NovelToon NovelToon
Black World

Black World

Status: sedang berlangsung
Genre:Horror Thriller-Horror
Popularitas:335
Nilai: 5
Nama Author: GrayDarkness

Bacin Haris seseorang mencari ibunya yang hilang di dunia lain yang disebut sebagai Black World. Dunia itu penuh dengan kengerian entitas yang sangat jahat dan berbahaya. Disana Bacin mengetahui bahwa dia adalah seorang Disgrace, orang hina yang memiliki kekuatan keabadian. Bagaimana Perjalanan Bacin didunia mengerikan ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sarang Kejahatan

Ketegangan di udara semakin terasa. Para pengunjung yang tampak normal beberapa menit lalu kini berubah bentuk secara mengerikan. Sebagian dari mereka mulai melengkung dengan cara yang tidak wajar, tubuh mereka seolah-olah meleleh sebelum membentuk sosok baru yang lebih mengerikan. Ada yang lehernya memanjang seperti ular, ada yang kulitnya mulai mengelupas memperlihatkan daging hitam berdenyut, dan ada pula yang membuka mulut mereka lebih lebar dari yang seharusnya manusia bisa lakukan.

Para petugas keamanan yang sebelumnya terlihat kaku dan waspada kini langsung bereaksi. Mereka berlari ke arah para pengunjung yang berubah bentuk, menghunus senjata tajam dan senapan laras panjang, seakan ini bukan pertama kalinya mereka menghadapi hal semacam ini. Tembakan terdengar, jeritan makhluk-makhluk itu memenuhi ruangan, menciptakan kekacauan di antara alunan musik yang masih bergema.

Bacin melihat kesempatan. Tanpa membuang waktu, ia segera menyelinap ke pintu belakang yang kini tak lagi dijaga. Ia membuka pintu itu perlahan, lalu masuk ke dalam lorong gelap yang dingin dan sunyi. Namun, perasaan bahwa ia tidak sendirian mulai merayapi tubuhnya. Tempat ini, di balik hiruk-pikuk pesta di luar, terasa jauh lebih berbahaya.

Bacin melangkah perlahan di lorong yang panjang dan sempit, napasnya berat dalam keheningan yang menyesakkan. