NovelToon NovelToon
My Secret Husband

My Secret Husband

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Aliansi Pernikahan
Popularitas:9.7k
Nilai: 5
Nama Author: lestari sipayung

Kelanjutan dari Kurebut Suami Kakak Tiriku, kisah ini mengikuti Rei Alexander, anak angkat Adara dan Zayn, yang ternyata adalah keturunan bangsawan. Saat berusia 17 tahun, ia harus menikah dengan Hana Evangeline, gadis cantik dan ceria yang sudah ditentukan sejak kecil.

Di sekolah, mereka bertingkah seperti orang asing, tetapi di rumah, mereka harus hidup sebagai suami istri muda. Rei yang dingin dan Hana yang cerewet terus berselisih, hingga rahasia keluarga dan masa lalu mulai mengancam pernikahan mereka.

Bisakah mereka bertahan dalam pernikahan yang dimulai tanpa cinta?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CURIGA HANA

Hana berjalan santai menyusuri setiap lorong sekolah di waktu free less mereka. Tak ada seorang pun yang menemaninya, karena memang kali ini dia sedang ingin sendiri. Sudah lama sebenarnya keinginan itu terlintas, keinginan untuk menjelajahi setiap sudut sekolah ini sejak pertama kali dia pindah ke sekolah elite tersebut. Namun kesibukan dan rutinitas membuatnya selalu menunda. Lagipula, masa-masa SMA-nya akan segera berakhir, dan dia ingin mengenal lebih banyak tempat sebelum benar-benar pergi dari sekolah ini.

Langkahnya terus berlanjut menyusuri lorong-lorong yang perlahan mulai terasa sepi. Suasana yang sunyi itu justru membuatnya merasa lebih tenang. Lorong itu tampaknya mengarah ke area belakang sekolah, tempat yang jarang disinggahi oleh murid-murid lain sepertinya. Rasa penasaran pun muncul dalam dirinya, membuatnya semakin mantap melangkah. Mungkin, ini saat yang tepat baginya untuk menikmati momen kebersamaan dengan dirinya sendiri, sambil mengenal sisi lain dari sekolah yang selama ini belum sempat ia jelajahi.

Hana akhirnya menghentikan langkahnya tepat di pinggir lantai keramik sekolah yang menjadi batas antara bangunan sekolah dan area terbuka di belakang. Di depannya kini terbentang hamparan rerumputan hijau yang tampak terawat dengan baik, bagian dari taman belakang sekolah yang ternyata cukup luas. Pandangannya menyapu sekeliling, melihat deretan pohon-pohon rindang yang menjulang dengan anggun, memberikan nuansa sejuk dan damai. Di antara pepohonan itu terdapat beberapa bangku taman yang tampak nyaman untuk duduk santai. Tak jauh dari situ, ada juga kolam kecil-kecil yang airnya mengalir pelan, memberikan suara gemericik yang menenangkan telinga.

Hana menarik napas panjang, membiarkan udara segar itu memenuhi dadanya. Udara di tempat itu terasa begitu sejuk dan bersih, membuat tubuh dan pikirannya terasa lebih ringan. Senyumnya merekah lebar tanpa sadar, menikmati ketenangan yang jarang bisa ia temui di tengah hiruk pikuk sekolah. Rasanya seperti menemukan ruang kecil untuk melarikan diri sejenak dari segala rutinitas yang melelahkan.

Namun ketika ia merasa sudah cukup menikmati momen tersebut dan bersiap untuk kembali ke dalam, matanya tiba-tiba menyipit, menajamkan pandangan ke arah salah satu sudut taman. Ada dua sosok yang menarik perhatiannya. Salah satunya terlihat sangat familiar. Hana memiringkan kepala, memastikan apa yang dilihatnya. Bukankah itu… Rei? Suaminya? Dan… yang bersamanya, duduk begitu dekat di bangku taman itu—apakah itu Livy, anak baru yang duduk sebangkunya? Tatapan Hana mulai berubah, berbagai pertanyaan bermunculan dalam benaknya, mengusik ketenangan yang baru saja ia rasakan.

