Sherin mempunyai perasaan lebih pada Abimanyu, pria yang di kenalnya sejak masuk kuliah.
Sherin tak pantang menyerah meski Abi sama sekali tidak pernah menganggap Sherin sebagai wanita yang spesial di dalam hidupnya.
Hingga suatu ketika, perjuangan Sherin itu harus terhenti ketika Abi ternyata mencintai sahabat Sherin sendiri, yaitu Ana.
Lalu bagaimana kisah mereka setelah beberapa tahun berlalu, Abi datang lagi dalam kehidupannya sebagai salah satu kreditor di perusahaan Sherin sedangkan Sherin sendiri sudah mempunyai pria lain di hatinya??
Apa masih ada rasa yang tertinggal di hati Sherin untuk Abi??
"Apa sudah tidak ada lagi rasa cinta yang tertinggal di hati mu untuk ku??" Abimanyu...
"Tidak!! Yang ada hanya rasa penyesalan karena pernah mencintaimu" Sherina Mahesa....
Lalu, bagaimana jika Abi baru menyadari perasaanya pada Sherin ketika Sherin bukan lagi wanita yang selalu menatapnya dengan penuh cinta??
Apa Abi akan mendapatkan cinta Sherin lagi??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Sahabat terbaik
"Hay, pagi-pagi udah ngelamun aja. Mikirin apa??" Seseorang yang membuat Sherin terkejut karena tepukan pada bahunya itu adalah Ana, Sahabat Sherin semenjak SMA.
"Ngagetin aja kamu An" Desah Sherin.
"Pasti mikirin Abi. Udah bisa di tebak nih dari wajahnya" Goda Ana.
"Emang kelihatan banget ya??" Sherin memegang kedua pipinya.
"Ya apa lagi yang kamu pikirin selain itu. Hidup kamu itu terlalu sempurna untuk dipikirkan terlalu dalam kecuali masalah cinta, ya kan??"
Ana tau jelas bagaimana perasaan Sherin pada Abi. Ana juga tau bagaimana perjuangan Sherin untuk mendapatkan hati Abi.
"Udah ah, nggak usah dipikirin. Nanti siang temenin aku jalan yuk. Aku mau beli sesuatu"
"Ya udah ayo, apakah yang enggak buat tuan putri"
Sherin dan Ana adalah dua sahabat sejak di bangku SMA. Merkea kuliah juga di kampus yang sama dengan prodi yang sama juga.
Meski status sosial keduanya begitu berbeda, karena Ana hanyalah anak yang berasal dari panti asuhan, namun Sherin tidak pernah memandang rendah Ana. Dia justru yang terus membantu Ana untuk mendapatkan beasiswa di kampusnya itu.
Sherin juga yang merekomendasikan Ana magang di salah satu perusahaan milik orang tuanya tanpa Ana ketahui.
Baginya, Ana adalah satu-satunya sahabat yang mengerti dirinya. Ana selalu ada kapanpun Sherin membutuhkannya.
"Kalung kamu baru lagi Rin??" Tanya Ana saat mereka duduk di taman kampus. Mereka sedang menunggu dosen pembimbing mereka karena besok adalah jadwal sidang skripsi mereka.
Ana di buat penasaran dengan kalung berliontin seperti setetes embun yang baru pertama kali Ana lihat di pakai oleh Sherin.
"Oh ini oleh-oleh dari teman Mama yang baru pulang dari luar negeri minggu lalu. Bagus nggak??" Sherin memegang liontinnya.
"Bagus, cocok sama kamu. Cantik" Ana tampak takjub melihat kalung berwarna silver yang melekat pada leher jenjang Sherin.
Sherin yang melihat tatapan kekaguman Ana itu lalu mulai melepas kalung di lehernya itu.
"Kamu mau coba??"
"Ah, e-enggak kok Rin. Aku cuma mau lihat aja" Ana menolak kalung yang sudah di ulurkan oleh Sherin itu.
"Nggak papa, coba mana aku pasangkan, sini!!" Sherin menggeser tubuh Ana dengan paksa dan memasangkan kalung itu di leher Ana.
"Bagus kok, cocok buat kamu" Puji Sherin dengan jujur.
Tapi Ana malah buru-buru melepas kalung itu dan mengembalikannya pada Sherin.
"Loh kenapa Na??"
"Mana ada aku pantas pakai kalung mahal kaya gitu Rin. Aku tu cum..."
"Ana, udah stop ya!! Aku udah berkali-kali bilang sama kamu kalau kamu itu sama aja kaya aku dan yang lainnya. Jangan suka merendah diri hanya karen status sosial kamu. Kamu tetap sahabat aku!!" Tegas Sherin pada sahabatnya yang kini hanya bisa menunduk itu.
"Sekarang, kamu pakai aja kalungnya. Lagian aku juga nggak terlalu suka" Bohong Sherin, karena sebenernya dia menyukai kalungnya itu. Dari model dan bentuk liontinnya begitu Sherin sukai.
Tapi melihat Ana, sahabatnya yang terlihat menyukai kalungnya itu, maka Sherin lebih memilih memberikannya pada Ana.
