Kecelakaan yang membuatnya cacat dan berakhir menggunakan kursi roda membuat Zenita sang Nona muda gagal menikah dengan kekasihnya. Ia terpaksa harus menikah dengan supir pribadinya karena mempelai pria tidak datang ke pernikahan. Namun bagaimana jadinya jika keduanya sudah memiliki pujaan hati masing-masing namun dipaksa untuk bersama?
Apakah keduanya akan saling jatuh cinta seiring berjalannya waktu? Ataukah berakhir dengan perceraian?
Sementara sang mempelai pria yang tidak datang ke pernikahan itu kembali ke kehidupannya setelah pernikahan itu terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagita chn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Perhatikan Franz
Hari ini tidak ada jadwal kontrol jadi Franz dan Zenita bisa santai dirumah. Saat ini Franz sedang berolahraga memutari komplek. Karena jika ia sudah lama tidak berolahraga pasti ia merasa pegal-pegal dan tidak enak badan.
Setelah selesai berlari ia langsung masuk kedalam rumah untuk membersihkan diri. Namun terlihat istrinya yang belom bangun juga di siang bolong. Padahal jam sudah menunjukkan setengah 9 siang.
Tumben dia belom bangun? Apa suster belom juga datang?
Penasaran, namun ia memilih untuk mandi terlebih dahulu karena tubuhnya begitu berkeringat.
Setelah mandi ia baru menghampiri istrinya yang masih tidur diatas ranjang.
"Nona. Apa Anda belom bangun?" Tanya Franz pelan tentunya.
"Sudah." Menjawab lirih,bahkan hampir tak terdengar. Namun ia masih membenamkan wajahnya ke bantal kecil miliknya.
Thok.. thok..!
Tiba-tiba ketukan pintu terdengar. Siapa lagi jika bukan mama Lisa yang mengetuk pintu kamar itu.
"Franz, Zenita. Mama Papa mau berangkat ke kantor dulu ya mau ada pertemuan penting. Ohh iya suster juga tidak masuk hari ini karena ada duka di keluarganya katanya. Mama tinggal gak papa kan Zen?"
"Tapi Ma. Apa bisa jangan pergi?"
"Tidak bisa sayang ini penting. Jika ada apa-apa minta tolonglah pada suamimu. Dah.."
Ihh mama nyebelin banget! Aku datang bulan lagi. Aku harus bagaimana dong? Masa urusan ganti saja harus sama Franz juga. Kenapa si suster gak berangkat segala!
Zenita kesal didalam hatinya namun harus bagaimana lagi.
"Ma. Mama beneran pergi??"
Tidak ada sahutan lagi. Sepertinya mama Lisa benar-benar telah pergi.
"Apa Anda membutuhkan sesuatu Nona? Bilang saja jangan sungkan."
Tidak ada sahutan darinya. Karena ia sedang berpikir sambil meratapi nasibnya diatas ranjang.
"Mau sampai kapan aku seperti ini? Bukankah aku sungguh merepotkan?" Ujarnya pelan. Entah kenapa ia begitu merasa menyedihkan sekarang.
"Apa yang Anda katakan Nona? Kenapa berbicara seperti itu?"
"Aku hanya berbicara atas apa yang aku rasakan. Bukankah aku sungguh merepotkan? Maafkan aku juga karena membuatmu berasa diposisi ini"
Mungkin perasaan ini adalah efek dirinya yang sedang datang bulan hingga membuat emosinya tidak stabil dan tiba-tiba merasa down pada dirinya sendiri.
"Percayalah tidak ada satupun orang yang ingin seperti ini Nona. Ini adalah ujian. Mungkin bagi Tuhan Nona itu hebat dan mampu menjalani semua ini. Nona harus semangat. Nona pasti sembuh dan kembali seperti dulu lagi." Franz pun berusaha menyemangati istrinya karena hanya ini yang bisa ia lakukan sekarang.
Kau pasti sembuh Nona. Aku pastikan wanita itu akan mendapatkan akibatnya. Karena bukan hanya Anda yang dirugikan, aku juga Nona.
"Lantas kenapa kau begitu bertahan. Kenapa kau tidak pergi saja tinggalkan aku. Bukankah menolongku dihari pernikahan saja itu sudah cukup Franz. Sebenarnya kau dibayar berapa sama Papa dan Mama?"
"Haha. Tanyakan saja aku dibayar berapa Nona?" Franz malah tertawa. Ia tidak mengambil hati atas perkataan Nona mudanya ini. "Tapi satu hal yang harus Nona tahu, hidup ini tidak semuanya tentang uang Nona."