Hana tiba-tiba teringat sesuatu yang sempat ia abaikan beberapa hari yang lalu. Saat itu, secara tidak sengaja, ia juga melihat Rei dan Livy berada di tempat yang sama—taman belakang sekolah ini. Mereka duduk berdua, tampak berbincang cukup serius. Meski kala itu ada rasa aneh yang menggelitik benaknya, Hana memilih untuk tidak terlalu memikirkan apa pun. Ia sedang dalam kondisi emosi yang tidak stabil, pikirannya terlalu penuh oleh banyak hal, sehingga ia hanya menganggapnya sebagai pertemuan biasa yang tak perlu dirisaukan. Namun kini, ketika ia kembali menyaksikan keduanya berada di tempat yang sama, dengan suasana yang serupa, keraguan itu mulai tumbuh menjadi rasa curiga.

Pertanyaan demi pertanyaan mulai memenuhi isi kepalanya. Apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan? Mengapa mereka selalu memilih tempat tersembunyi seperti taman belakang sekolah ini? Bukankah Livy baru pindah ke sekolah ini? Tapi mengapa mereka terlihat seperti sudah saling mengenal sebelumnya? Atau ada hal lain yang selama ini tidak ia ketahui?

Langkah Hana mulai bergerak maju. Ia ingin memastikan sendiri, ingin mendengar penjelasan langsung dari mulut mereka. Tapi sebelum sempat mendekat, tiba-tiba sebuah tangan mencengkeram pergelangan tangannya dan menariknya ke arah samping dengan gerakan yang cepat namun tidak kasar. Refleks, Hana berhenti dan menoleh dengan wajah penuh keterkejutan. Matanya langsung menatap wajah seseorang yang kini berdiri di hadapannya—Nathan.

Dengan gerakan tenang namun tergesa, Nathan membawanya ke balik dinding sekolah, tempat yang cukup tersembunyi dari pandangan umum. Hana masih menatapnya dengan mata membulat, belum mengerti apa yang sedang terjadi. Nafasnya sedikit memburu karena terkejut.

"Kenapa kau menarikku seperti itu?" tanya Hana dengan nada bingung dan sedikit kesal, seraya berusaha melepaskan genggaman tangan Nathan yang masih mencengkeramnya.

Nathan menghela napas pelan, seolah menimbang sesuatu yang berat di dalam benaknya sebelum akhirnya membuka suara. "Kau ingin menemui mereka, kan?" tanyanya dengan tatapan lurus ke arah Hana, mengabaikan pertanyaan yang sebelumnya dilontarkan gadis itu.

Hana mengerutkan kening, heran dengan cara Nathan merespons. Seolah apa yang hendak ia lakukan adalah sebuah kesalahan besar. Padahal, ia hanya ingin tahu, hanya ingin memastikan apa yang sebenarnya sedang terjadi di antara suaminya dan gadis baru yang akhir-akhir ini terlalu sering terlihat bersamanya.

"Apa maksudmu bertanya begitu?" gumam Hana dalam hati. Ia merasa tindakan yang ingin ia lakukan sangatlah wajar. Bukankah sebagai seorang istri, sudah sewajarnya ia merasa curiga saat melihat suaminya berbicara diam-diam dengan perempuan lain di sudut sekolah yang sepi?

"Tentu saja aku ingin menemui mereka," ucap Hana akhirnya, suaranya mulai terdengar lebih cepat dan emosional. "Aku harus tanya mereka sedang apa di sudut seperti itu, seperti orang yang sedang bersembunyi dari pandangan. Lagipula, bukankah Livy itu anak baru? Tapi kenapa mereka berbicara seperti sudah saling mengenal lama? Dan kenapa selalu di tempat seperti itu? Jangan-jangan mereka memang sudah kenal sebelum Livy masuk sekolah ini. Ah, atau ada hal lain yang disembunyikan? Ini mencurigakan, Nathan!" lanjutnya dengan celotehan panjang yang keluar begitu saja dari bibirnya, tanpa ia sadari.

