NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 16

Dalam keheningan yang membelenggu ruangan sempit itu, Marica merasakan dunia berputar pelan, seperti roda yang tak ingin berhenti. Matanya terbuka perlahan, dipenuhi dengan kebingungan dan pusing yang masih mendera.

Ketika suara yang dikenalnya menyapanya, serpihan ingatan pun mulai mengumpul, membentuk gambaran yang suram.

"Caca," desis suara itu di ruangan yang terasa semakin mencekam.

Ketika benar-benar tersadar, Marica melihat ke arah sosok yang berbicara, dan terkejut menemukan bahwa itu adalah Kalvaro, sosok yang pernah menculiknya di masa lalu.

Kecemasan memenuhi dirinya saat dia menyadari bahwa dia kembali berada dalam cengkeraman orang yang pernah menjadi ancaman bagi hidupnya.

"Apa kabarmu?" Tanya Kalvaro dengan nada yang mencampur sinis dan berat.

Dia membuang asap rokoknya dengan acuh tak acuh, seolah dunia ini adalah panggung pribadinya, dan Marica hanya seonggok saksi yang terikat pada permainannya.

Marica meronta, mencoba melepaskan diri dari ikatan yang mengikatnya pada kursi yang dingin dan keras. Namun, tali yang mengikat tangan dan kakinya terlalu kuat, hingga setiap gerakan hanya menambah luka pada pergelangan tangannya.

"Apa maumu?" desah Marica dengan nada kesal. Wajahnya pucat, tapi matanya menyala dengan keberanian yang masih tersisa.

Namun, Kalvaro hanya tersenyum sinis. Dia mendekat, langkahnya terdengar berat seperti langkah predator yang mendekati mangsanya. Lalu, dengan gerakan yang kasar, dia menendang kursi yang diduduki Marica, hingga kursi itu jatuh tersungkur ke lantai dengan suara yang memekakkan telinga.

"Kau tanya apa mau ku?" Kalvaro tertawa, suaranya menusuk ruangan kecil itu seperti serpihan kaca yang merobek keheningan.

Dia menarik rambut Marica dengan kasar, memaksa wajahnya menatapnya dalam kedalaman penuh ancaman.

"Kau mati," desis Kalvaro dengan ekspresi senang yang membuai kepuasan kejamnya. Perintah berikutnya terucap tajam dari bibirnya, menyiratkan keputusan yang tak bisa ditawar.

Dalam sekejap, dunia Marica berputar. Serangan mendadak dari Kalvaro menghempaskan kepalanya ke lantai dengan kejam, mengirim rasa sakit yang menusuk-nusuk ke seluruh tubuhnya. Wajahnya terasa terpental dari sentakan keras, dan darah mulai merembes dari luka kecil di pelipisnya. Namun, di tengah kebingungan dan rasa sakit, keberanian Marica masih berkobar dalam dirinya.

"Bawa dia," ucapnya lagi, suaranya penuh dengan otoritas dan kekuasaan yang menakutkan.

Dua pengikut setianya, berpakaian hitam, bergegas mendekati Marica, melepaskan ikatan yang mengikatnya dengan gerakan yang cekatan. Mereka menyeretnya menuju sebuah akuarium besar yang berisi air penuh, menghadirkan gambaran kegelapan yang tak terbatas.

"Sialan," batin Marica dengan amarah yang meluap-luap di dalam hatinya. Di dalam kegelapan yang mengancam, suaranya terdengar berteriak dalam keheningan.

"Caca, kalau lo masih ingin menjaga hidupku di dunia ini, pikirkan cara untuk membunuh mereka semua," batin Marica, seolah-olah berbicara dengan jiwa yang lama bersembunyi.

Dengan gerakan yang cepat, Marica meraih balok yang tergeletak di dekatnya, mengamuk dengan keputusasaan yang membara. Namun, gerakannya terhenti mendadak ketika dua sosok berpakaian hitam itu menarik pistol dari balik pakaian mereka, menodongkannya langsung ke arah Marica dengan mata yang tak kenal belas kasihan.

Beberapa orang lain segera bergabung dalam adegan itu, menyelubungi ruangan kecil itu dengan ancaman yang tak terhitung jumlahnya.

"Kemampuan bertahan hidup yang baik," ucap Kalvaro dengan nada rendah yang menusuk.

Kalvaro duduk dengan santainya, menikmati pertunjukan kekerasan yang terjadi di hadapannya. Dia menyaksikan dengan senyum puas, menunjukkan bahwa dia menikmati setiap momen kebrutalan ini, seolah-olah dia adalah sutradara di balik panggung pertempuran yang sedang berlangsung.

\~\~\~

Silas, yang ditugaskan oleh Adam untuk mencari keberadaan Marica, menghadapi kesulitan besar. Dia menemukan bahwa jejak Marica hanya bisa dilacak hingga taman saja, karena tidak ada kamera pengawas di sekitar tempat itu.

"Periksa semua CCTV di sepanjang jalan," ucap Silas, memberikan instruksi kepada rekannya. Tanpa ragu, para ahli komputer segera bergerak. Mereka duduk di depan komputer mereka, jemari mereka menari di atas keyboard dengan lincah, mencoba meretas CCTV di sepanjang jalur yang kemungkinan dilewati oleh Marica.

