MUSUHKU MENJADI SUAMIKU

Keyra tersentak kaget mendengar pertanyaan sang mertua, lalu dia gegas menatap Albian. Namun saat Albian juga menatapnya, dia buru-buru memutus pandangannya.

"Kenapa mama ngomong seperti itu?" tanya Keyra saat pandangannya telah mengarah pada Diana.

"Karena cuma kamu yang panggil Albian dengan sebutan Bi", jawab Diana dengan raut wajah bahagia.

Keyra pun membalas dengan tersenyum canggung. "Hem, sepertinya mama salah paham. Sebenarnya Kei terlalu malas memanggil nama Albian dengan lengkap", jawabnya gagu yang membuat Diana melongo.

"Jadi itu bukanlah panggilan sayangmu, Kei?" tanya Albian memastikan kembali. Entah kenapa Albian merasa sangat sedih mendemgar pernyataan Keyra barusan.

"Bu- bukan", jawab Keyra gugup.

"Tidak apa-apa sayang", sela Diana pada putra semata wayangnya itu. Sebenarnya Diana juga merasakan kekecewaan yang sama dengan Albian. "Yang penting hanya Kei saja yang memanggilmu seperti itu, nak", lanjut Diana.

'Mama ada benarnya juga. Kalau begitu mulai sekarang dan seterusnya, Bian akan menganggap itu sebagai panggilan sayang."

Terserah kamu saja Bi! Jawab Keyra pasrah di dalam batin.

"Kalau gitu kalian istirahatlah dulu. Mama nggak akan mengganggu kalian lagi", ucap Diana yang membuat Keyra sadar akan sesuatu.

"Mama nggak ganggu kok", sela Keyra tiba-tiba, yang membuat Diana dan Albian menoleh padanya.

"Ehem, maksud mama kalian pasti sudah lelah. Jadi istirahatlah dulu sebentar. Nanti malam kita makan malam bersama", terang Diana.

Keyra tersenyum canggung kala mendengar ucapan sang mertua. "Oke ma", katanya pasrah. Namun di dalam batinnya dia terus bertanya-tanya. Apa Albian benar-benar akan meminta haknya hari ini juga? Batin Keyra menangis.

Diana buru-buru keluar dari dalam kamar Albian, untuk memberi kesempatan pada mereka.

"Ke, sebaiknya kamu mandi lebih dulu", usul Albian yang membuat Keyra semakin merasa ketakutan.

"Em, aku biasanya mandi agak sorean. Kalau kamu mau, mandi aja duluan!"

"Oh, sama dong Ke. Aku juga suka mandinya agak sorean. Bagaimana kalau nanti, kita mandi bareng saja?" tanya Albian yang membuat Keyra terbelalak.

"Kamu pasti sengaja kan? Jelas-jelas tadi mama hanya meminta kita beristirahat, tapi kamu malah menawarkanku untuk mandi bersama."

"Mungkin di sini kamu salah paham.. Menurutku itu hal biasa Ke, karena setelah mandi nanti badan kamu pasti akan lebih segar dan kamu pun bisa beristirahat dengan nyaman nantinya."

"Oh..." jawab Keyra dengan muka cengo.

Albian tersenyum seraya menyentil jidat Keyra. "Emangnya tadi kamu lagi mikir apaan sih?"

"Tidak ada!" jawab Keyra dengan cepat. Lalu dia bergegas masuk ke dalam kamar mandi.

Albian tertawa melihat tingkah lucu sang istri. "Dia semakin menggemaskan", katanya seraya berjalan menuju balkon kamarnya. Netranya menatap langit cerah yang penuh dengan gumpalan awan putih. Sesekali dia tersenyum kala mengingat bagaimana permusuhan antara dirinya dan Keyra.

*-*

Malam hari pun tiba. Di kediaman keluarga Albian tampak keluarga besar, kecuali Albian dan Keyra telah duduk di kursi mereka masing-masing untuk menikmati makan malam.

"Anak muda sekarang suka tidak sabaran!" celetuk Weny saat menatap ke arah Diana.

"Jika sudah halal, bukankah itu sesuatu yang wajar?" bela Diana seraya melirik Weny. "Tapi beda dengan seseorang yang hanya melakukannya tanpa mau bertanggung jawab! Bukankah itu sama dengan manusia bejad!" sindirnya dengan tatapan penuh kebencian.

Sontak Weny dan Arvan berdiri dengan raut wajah emosi.