Hidupnya jauh lebih beruntung dari Ana. Bisa saja dia membeli kalung seperti itu atau lebih bagus dari itu jika dia mau. Tapi tidak dengan Ana.
"Tapi Rin..."
"Udah, ayo pakai lagi" Sherin membantu Ana memakai kalungnya lagi.
Binar bahagia di mata Ana justru membuat hati Sherin lebih bahagia daripada saat menerima kalung itu.
"Makasih Sherin"
"Sama-sama Ana"
*
*
*
Siang harinya, Ana benar-benar menemani Sherin ke mall. Entah apa yang Sherin cari, karena sejak tadi dia hanya tersenyum malu saat Ana menanyakannya.
"Kalau yang ini bagus nggak menurut kamu An??"
"Kamu mau beli jam tangan cowok buat siapa?? Abi??" Tebak Ana, karena sejak tadi Sherin memilah beberapa jam keluaran terbaru dari merk ternama.
"Hehe, iya. rencananya ini buat hadiah sidangnya besok. Gimana, bagus nggak??" Tanya Sherin lagi. Dia ingin memberikan hadiah yang berkesan di momen penting pria itu.
"Bagus sih, apalagi harganya mahal"
"Tapi menurut kamu, Abi bakal suka nggak ya??" Sherin tiba-tiba murung membayangkan jika Abi akan menolak hadiah darinya.
"Di coba aja dulu, kan nggak akan tau reaksinya gimana kalau nggak di coba. Tapi kayaknya dia nggak bakalan nolak deh kalau hadiah dari kamu biasanya kan juga gitu"
Sherin mengangguk senang mendengar pendapat dari Ana. Itu yang Sherin sukai dari Ana. Sahabatnya itu sering kali memberinya masukan yang membuatnya yakin akan keraguannya.
"Ya udah deh, aku ambil yang ini aja" Sherin akhirnya membayar jam tangan yang menurut Ana sangat mahal itu.
Jika di ukur untuk dirinya, harga jam tangan itu cukup untuk biaya hidupnya beberapa bulan ke depan.
"Habis ini kita makan dulu ya An, pasti kamu udah lapar kan??" Sherin berjalan sambil memasukan kartu kreditnya lagi ke dalam dompet, jadi dia tidak memperhatikan jika Ana telah masuk ke dalam toko pakaian di samping outlet jam tangan tadi.
"Loh An??" Sherin celingukan mencari keberadaan Ana, namun toko yang Ana masuki tadi berdinding kaca yang lebar, jadi Sherin bisa melihat keberadaan sahabatnya tadi.
"Gimana Kak?? Jadi ambil yang ini??" Tanya karyawan itu pada Ana.
"Enggak kok Kak, saya cuma lihat-lihat aja. Lagian uang saya nggak cukup buat beli baju ini"
"Saya ambil bajunya untuk sahabat saya Kak, tolong di kemas ya. Ini kartunya"
Ana terkejut dengan keberadaan Sherin yang sudah ada di sampingnya sambil mengulurkan sumber uangnya kepada karyawan tadi.
"Baik Kak, silahkan tunggu sebentar"
"Kamu apa-apaan sih Rin?? Aku kan cuka lihat-lihat aja. Aku nggak mau beli baju itu" Ana tiba-tiba memandang Sherin dengan sedih.
"Aku tau kamu suka sama baju itu Ana. makanya aku beli buat kamu. Aku beneran nggak papa kok, nggak ada maksud lain juga"
"Tapi aku udah banyak ngerepotin kamu Rin. aku nggak mau di anggap memanfaatkan kebaikan kamu" Ana menunduk malu kepada sahabatnya itu.
"Nggak akan ada yang bilang kaya gitu, percaya sama aku" Sherin merangkul bahu Ana.
"Udah ah, ayo cari makan"
*
*
*
Mereka berdua sudah duduk di salah satu restoran jepang yang menjadi favorit Sherin. Dia memilih makan di sana karena setau dia, Ana juga menyukai menu makanan di sana.
Keduanya tampak bersendau gurau seperti tak ada beban apapun di dalam hidupnya.
Drett... drett...
Sherin tan sengaja melihat ke ponsel Ana yang bergetar di sampingnya. Namun dengan cepat Ana meraihnya kemudian mematikan ponselnya.
"Kenapa nggak di angkat An??"
"E-enggak penting kok. Ayo makan lagi"
Sherin hanya mengangguk kemudian menyempit nasi yang di balut rumput laut itu ke dalam mulutnya.
Namun sekali lagi ponsel Ana bergetar. Lagi-lagi orang yang sama yang menghubungi Ana. Dan yang membuat Sherin semakin menatap Ana dengan aneh adalah, Ana kembali menolak panggilan itu.
"A.. Siapa A An??" Tanya Sherin pada Ana tentang orang yang hanya di beri inisial A oleh Ana.
"B-bukan siapa-siapa kok. Cuma temen" Jawab Ana dengan gugup.
"Teman?? Siapa teman Ana gang pakai inisial A??"
bukan mcm kmu bermuka dua🤭🤭