Tidak ada yang bisa memilih untuk dilahirkan dari rahim yang bagaimana.
Tugas utama seorang anak adalah berbakti pada orang tuanya.
Sekalipun orang tua itu seakan tak pernah mau menerima kita sebagai anaknya.
Dan itulah yang Aruna alami.
Karena seingatnya, ibunya tak pernah memanjakannya. Melihatnya seperti seorang musuh bahkan sejak kecil.
Hidup lelah karena selalu pindah kontrakan dan berakhir di satu keadaan yang membuatnya semakin merasa bahwa memang tak seharusnya dia dilahirkan.
Tapi semesta selalu punya cara untuk mempertemukan keluarga meski sudah lama terpisah.
Haruskah Aruna selalu mengalah dan mengorbankan perasaannya?
Atau satu kali ini saja dalam hidupnya dia akan berjuang demi rasa cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bund FF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
teman baru
"Kak Tyo kenapa perhatian banget sih sama cewek nggak jelas itu" rengek Mina, sangat wajar jika dia merasa cemburu karena pandangan terkesima Tyo terhadap Aruna tak terbantahkan.
"Maksud kamu Aruna? Memangnya kenapa kalau aku perhatian sama dia? Memang dia terlihat keren kan, Mina" ujar Tyo tak mau ambil pusing. Kembali berjalan ke arah mobilnya untuk meneruskan perjalanan.
Mina berjalan di belakang Tyo dengan wajah sangat cemberut. Bahkan sedikit menghentakkan kakinya agar Tyo tahu jika dia sedang tantrum.
Memasuki mobil dan menutupnya dengan cukup keras.
"Pelan-pelan dong, Mina" ujar Tyo kesal.
"Nggak jadi beli titipannya Tante Lidya?" tanya Mina mengingatkan Tyo akan tujuannya ke swalayan tadi untuk membelikan titipan dari mamanya.
"Lupa kan aku jadinya. Kamu sih ngambek mulu" ujar Tyo yang membuka lagi seat belt dan turun tanpa menunggu Mina. Tapi tentu Mina akan mengekor pada cowok tampan itu daripada nantinya digaet cewek lain.
Berjalan sedikit tergesa untuk mencari apa yang sudah mamanya suruh untuk dibeli. Terlihat Tyo tak mengalami kesulitan. Dan membeli minuman dingin setelah semua pesanan mamanya selesai untuk menyegarkan hatinya yang panas karena ocehan Mina.
Sementara Mina juga nampak ikut memilih apa yang dia mau. Lantas memasukkan ke dalam keranjang belanja yang Tyo bawa. Tyo hanya bisa melirik sebal dengan kelakuan Mina.
Setelahnya, mereka berdua melanjutkan perjalanan dalam diam. Keduanya sama-sama sedang kesal.
Begitu sampai di tempat tujuan, Mina segera turun dan tentu saja Tyo sudah tahu jika Mina akan segera mengadukan peristiwa yang telah mereka alami.
"Tante Lidya..." kata Mina setengah berteriak. Menghampiri mama Tyo dan mulai merangkulnya dengan manja.
"Kenapa Mina?" tanya Lidya dengan tangan masih sibuk membolak-balikkan sate diatas pemanggang elektrik.
"Kak Tyo jahat. Mina dimarahi terus daritadi" ucap Mina.
"Kenapa Tyo?" tanya Lidya yang melihat Tyo yang juga berdiri di sampingnya untuk membantu.
"Nggak ada apa-apa kok ma. Mina nya saja yang suka ngambek" jawab Tyo.
"Tadi ada yang nabrak mobilnya kak Tyo, ma. Tapi kak Tyo malah nggak minta ganti rugi" kesal Mina sambil mengadu.
"Loh, kalian habis tabrakan?" tanya Wulan panik, mama dari Mina yang ikut nimbrung obrolan anaknya dan mengecek keadaan putri kesayangannya.
"Nggak kok, cuma kesrempet doang. Lagian juga Tyo yang salah kok, ma. Jadi ya sewajarnya kalau nggak minta ganti rugi" kata Tyo.
