Ini bumi dimana tradisional dan modern bergabung.
Ramainya upacara pernikahan adat bergabung dengan tradisi pedang pora malam ini turut menjadi saksi bisu kealpaannya. Tanpa sengaja Letnan muda itu mabuk karena ulah para rekannya. Lebih parahnya lagi ia menyentuh seorang gadis yang sama sekali tidak di kenalnya.
Beberapa tahun berlalu, takdir mempertemukan dirinya dengan seorang anak laki-laki yang mirip dengannya. Matanya, hidungnya, bibirnya sampai perawakan tubuhnya bahkan sifat garang dan pemberaninya sangat mirip dengan dirinya.
"Saya terpaksa mencarimu."
"Apa kita pernah saling kenal?"
"Secara langsung tidak, tapi anak ini menuntunku agar kita saling kenal." Jawab wanita tersebut. "Pendopo kesultanan, usai pernikahan seniormu."
"Kamu.. gadis yang malam itu........."
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Segala rasa tercipta.
"Hhhggghh.." Bang Seno menekan tubuhnya dengan kuat dan akhirnya, ia menumpahkan lahar panas ke tubuh Laras.
Laras hanya bisa pasrah dalam dekapan Bang Seno. Sungguh pria itu begitu lembut memperlakukan dirinya. Untuk sesaat Laras sempat terpesona dengan tampan dan gagahnya seorang Letnan Seno tapi di sisi lain dirinya harus menyadari bahwa Letnan Seno telah memiliki seorang istri dan seorang putri.
Sekuat tenaga Laras berontak tapi Bang Seno ambruk menimpa dirinya. Ia masih mengatur nafas yang terengah.
"Saya tau saya salah, tapi saya berharap inilah obatnya. Saat ini sepenuhnya sadar dengan apa yang saya lakukan sama kamu Dinda, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima segala resikonya. Kali ini saya akan terus bersama mu..!!" Janji Bang Seno.
Mata Laras menyiratkan kemarahan yang teramat sangat namun ia hanya bisa mengungkap hati terdalam di balik tangisnya. "Bisakah Laras percaya pada pria beristri?? Janji hanya sekedar janji dan tidak akan pernah bisa Mas tepati. Mungkin benar apa kata Mbak Inka. Laras ini tak lebih hanya seorang p*****r yang menggoda suami orang. Sekarang Mas Seno benar-benar menjelaskan derajat Laras yang sesungguhnya." Ucap Laras dengan tenang tapi tidak dengan ekspresi wajahnya yang terlihat memendam rasa yang begitu menyakitkan.
Bang Seno tau, Laras adalah wanita yang sangat sulit untuk mengungkapkan amarahnya. Ia sedikit beralih dan memegang kedua tangan Laras. "Saya akui tidak ada alasan untuk membenarkan perbuatan saya. Tapi..........."
Akhirnya Laras benar-benar menangis dan memukul dada Bang Seno. "Nikmati tubuh Laras sepuas hati Mas Seno. Laras memang wanita murahan.. Jika saja tidak ada Gilang di dunia ini, Laras lebih memilih mati...!!!!!!"
"Tapi saya mencintai kamu, hanya saja..... Saya sedang berada dalam posisi yang salah Dinda..!!" Bang Seno mencoba mendekati Laras tapi Laras terlihat sangat marah.
"Sekembalinya kita dari mencari obat, Dinda bisa tuntut saya ke Batalyon. Katakan saya sudah menodai Dinda." Kata Bang Seno pasrah.
Laras semakin menjadi, akhirnya Laras sendiri yang menghambur memeluk Bang Seno dan Bang Seno menumpahkan tangisnya bersama Laras.
"Saya tidak akan lari. Saya akan tetap bertanggung jawab Dinda."
***
Matahari pagi menyorotkan sinarnya menembus dedaunan di pagi hari. Kabut masih sangat tebal saat Bang Seno sedikit membuka kaca pintu mobilnya. Udara segar menembus masuk dan terasa masih sangat menusuk tulang.
Bang Seno memperhatikan paras wajah Ndoro ayu Dyah Pradha Larasati nan ayu tiada tanding. Kulit putih bersih menambah kecantikannya.
"Bisakah Kangmas segera mempersunting dirimu Dinda?" Gumamnya. Bang Seno tersenyum menertawai dirinya sendiri yang sudah bagai tokoh pewayangan yang sedang merayu kekasihnya, namun saat ini dirinya memang sedang jatuh hati pada sang putri. Bang Seno pun menunduk mengecup perut Laras, ada harap tersirat. "Kamu yang masih jauh disana, Papa menunggumu..!! Tapi sabar sampai Papa menghalalkan Mama ya..!!"
Laras mengerjab saat merasa ada sesuatu yang menyentuh pipinya. Ia melihat Bang Seno sedang mengusap perutnya.
"Mas Seno lagi apa?" Tanya Laras.