"Tante jangan sembarangan menuduh, karena saya bisa melaporkan tante atas tuduhan palsu!"

"Cih, menutupi kesalahan sendiri dan mengancam orang lain! Apa kamu tidak punya alibi lain?"

Arvan menatap Diana dengan sorot mata tajam. Dia tampak sedang memikirkan cara agar dia bisa melayangkan pukulannya pada kakak ipar ayahnya tersebut.

"Sudah cukup! Jangan membuat mood makan papa hilang!" tukas Willy.

"Tapi pa - "

Willy langsung memancarkan sorot tajam matanya, hingga membuat Arvan bungkam.

Sementara Weny kembali duduk di kursinya. Dia juga tidak ingin melihat kemarahan sang suami.

"Saya harap kakak ipar memaafkan sikap mereka barusan", ucap Willy pada Diana.

Belum sempat Diana menjawab, Albian dan Keyra datang menyapa mereka.

"Malam ma dan yang lainnya", ucap Albian dan diikuti oleh Keyra.

"Malam sayang", sahut Diana.

"Bian, tidak bisakah kau memberi contoh yang baik pada istrimu? Seharusnya kamu sopan pada kami semua."

Tanpa menoleh pada Willy, Abian pun menjawab. "Maaf paman. Kami kemari untuk makan, bukan untuk mendengarkan ceramah!"

"Kau - !"

Weny gegas menghentikan sang suami yang akan berdiri untuk menghampiri Albian.

"Papa jangan emosi ya! Ingat pesan dokter", ucap Weny pada sang suami.

Willy mengusap dadanya seraya menghela nafas berat. "Oke ma", jawabnya patuh. "Ayo, kita makan saja", lanjutnya seolah tidak terjadi sesuatu.

Diana dan Albian menatap jijik sikap acuh Willy dan keluarganya.

"Selera makan mama sudah hilang!" seru Diana seraya bangkit dari tempat duduknya.

"Bian juga malas makan, ma", timpal Albian. Lalu dia mengajak Keyra pergi dari sana.

Sementara Keyra tampak bingung kala Albian terus menarik tangannya. Ini pasti ada kaitannya dengan perebutan harta warisan itu! Kesal Keyra di dalam batinnya. Dia tidak menyangka, keluarga Arvan yang sedang menumpang hidup di keluarga Albian, malah berkuasa atas rumah yang telah menjadi warisan dari keluarga Albian.

Tiba-tiba perut keroncong Keyra berbunyi. Sontak Albian menghentikan langkahnya. "Apa kau sangat kelaparan?" tanyanya dengan raut wajah serius.

Keyra membalas dengan mengangguk pelan.

"Kalau begitu kita makan di luar saja."

"Oke! Jangan lupa ajak mama juga!"

"Iya, sayang. Mama dengar kok!" sahut Diana yang sedari tadi berada di belakang mereka.

Keyra tersipu malu kala dirinya sama sekali tidak menyadari keberadaan sang ibu mertua.

"Kalau begitu, kita pergi sekarang! Tidak baik berlama-lama di sini" ucap Albian dengan tidak sabar.

Lalu mereka bertiga berjalan menuju pintu keluar. Sementara keluarga Arvan tampak kesal melihat keluarga sepupunya Arvan itu pergi begitu saja.

"Bagaimana ini pa?" tanya Weny dengan perasaan kuatir. Dia tidak menyangka rencana mereka tidak berjalan sebagaimana mestinya.

"Mama jangan panik! Kita belum gagal sama sekali! Jika mereka melakukan hal ini terus menerus, maka keuangan mereka akan semakin menipis dan kita lebih mudah lagi mengambil alih perusahaan."

"Apa papa.yakin? Bagaimana jika mereka tahu apa yang sedang kita rencanakan?"

"Mama terlalu paranoid! Kita belum melakukannya, bagaimana bisa kita tahu bahwa kita akan gagal?"

Weny membisu mendengar ucapan sang suami, namun dia tidak ingin memperdebatkannya hal itu. "Baiklah pa. Mama akan menuruti ucapan papa", sahutnya.

*-*

Setelah menempuh perjalanan kurang dari 20 menit, akhirnya Albian menepikan mobilnya diparkiran sebuah restoran. Lalu mereka turun dari dalam mobil

"Bian!" seru seseorang dari arah belakang.

Sontak Albian, Diana dan Keyra menoleh ke sumber suara.