya melebar saat melihat penampilan putrinya.
"Kamu mau kesana pakai baju kaya gini?" Ibu menunjuk piyama tidur yang dipakai Anja. Rambutnya yang acak-acakan membuatnya terlihat seperti gembel. "Ganti baju dulu sana!"
"Yaelah, ngapain sih pake ganti baju segala Bu? Orang sini ke sana cuma lima langkah,"
"Anja, kamu itu statusnya sebagai seorang guru, sudah seharusnya kamu memperhatikan penampilanmu. Kalau misalnya ada wali murid yang lihat kamu kaya begini, bisa-bisa anak mereka langsung disuruh keluar dari sekolah!"
"Ih, emang apa hubungannya? Lagian aku kan cuma ke tetangga sebelah rumah doang, siapa sih yang bakal lihat, Bu?"
"Udah! Nggak usah banyak omong! Cepetan ganti baju sana! Rambutmu jangan lupa disisir! Terus pake bedak dan parfum dikit!"
"Nggak mau ah! Ribet!"
"Anja!" Ibu melotot, membuat Anja hanya bisa terdiam pasrah. Mau tidak mau, dia mengikuti saja perintah Ibunya daripada diusir dari rumah.
Beberapa menit kemudian, Anja kembali ke dapur. Bajunya sudah diganti dengan baju yang lebih rapi, rambutnya kini disisir rapi, dan sedikit bedak terlihat di wajahnya. Namun, ekspresi malasnya masih tampak jelas.
"Udah nih, Bu. Puas?" Anja mengangkat tangan, memutar badan agar ibunya bisa melihat seluruh penampilannya.
Ibu tersenyum puas. "Nah, begitu dong. Anterin ini sekarang," katanya sambil menyerahkan mangkuk berisi sayur dan bungkusan tempe goreng. "Jangan lupa bilang salam kenal dari Ibu."
"Tadi kata Ibu cuma suruh nganterin aja!"
"Iya, iya, udah sana!" Ibu mendorong tubuh Anja agar segera pergi. "Yang lama ya di sana!"
Dengan bibir cemberut, Anja melangkah keluar rumah menuju rumah tetangga mereka yang baru. Dengan ogah-ogahan, dia pun mengetuk pintu rumah itu.
"Permisi!"
...----------------...
Nathan baru terbangun dari tidurnya saat mendengar suara alarm ponsel yang berbunyi nyaring. Ia membuka mata dan segera bangkit dari kasur. Namun, baru saja mengumpulkan kesadaran, tatapannya langsung tertuju pada jendela kamar Anja. Ia jadi teringat kejadian semalam saat tak sengaja melihat bayangan Anja yang sedang berganti baju.
Plak! Nathan reflek menampar pipinya sendiri. Kesadarannya langsung pulih seratus persen.
"Sadarlah Nathan, Lo itu manusia, bukan binatang!" Nathan berusaha menenangkan joni-nya yang sudah berdiri tegak. "Kenapa aku jadi mesum begini, sih?"
"Permisi!" Sedang sibuk-sibuknya menenangkan diri, Nathan mendengar suara seorang wanita diiringi dengan ketukan pintu. Nathan menajamkan pendengaran, berusaha memastikan pintu yang diketuk adalah pintu rumahnya.
"PERMISI!" suara wanita itu terdengar makin keras.
"Iya! Sebentar!" seru Nathan sambil bergegas melangkah ke ruang depan.
"Siapa ya?" Pintu terbuka, dan Nathan sontak terbelalak kaget. Begitu pula dengan Anja yang kini berdiri di depan pintu rumah Nathan.
"Nathan?"
kamu g tahu aj sebucin apa Nathan