"Ini.. kotak tissue nya jatuh." Jawab Bang Seno beralasan.
Laras melihat ke arah bawah kakinya, di bawah sana ada banyak sekali tercecer tissue kotor. Laras pun kembali bersandar dan membuang nafas berat.
"Nanti Mas bersihkan." Kata Bang Seno.
Laras terdiam tadi sedikit menggeliat merasa tidak nyaman.
"Sakit?"
"Nggak Mas." Jawab Laras dengan pipi memerah.
Bang Seno tersenyum, pipinya sampai ikut memerah penuh arti. Ingin rasanya menepis apa yang di rasakannya namun dirinya tidak bisa berbohong. Laras yang belum pintar meladeni hasratnya memang begitu membuatnya penasaran.
"Kita jalan lagi?" Tanya Bang Seno. Laras pun mengangguk.
\=\=\=
Beberapa waktu berlalu, berkat obat tersebut perlahan kondisi Gilang menjadi lebih baik. Hal tersebut membuat Bang Seno dan Laras sedikit lebih tenang namun ternyata masih ada perkara lain.
"Mas, Maaf kalau Laras tanya. Apa Mas masih ada uang?" Tanya Laras. "Aahmm.. sebenarnya Laras ada uang, tapi masih berupa deposito." Sebenarnya Laras juga tidak enak jika harus bertanya pada Bang Seno, pasalnya selama Gilang mendapatkan perawatan karena sakitnya, sejak saat itu juga seluruh pengobatan dan perawatan Gilang nyaris seluruhnya Bang Seno yang menanggungnya apalagi Bang Seno tak lupa memberinya uang untuk kebutuhannya.
"Ada Dinda, butuh berapa? Apa masih ada yang belum di bayar?"
"Sebenarnya tidak ada, tapi rumah sakit meminta biaya perawatan khusus soal ICU karena biayanya di bayar terpisah."
Bang Seno menepuk dahinya karena dirinya juga sampai melupakannya. "Kenapa tidak bilang? Ya sudah nanti sore Mas sediakan uangnya." Janji Bang Seno.
***
Di tengah hari Inka sangat marah melihat kotak brangkas di rumahnya kosong melompong. Ia tau pasti Bang Seno mengambilnya. Ia segera menghubungi Bang Seno yang siang itu baru selesai dari kegiatan lari siang.
:
"Iya, saya yang pakai uang itu."
"Berani sekali Mas memberikan uang itu pada si Ja_lang. Bukankah anaknya yang penyakitan itu sudah keluar dari rumah sakit." Kata Inka.
"Uangnya saya pakai untuk bayar rumah sakit." Jawab jujur Bang Seno.
"Uang itu mau aku pakai untuk beli mobil Mas, kenapa kamu pakai untuk hal yang tidak berguna???" Teriak Inka sudah sangat murka.
Bang Seno tidak ingin ribut dengan Inka dan ia memilih meninggalkan rumah dan segera pergi ke rumah Laras karena hari ini ada jadwal kontrol untuk Gilang.
***
Keesokan harinya tiba, pagi sekali Bang Seno pulang ke rumah asrama. Sekarang dirinya jarang pulang dan sering menginap di rumah yang ia sewa tidak jauh dari rumah Laras.
Saat membuka pintu rumah, tak ada siapapun disana dan rumah sudah gelap.
"Inkaa..!!" Sapanya tapi tidak ada sahutan. Bang Seno semakin masuk ke dalam rumah mencari keberadaan Inka dan saat membuka kamarnya. Bang Seno satu berkas lembaran kertas dan sepucuk surat dari Inka.
AKU PULANG KE JAWA. AKU KIRIM SURAT CERAI, CEPAT KAU TANDA TANGANI..!!
Bang Seno melihat berkas gugatan cerai atas dirinya dan banyak foto dirinya dengan Laras serta bukti transfer untuk Laras serta hilangnya uang di dalam brangkas.
"Astagfirullah hal adzim." Bang Seno sejenak memejamkan matanya tapi tak bisa di pungkiri hatinya juga merasa lega.
tok.. tok.. tok..
"Selamat pagi..!!"
Bang Seno keluar melihat siapa Tami yang datang di pagi hari begini.
"Selamat pagi. Ada apa?" Bang Seno melihat banyak anggota Polisi militer pusat di depan rumahnya.
"Kami menjemput komandan untuk di mintai keterangan atas pelaporan dari Ibu Inka." Jawab Anggota tersebut.
"Laporan apa?" Tanya Bang Seno.
"Ijin.. kasus KDRT, perselingkuhan, tidak menafkahi istri lahir batin dan penggelapan dana milik ibu Inka."
"Apalagi ini??? Bukan main Inka." Gerutu Bang Seno kesal dengan ulah Inka.
.
.
.
.
jadi bacanya gak tegang amat..🙏🙏
cerita nya bikin hatinano2