"Kok bisa kesrempet sih, Tyo. Terus mobil kamu rusak? Kamu nyrempet apa?" tanya Lidya.
"Truk kontainer, ma. Masih untung teman Tyo yang mengendarai truk itu masih berjalan pelan jadi mobil Tyo cuma tergores dikit" kata Tyo.
"Kontainer? Kok bisa? Memangnya kamu punya teman yang jadi supir kontainer?" tanya Lidya heran.
"Adik kelas Tyo di sekolah, ma. Sekelas sama Mina tuh" jawab Tyo.
"Cowok?" tanya Lidya yang paham jika Mina masuk kelas IPS.
"Cewek" jawab Tyo.
"Cewek tapi bisa nyupir kontainer? Uwah, keren juga teman kamu, Mina" kata Lidya yang sependapat dengan Tyo.
"Bukan temanku kok, Tan. Males banget temenan sama supir" jawab Mina semakin bersungut. Niatnya mau lapor ke mamanya Tyo agar mendukungnya, tapi dia salah.
"Memangnya kenapa sama supir? Nggak ada yang salah dengan pekerjaan semua orang, Mina. Selama itu halal, yang penting kan nggak mencuri" kata Lidya yang sedikit tak suka karena Mina yang pilih-pilih teman.
Mina yang kesal memilih duduk saja sambil menikmati minuman dingin yang tadi dia beli di swalayan.
Keluarga Tyo dan Mina sedang pesta barbeque di villa milik keluarga Tyo. Sekalian melakukan pesta penyambutan papa Mina yang baru pindah dari Korea.
Wendy Nugroho, Papa dari Tyo adalah direktur dari sebuah perusahaan sosis dan makanan ringan ternama di negerinya. Bahkan produk mereka sudah go internasional.
Sedangkan papa Mina menjadi salah satu petinggi di perusahaan tersebut. Baru saja Kim, ayah Mina yang pindah dari Korea diterima di perusahaan itu. Kim dan Wendy adalah teman semasa SMA dulu.
Dan kedekatan mereka membuat Kim menggadang-gadangkan Mina, anaknya untuk dijodohkan dengan Tyo. Sementara Wendy dan Lidya tak pernah memaksa Tyo untuk dijodohkan. Biarlah jalan kehidupan Tyo dipilihnya sendiri. Sebagai orang tua, mereka hanya bisa membantu dan mendukung anaknya selama berada di jalan yang benar.
...****************...
Mata Aruna terasa sangat lengket di Senin pagi ini. Semalam dia pulang terlalu larut karena insiden kecil saat berangkat ke toko cabang membuatnya terjebak macet hingga molor juga waktu untuk membongkar muatan.
Kini, Aruna memilih tidak ikut upacara. Membolos untuk tidur di belakang gudang sekolah. Gadis itu menemukan tempat aman untuk sembunyi.
"Krasak... Krasak..."
Rungu Aruna menangkap bunyi aneh. Padahal dia sedang sendirian.
"Ngapain sih?" tanya Aruna saat mendapati seseorang ikut mendudukkan diri di dekat kakinya yang selonjoran.
"Gue nyari Lo ke kelas, malah bolos disini" ujar Tyo, tidak jelas memang anak ini.
"Ngapain?" tanya Aruna dengan pertanyaan yang sama tapi dalam arti yang berbeda.
"Ya nggak apa-apa. Tapi gue nggak nyangka kalau kerjaan Lo seberat itu, Run" ujar Tyo dengan pandangan kasihan.
"Kalau Lo memang kasihan sama gue, tolong tinggalin gue sendiri ya, kakak kelas. Sumpah gue ngantuk banget" ujar Aruna lantas kembali memejamkan matanya dan membiarkan Tyo bertingkah sesuai keinginannya.
Merasa tak ada pergerakan, Aruna mengintip dengan mengangkat sedikit lengan yang dia gunakan untuk menutupi matanya.
"Kenapa masih disini?" tanya Aruna.
"Sumpah gue penasaran banget sama kehidupan Lo, Run. Ada ya cewek kayak Lo di dunia ini" kata Tyo.
