Arsen pria tampan berusia 33 tahun, akibat kekejaman ayahnya, membuat dia memiliki kepribadian kejam.
Dan ya jika dia mendengar nama sang ayah disebut, maka dia akan mengeluarkan sisi gelapnya, dengan menghukum diri sendiri dan juga orang sekitarnya.
Adelia putri, wanita sederhana, harus mengurus ibunya yang sakit-sakitan akibat perbuatan ayahnya.
Dimana sang ayah lebih memilih pergi bersama dengan wanita lain, hanya karena wanita itu memiliki segalanya.
Bagaimana kehidupan Arsen dan juga Adelia, mari kita ikuti kisah selengkapnya di bab-bab berikutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AdlanAdam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BCMD: Bab 16
Karena acara yang berlangsung hanya sederhana, dan juga para tamu pun hanya ada beberapa, dan semua itu pun orang suruhan Erik. Terkecuali untuk para tetangga dan beberapa anak buahnya Arsen. Itu semua dilakukan karena pria itu benar-benar tidak mau acara pernikahannya di ketahui oleh orang banyak.
Mengingat status nya yang seorang Mafia, membuat dia tidak ingin, ada pihak lain yang tidak suka padanya, dan mengincar Adel. Maka dari itu dia mengadakan acara kecil-kecilan saja.
Sekarang ini semua para tamu, satu persatu pun sudah pergi, dan hanya meninggalkan beberapa saja, dan itu untuk para kerabat yang di sewa oleh Arsen. Jadilah Dina berniat untuk berbicara dengan Hanum, yang sudah dari tadi ia perhatikan.
"Hanum, apa kamu benar-benar tidak mengenal aku lagi?" tanya Dina, Ahirnya dia pun mendekati Hanum, dan mulai bicara dengan wanita itu.
Hanum tidak menjawab, dia hanya menggelengkan kepalanya. Karena dia memang tidak lagi mengenal Dita.
"Aku Dita, Num. Istrinya Mas...." Dita tidak lagi melanjutkan ucapan nya, karena dia sudah mendapat tatapan dari Arsen.
"Dita! Istrinya Mas toni ya? Temannya mas Andi?" tanya Hanum, tiba-tiba saja dia mengingat Dita, karena itu berhubung dengan Andi suaminya.
Ya itulah yang membuat mereka saling mengenal, karena suami mereka yang berteman baik.
Data tidak langsung menjawab, dia pun melihat ke arah putranya, "Sen, kamu harus bisa menahan emosimu, Nak. Ingat dia itu sekarang sudah menjadi ibu mertuamu," ucap Dita, sambil dia mengelus punggung belakang Arsen
Karena dia tidak mau, putranya itu mengamuk di depan Menantu dan juga besanya, "Lagian, Hanum tidak tahu tentang masalah kita, jadi ibu mohon maklumi ya, Nak," lanjut Dita, yang sangat tahu kalau saat ini putranya itu sudah sangat marah, karena itu sangat terlihat dari wajahnya yang menahan memerah.
Arsen pun mengangguk,dia manarik nafas panjang, lalu menghembuskannya, "Erik, antar kan aku kekamar sekarang juga!" perintah nya, dia benar-benar tidak bisa menahan amarahnya.
Tapi dia juga tidak mau melampiaskan kemarahan nya di depan Adel dan Hanum. Di tambah lagi, takut menyakiti ibu istri dan juga ibu mertuanya.
Erik yang melihat wajah tuannya yang sudah memerah, segera membawa tuanya itu kedalam kamar belakang, agar sedikit jauh dari tempat acara di adakan.
"Aaaaaa!!
"Dasar pria bajingan! Kau sudah tiada, tapi kenapa kau selalu meninggalkan kesakitan yang sangat dalam padaku, membuat aku tidak bisa lupa dengan semua perbuatanmu! Aku selaku ingin membunuhmu lagi dan lagi!" teriak Arsen dengan kencang.
Prang
Prang
Arsen pun membuang semua barang-barang yang ada di dalam kamar itu. Lalu dia mengambil piso, dia pun duduk di atas bantal, menusukan piso itu ke bantal yang ia duduki.
"Mati kau! Mati kau! Mati kau." Ucapan itu terus saja Arsen katakan, lengkap dengan piso yang dia tusukkan pada bantal itu.
Diluar kamar, Adel pun merasa ketakutan, dia paling tidak bisa mendengar suara yang keras, seperti teriakan dan juga bentakan, suara barang-barang yang di banting.
"Buk, Adel takut. Ampun yah ampun, Adel janji tidak akan bandel lagi," ucap Adel, dia pun tiba-tiba berjongkok sambil menutup kedua telinganya.
Hanum yang mendengar suara putrinya menangis dan mita ampun, seketika dia pun langsung mondar-mandir, terus meracau tidak jelas, dan mengucapkan banyak hal.
"Adel ..., nggak apa-apa sayang. Disini ada ibuk dan ibumu, jadi kamu harus tenang ya. Nanti ibuk jelasin semuanya, biar kami tau seperti apa Arsen, dan ibuk berharap, kamu bisa membawa dia keluar dari trauma yang selalu menghantui Arsen," ucap Dina.