Zenita kembali terdiam mendengar semua itu. Karena Franz itu terlampau jauh lebih dewasa darinya tentu saja segala yang ia katakan adalah benar. Saat ini sebenarnya ia sedang tidak berdaya menahan rasa nyeri di perutnya, pusing dan mual juga mulai bergejolak pada dirinya.
"Huek..Huek" Kali ini tidak bisa tertahankan lagi Zenita benar-benar ingin muntah.
"Hah! Anda kenapa Nona?" Franz kaget melihat istrinya yang mual dan berisyarat akan muntah.
Franz bergegas mengambil tong sampah yang kebetulan berada didekat meja rias tanpa pikir panjang.
"Huek.. Huek" Zenita akhirnya memuntahkan cairan pahit yang sudah berada di mulutnya. Karena ia memang belom mengonsumsi apapun jadi tidak ada yang ia keluarkan dari dalam perut.
"Anda sakit Nona? Kenapa tidak bilang?"
"Aku tidak sedang sakit. Hanya saja setiap kali datang bulan aku seperti ini."
"Sama saja Anda tidak sedang baik-baik saja Nona. Obat apa yang biasa Nona minum? Apa Anda mau minum obat?"
Zenita menggelengkan kepalanya untuk menolak tawaran itu.
"Aku tidak bisa minum obat. Aku juga tidak suka minum obat nanti kecanduan."
"Baiklah tunggu sebentar Nona."
Franz langsung keluar dari kamar itu. Entah apa yang ia lakukan. Ia hanya akan meninggalkan istrinya sebentar.
Lalu tak lama ia kembali dengan segelas minuman hangat yang ia bawa.
"Minumlah ini Nona. Ini akan membantu rasa nyeri dan mual Anda."
"Minuman apa itu? Aku gak suka jamu. Gak mau."
"Astaga ini bukan jamu Nona. Ini teh jahe hangat. Anda pasti suka. Ini enak kok.."
"Gak mau. Gak suka jahe."
"Untuk kali ini saja Nona. Percayalah padaku. Nyeri Anda akan cepat sembuh." Franz sudah menyodorkan gelas itu dan bersiap membantu istrinya minum. Ia sedikit memaksa membuat Zenita pasrah dan mau meminum minuman itu dengan pelan, sampai tak terasa sudah habis setengah gelas. Racikan minuman itu juga pas dan terasa enak dimulut, tidak seperti rasa yang dibayangkan Zenita tadi.
"Ini resep darimana? Kau sudah terbiasa membuat ini?"
"Iya. Aku sering membuatkannya untuk Hazna. Eum--maksudku ini juga resep dari nenek untuk adikku yang sering nyeri saat datang bulan."
"Adikmu kan Fara. Hazna itu tunanganmu bukan?"
"Eum Iya Nona." Franz seraya menganggukkan kepalanya. Zenita ingat betul Franz memanggil adiknya itu Fara saat dirumah sakit. Kemungkinan Hazna itu adalah tunangannya dan ternyata benar.
Beruntung sekali dia mendapatkan orang sepertimu. Sepertinya kalian berdua begitu mencintai.
"Isilah perutmu dengan roti juga Nona. Jaga kesehatan juga penting."
Ternyata Franz begitu baik dan perhatian. Ia sama sekali tidak pernah terlihat terpaksa saat membantuku.
Zenita terhanyut begitu saja dalam suapan roti dari Franz. Hingga rasa nyeri pun sudah teralihkan begitu saja entah kemana. Di sela-sela kepergian Franz ke kamar mandi ia juga tampak tersenyum dibelakangnya. Namun ada perasaan yang membuatnya berhenti tersenyum.
Dia itu milik Hazna Zen!
*
*
"Yes! Akhirnya aku bisa masuk juga ke perusahaan Devin. Sudah sekian purnama aku berusaha sekeras mungkin untuk masuk ke perusahaan ini tapi selalu saja gagal. Hari ini benar-benar membuatku senang." Pekik Liora girang. Ia baru saja diterima kerja diperusahaan Devin. Walaupun hanya magang beberapa bulan namun ia merasa senang akan itu. Dan ia pun bisa menggunakan kesempatan ini untuk mendekati Devin.
Semangat Liora! Kau harus mendapatkan apa yang kamu inginkan.
Liora mulai memasuki gedung itu dengan penuh semangat. Ini hari pertamanya kerja. Lebih semangat lagi karena ia menduduki sebagai sekretaris sementara. Ya walaupun hanya sementara tapi ini adalah sekertaris, tentunya berpotensi besar di perusahaan termasuk untuk mendekati Devin.