"Nggak ada. Sebenarnya gue ini alien yang terdampar di bumi. Misi gue menghancurkan dunia. Dan Lo siap-siap gue hancurin kalau masih gangguin gue" kata Aruna yang kembali menutup mata dengan lengan kanannya.
Tyo tertawa mendengar ucapan Aruna. Tapi dia malah duduk dengan mencari posisi nyaman. Senderan di dinding di dekat kaki Aruna.
"Ngapain masih disini, sih? Lo nggak ikut upacara?" kesal Aruna yang merasa terganggu, sangat tidak nyaman tidurnya.
"Gue bolos, Run. Sama kayak Lo" ujar Tyo yang kini sudah menyesap asap dari rokoknya.
"Kok Lo malah ngerokok disini sih, kak? Nanti baju gue ikutan bau asap rokok. Bisa salah paham Bu guru" kata Aruna semakin kesal.
"Lo tenang saja sih. Semua aman kalau sama gue" kata Tyo.
Aruna memicingkan mata. Mengingat kejadian saat Tyo menyogok satpam agar mau membukakan gerbang sekolah.
"Semua orang kaya sama saja" kata Aruna berdiri, ingin pergi saja daripada terus diganggu oleh Tyo.
"Mau kemana sih? Oke, gue matiin" kata Tyo sambil menarik tangan Aruna yang akan pergi sementara kakinya menginjak rokok yang baru saja disulutnya hingga mati.
Aruna mendecak sebal. Tapi duduk juga karena memang upacara sudah dimulai sejak lima belas menit yang lalu.
"Mobil gue masih di bengkel, tahu" kata Tyo mengawali pembicaraan.
"Sorry sudah bikin mobil Lo lecet" kata Aruna.
"Kalau Lo minta ganti rugi, pasti gue bayar kok. Tapi nyicil" Aruna melihat Tyo tersenyum dengan perkataannya.
"Gue nggak minta ganti rugi, tapi ada syaratnya" kata Tyo.
"Apa?" tanya Aruna sambil menoleh.
"Lo harus mau jadi teman gue" kata Tyo dengan senyum tampannya.
"Nggak salah Lo mau jadi teman gue?" tanya Aruna.
"Saran gue sih kak. Daripada Lo di ejek sama teman Lo yang lain karena berteman sama gue, mendingan Lo cari teman lainnya deh" saran Aruna.
"Memangnya kenapa kalau gue mau jadi teman Lo?" tanya Tyo.
"Ya nggak cocok saja. Gue lebih nyaman kalau nggak punya teman, sih" jawab Aruna.
"Hidup anti sosial itu nggak baik, Run. Lo nggak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Bahkan Lo kerja juga karena kebaikan orang yang mau Nerima Lo sebagai pegawai, kan. Jadi, bisa dibilang kalau bos Lo itu juga termasuk teman Lo" kata Tyo menasehati Aruna.
"Cg, gue cuma nggak mau bikin teman gue malu sama kondisi gue. Jadi mendingan gue sendirian saja daripada bikin malu orang" kata Aruna mendebat.
"Kenapa harus malu kalau niatnya berteman dengan tulus?" tanya Tyo.
"Lo jangan terlalu baik sama orang, kak. Bisa-bisa dimanfaatin doang" kata Aruna.
"Itu biar jadi urusan mereka, yang penting gue mau jadi teman Lo. Dan urusan mobil, beres" kata Tyo.
"Terserah Lo deh kak" kata Aruna tak mau memperpanjang perdebatan mereka.
Aruna tak suka banyak bicara. Membuat stok perkataannya akan habis. Tentu Tyo sangat senang dengan perkataan Aruna.
"Jadi kita teman ya mulai sekarang" kata Tyo.
"Terserah" jawab Aruna yang kembali memasukan head set yang sudah disambungkan ke ponselnya.
Lebih baik mendengarkan musik daripada mendengarkan ocehan dari mulut Tyo. Lantas Aruna duduk bersender dan memejamkan mata, siapa tahu bisa tertidur barang sebentar saja.