Dina pun milih untuk menenangkan Adel, dengan memeluk Adel dengan erat, sambil Dina mengelus punggung gadis itu, agar Adel merasa tenang.
"Lihat ibumu, Nak. Kasihan dia." Dina pun menunjukkan ke arah Hanum yang dari tadi meracau tak jelas, dan Juga mondar-mandir di depannya Adel yang berjongko.
Adel pun langsung tersadar, melihat ibunya lalu dia pun berdiri mendekati sang ibu, "Buk. Adel nggak papa kok. Ibuk tenang ya," ucap Adel, lalu dia membawa ibunya untuk duduk di sofa.
"Ibuk tenang, jangan mikirin apa-apa. Karena sedikitpun ibuk tidak bersalah," bujuk Adel pelan. Sambil memegangi kedua tangan ibunya.
Hanum melihat Adel, dia pun memeluk putrinya itu, "Maafin Ibuk, Nak," ucap Hanum, "Kita pulang saja ya, ibuk yakin, kamu nggak akan sanggup tinggal disini. Ibuk nggak mau hal tadi kembali terjadi padamu," lanjut Hanum, dia lebih memilih mengajak Adel pulang.
"Nggak, Buk. Sekarang Adel sudah jadi istrinya Mas Arsen, Buk. Jadi Adel harus menurut kemana pun suami ku pergi," tolak Adel, karena dia sudah bertekad akan menjalani hari-harinya menjadi istri seorang Arsen.
"Tapi, Nak _"
"Han, aku mohon tolong jangan bawa Adel pergi. Karena aku juga berharap, kalau Adel bisa membantu aku untuk menyembuhkan trauma yang di derita oleh Arsen," ucap Dina memohon.
"Tapi anak mu suka marah-marah! Sedangkan anakku tidak bisa mendengar suara yang kuat, apa lagi seperti tadi, mana mungkin mereka bisa hidup bersama," balas Hanum, yang mengkhawatirkan Adel.
"Lagian kau sudah lihat aku seperti apa, aku akan berubah jadi orang gila, di saat waktu yang tidak menentu," lanjut Hanum, mengatakan penyakitnya.
"Aku tidak perduli, kita bisa tinggal bersama, kita obat penyakit mu, dan kita semua saling mendukung. Maka semuanya akan baik-baik saja." Dina pun tidak mempermasalahkan hal itu, karena yang terpenting baginya, sekarang Adel tetap menjadi menantunya.
Karena tadi dia bisa melihat, kalau Arsen sudah berusaha menahan diri, agar tidak mengamuk di depan menantunya. Dan itu baru pertama kali Arsen lakukan biasanya, dia tidak akan perduli, dia tetap melampiaskan kemarahannya di mana pun dia berada.
"Arsen tidak akan marah, dia tidak akan seperti tadi, jika kita tidak menyebut nama orang yang sangat dia benci di dunia ini," beritahu Dina.
Adel melihat Dina, dia sedikit mengerutkan keningnya, "Menyebut orang yang dia benci?" ulang Adel dengan bertanya.
"Iya, Nak. Selagi kita tidak menyebut penyebab dia marah, maka dia akan baik, dan tidak akan seperti tadi," jawab Dina. Dia terus meyakinkan Adel, agar gadis itu tetap mau menjadi istri Arsen.
"Apa penyebabnya, Buk? Apa yang tidak boleh di sebut? Dan siapa orang yang paling dia benci itu? Hingga membuat pak Adel sampai semarah itu?" tanya Adel beruntun, sambil dia menatap Dina, menunggu jawaban dari ibuk mertuanya itu.
"Ayahnya. Jangan pernah sebut nama ayahnya, sekalipun jangan. Apa pun penyebab dan sepenting apapun itu. Jangan pernah sebut nama ayahnya," jawab Dina, dia pun memberi tahu Adel dan juga Hanum.
Adel tidak lagi bertanya, kini mereka bertiga pun sudah sama-sama diam, baik itu Hanum, dia baru tahu, kalau kemarahan Arsen tadi, karena dia menyebut nama ayahnya, dan dia baru sadar, secara tidak langsung dia lah penyebab kemarahan Arsen.
"Jadi ini semua adalah salah ku, karena tadi aku yang sudah menyebut nama _"
"Sudah, jangan saling menyalahkan, sekarang kita sudah tahu. Jadi tolong jangan di sebut lagi. Dan lupakan hal yang tadi," ucap Dita, langsung memotong ucapan Hanum.
"Baiklah." Hanum ahirnya mengangguk, tanda dia sudah mengerti.
"Kamu tetap mau 'kan, Nak? Jadi istrinya Arsen?" tanya Dita, dengan penuh harapan, kalau Adel akan menjawab iya.
Adel melihat ke arah ibunya, lalu dia mengangguk. Membuat Dita kembali memeluk Adel.
*
*
*
*
*Bersambung.