Nathan memandangi wajah Hana yang tampak kesal dan bingung di saat yang bersamaan. Ia menghela napas lagi—kali ini lebih berat dari sebelumnya. Baru sekarang ia benar-benar sadar bahwa Hana adalah tipe orang yang kalau sudah berbicara, bisa sangat panjang lebar dan spontan. Tapi di balik semua itu, Nathan juga bisa merasakan ketulusan Hana—ia hanya ingin tahu, hanya ingin mendapat kejelasan.

Nathan menghela napas panjang, menundukkan kepala sejenak sambil menatap Hana dengan tatapan tak percaya. Dalam hati, ia baru benar-benar menyadari satu hal—Hana memang benar-benar tipe orang yang suka berbicara panjang lebar ketika ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya. Celotehnya tadi mengalir begitu deras, seolah-olah semua pertanyaan dan keresahannya meledak sekaligus dalam satu waktu. Nathan hanya bisa tersenyum tipis, setengah geli, setengah heran.

"Tidak untuk sekarang," ucap Nathan singkat, namun cukup tegas, membuat nada bicaranya terdengar mengandung maksud yang lebih dalam.

Hana mengernyit, alisnya terangkat tinggi. Ia memandangi Nathan dengan rasa bingung yang mulai berubah menjadi curiga. "Maksudmu apa?" tanyanya cepat. "Kau melarangku untuk menemui mereka? Kenapa?" Nada suaranya mulai meninggi, mencerminkan kekhawatiran yang makin tak bisa ia bendung.

Nathan mengangkat tangannya ke pelipis, memijitnya perlahan seolah sedang menahan sesuatu yang ingin ia sampaikan tapi belum waktunya.

"Bukan melarang," ucap Nathan pelan namun penuh makna. Ia menatap mata Hana dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Kau ingin menemui mereka karena kau ingin tahu yang sebenarnya, kan?"

Hana terdiam beberapa detik. Pertanyaan itu menohok langsung ke tujuannya. Ia memang ingin tahu, ingin mendapatkan jawaban atas kecurigaan. Tanpa berkata-kata, ia akhirnya mengangguk pelan.

Nathan menghela napas sekali lagi, kali ini lebih dalam, seakan sedang menyiapkan dirinya untuk sesuatu yang lebih besar. Ia lalu melangkah satu langkah lebih dekat ke Hana, menatap gadis itu dengan pandangan serius.

"Temui aku malam ini," katanya tiba-tiba, dengan suara yang lebih tenang tapi penuh ketegasan. "Aku akan memberitahumu semuanya."

Sebelum Hana sempat bertanya lebih jauh, Nathan sudah membalikkan badan dan melangkah pergi meninggalkannya begitu saja di balik dinding sekolah. Hana hanya bisa memandangi punggungnya yang menjauh, semakin larut dalam teka-teki yang belum ia pahami sepenuhnya.

Dalam benaknya, puluhan pertanyaan kembali berputar—apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Nathan bersikap seperti itu? Apa yang akan ia katakan malam nanti? Dan yang paling mengusik hatinya: apakah benar ada sesuatu yang disembunyikan dari dirinya?

1
Na Noona
lanjut dong, dri kemarin ga up up
Ayu Sipayung: Sedang proses kk, sabar ya.....

jangan lupa baca karya terbaru author sembari menunggu up selanjutnya ya...
total 1 replies
Na Noona
belum up tor
na Nina
lanjut
na Nina
lanjut tor
Na Noona
up tor
Na Noona
up tor, aku sukaaa ceritanya
Chachap
kurang panjang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!