Dengan keahlian mereka yang mumpuni dalam dunia teknologi, para ahli komputer tersebut melakukan pencarian dengan cepat dan efisien. Mereka memanfaatkan setiap sumber daya yang ada, menggunakan keterampilan hacking mereka untuk mengakses rekaman CCTV yang tersembunyi di berbagai sudut kota.

Saat layar monitor berkedip-kedip dengan gambar-gambar dari berbagai kamera pengawas, mereka berusaha memilah-milah informasi yang relevan. Mata mereka fokus, terus memantau setiap detik rekaman, mencari petunjuk yang mungkin mengarahkan mereka pada keberadaan Marica.

Namun, meskipun mereka bekerja dengan tekun, tantangan tetap besar. Area yang harus mereka cakup sangat luas, dan waktu terus berlalu. Setiap detik berharga, dan tekanan untuk menemukan Marica semakin terasa.

\~\~\~

Kelvin memasuki penthouse milik Kalvaro dengan hati yang berdebar-debar. Setelah menerima informasi dari sumbernya bahwa Kalvaro berada di sana, dia berharap menemukan kakaknya dan mungkin mendapatkan jawaban atas misteri yang sedang terjadi.

Ruangan itu terbuka lebar di hadapannya, bermandikan warna putih yang memantulkan cahaya dengan gemerlap. Perabotan-perabotan mewah tersebar di sekelilingnya, menciptakan suasana yang mewah namun dingin.

Namun, tak ada waktu untuk terpesona oleh kemewahan itu. Kelvin memanggil nama kakaknya dengan nada yang penuh kecemasan, mencoba menembus keheningan yang menyelimuti ruangan itu.

"Kakak?" teriaknya, suaranya bergema di ruangan yang sepi.

Dengan langkah-langkah cepat, Kelvin mulai menjelajahi setiap sudut ruangan, membuka setiap pintu dengan harapan akan menemukan jejak kakaknya. Tetapi, setiap pintu yang terbuka hanya mengungkapkan kekosongan yang mengecewakan, menyulut bara kemarahan di dalam dirinya.

Hingga pada akhirnya, Kelvin tiba di depan pintu kamar kakaknya. Dengan hati yang berdebar-debar, dia membukanya dengan penuh harapan. Namun, apa yang dia temukan hanya kekosongan yang menghantui. Tidak ada tanda-tanda keberadaan kakaknya di dalam sana.

"Brengsek!" desis Kelvin, kekecewaan dan kemarahan memenuhi setiap kata yang terucap dari bibirnya.

Kalvaro telah berhasil mengecohnya, mengarahkannya ke tempat yang salah dan meninggalkannya dalam kegelapan yang menyedihkan.

\~\~\~

Dalam kegelapan yang melingkupi pikirannya, Adam merasa seperti terjebak dalam pusaran kegilaan. Setiap hari yang berlalu tanpa kabar mengenai keberadaan putrinya, Caca, semakin menggerogoti jiwanya. Ponselnya berdering, menghentakkan kenyataan ke dalam kesunyian yang menyiksa.

"Yakk..." teriakan itu memenuhi telinganya, membuat Adam menaruh ponselnya agak jauh dari telinganya, kesal dengan kekerasan suara yang menyerang.

Di ujung sana, suara kemarahan mantan istrinya, Erina, menusuk telinganya dengan penuh kebencian. "Di mana Caca?" teriaknya, suaranya penuh dengan ketidakpercayaan dan kecurigaan.

"Dia di rumah," jawab Adam, mencoba untuk tetap tenang meskipun hatinya berdegup kencang dalam kecemasan.

Tatapan heran dari Rahayu di seberangnya mencerminkan ketidakpastian yang dirasakannya. Namun, tidak ada waktu untuk penjelasan. Adam bisa merasakan tekanan yang semakin membesar ketika Erina terus membombardirnya dengan pertanyaan yang tak berkesudahan.

"Jangan menipuku. Caca tidak mungkin mematikan ponselnya. Di mana dia?" Erina terus mendesak dengan kecurigaan yang tak kenal ampun.

"Dia sudah tidur," ucap Adam, mencoba untuk menenangkan hatinya yang bergolak.

Namun, gelombang tawa sinis dari ujung sana membuatnya semakin terpukul. "Kau yakin bisa merawatnya? Kau bahkan tak tahu jam tidur putrimu sendiri," sindir Erina dengan kejam.

Adam merasa seperti ditusuk oleh kata-kata itu. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan suara yang penuh dengan kebingungan.

"Caca selalu tidur di atas jam 12. Kau mau menipuku?" teriak Erina dengan penuh amarah.

"Jika kau tidak bisa merawatnya, kembalikan dia padaku! Dasar ayah tidak becus!" Makian itu terasa seperti cambukan yang menghujam jiwanya.

Merasa jengkel dan tak lagi sanggup menahan tekanan itu, Adam memutuskan panggilan secara sepihak.

"Nenek lampir ini!" Makian itu terdengar seperti ledakan, sebelum ia melemparkan handphone-nya dengan kekesalan yang tak terbendung.

Resah yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata merayapi dirinya, Adam memilih untuk pergi menemui Silas, sahabat lamanya, dan bergabung dalam upaya pencarian mereka.

Rahayu mencoba mengejarnya, bertanya dengan nada khawatir, tetapi Adam sudah terlanjur menyerahkan dirinya pada gelombang emosi yang menghantamnya.

Ia berjalan menjauh, dengan langkah yang terus maju tanpa arah yang pasti, terombang-ambing dalam lautan gelap yang melingkupi pikirannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!