"Lepaskan aku, dasar pemaksa!" Nayla.
"Seharusnya kau senang karena menikah dengan pria tampan, kaya dan mapan sepertiku!" Reinhard.
Nayla, gadis polos dari desa yang terpaksa menikah dengan seorang mafia kejam, psikopat dan menyebalkan demi membayar hutang kedua orangtuanya.
Namun siapa sangka di balik sikap kejam Reinhard, pria itu menyembunyikan banyak luka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Leon mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, kotak kecil berwarna merah. Perlahan Leon membukanya. Betapa terkejutnya Nayla saat tahu, kalau Leon memberikannya cincin berlian.
"Menikahlah denganku, Nayla."
Uhuk.
Seketika Nayla langsung tersedak mendengar kalimat yang keluar dari bibir Leon. "Me-menikah?" tanya Nayla sedikit gugup.
"Kau pasti kaget karena aku melamar mu tiba-tiba begini," Leon tersenyum, lalu mengecup perlahan punggung tangan kanan milik Nayla.
Sedangkan Nayla, masih diam seribu bahasa. Wajahnya terlihat pucat dan juga berkeringat dingin. Ia sedang memikirkan, bagaimana kalau Leon tahu dirinya sudah menikah tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Pasti pria itu akan sangat kecewa.
Nayla tersenyum kikuk. Sungguh, ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini.
"Kau selalu cantik dan menggemaskan di mataku," ucap Leon seraya mengusap sudut bibir Nayla yang belepotan karena jus.
Tidak jauh dari tempat Nayla dan Leon duduk, seseorang tengah menahan amarah dengan tangan terkepal erat. Siapa lagi kalau bukan Rein.
Pemandangan yang berada di depannya itu, membuat hati Rein memanas. Ia tidak terima jika gadisnya di sentuh oleh pria lain.
"Berani sekali dia kabur tanpa ijinku dan bermesraan dengan pria lain!" gumam Rein dengan rahang mengeras.
"Tuan, ini berkas yang harus anda tanda tangani dan--" kalimat Mark terhenti saat tahu kemana arah kedua bola mata Rein tertuju. "Astaga, bagaimana bisa gadis itu kabur. Sebentar lagi, pasti bom nuklir akan segera meledak!" ucap Mark namun hanya dalam hati.
"Tapi, ini bagus. Kapan lagi aku bisa melihatnya cemburu seperti ini hanya karena seorang wanita," gumamnya.
Saking kesalnya, Rein langsung berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke arah mereka berdua. Tanpa peduli teriakan Mark yang merasa terbebani saat ini karena harus mengurus semuanya sendirian.
"Maafkan bos saya, Mr. Mungkin dia sudah kebelet." Mark meminta maaf pada rekan bisnis Rein.
"No problem. Ini juga sudah selesai, bukan? Aku harus segera terbang ke Jepang." jawab pria itu, kemudian menjabat tangan Mark dan pergi dari sana.
Huft.
Mark mengusap dada lega. Rekan bisnisnya tidak marah dan emosi karena Rein meninggalkannya tanpa mengucapkan apapun.
"Pelan-pelan saja, aku tidak akan memintanya," Leon memberikan segelas air putih pada Nayla agar gadis itu meminumnya.
Saat sedang Nayla gugup, ia pasti akan makan banyak tanpa menghiraukan keadaan sekitar.
"Iya aku tahu, jadi berhentilah bicara. Aku ingin menghabiskannya sendiri!" ketus Nayla langsung meminum habis air minum yang Leon berikan.
Ya, Nayla merasa kesal saat Leon pergi ke kamar mandi, ia melihat sebuah pesan masuk dari ponsel Leon yang bertuliskan sayangku. Padahal jelas sekali kalau sejak tadi ia berada bersama Leon. Lalu siapa sayangku itu?
"Uhuk..." kali ini Nayla tersedak bukan karena makanan atau minuman, tetapi karena tatapan tajam seorang pria yang saat ini sedang berada di belakang Leon.
Pria dengan tatapan tajam seperti Elang yang siap memangsanya kapanpun.
"Tu-tuan Rein..." lirihnya pelan.
Mendengar nama seseorang yang tidak asing di telinganya, dengan cepat Leon berbalik dan menatap dalam pria tersebut.
"Rein?!" pekik Leon.
Sial sekali nasibnya, kenapa harus bertemu dengan Rein di saat dirinya sedang menunggu jawaban Nayla. Apakah gadis itu mau menikah dengannya atau tidak!
"Pulang, sekarang!" Rein menarik paksa pergelangan tangan Nayla.
"Tunggu, Tuan! Aku bisa jelaskan, kalau semua yang kau lihat ini tidak--"
"Kubilang pulang Nayla! Apa kau tuli, hah!" Rein yang tidak mau lagi mendengar penjelasan Nayla, menyeret sedikit kasar wanitanya menuju ke mobil.
"Lepas! Dia tidak mah ikut denganmu!" Leon menarik tangan sisi kiri Nayla.
Baginya, Nayla masih kekasihnya dan sampai kapanpun akan tetap seperti itu. Sedangkan Rein, bukanlah siapa-siapa Nayla.
"Ck! Jangan ikut campur dengan hubungan suami istri!" tegas Rein dengan tatapan sengit. Ia tidak mau mengalah bahkan jika Nayla tidak mau ikut dengannya sekalipun.
"Apa? Istri?!" Leon menggeleng tak percaya. Nayla mencintainya, tidak mungkin gadis itu mengkhianati cinta suci mereka. "Kau pasti sedang berbohong dan ingin memisahkan kami. Aku bahkan sudah melamarnya, dia kekasihku!" ucao Leon tak mau kalah.
"Sudah cukup. Aku malas mendengar buala mu. Karena sampai kapanpun, pria sepertimu tidak akan pernah menikah, Leon!" bisik Rein tepat di samping pundak Leon.
Mendengar ucapan Rein yang begitu menohok, membuat Leon melepaskan genggaman tangannya pada Nayla.
"Kenapa kau diam saja, Leon? Bukankah kau ingin--"
Greb.
Rein membopong Nayla seperti karung beras, membawanya pergi meski gadis itu terus memberontak dan memukul punggungnya. Walaupun, pukulan itu tidak terasa bagi Rein.
"Gadis nakal, kau memang harus di beri hukuman!" smirk tipis terukir dari sudut bibir Rein.
Nayla langsung merinding melihat senyum mengerikan yang pertama kali ia lihat dari sosok Rein.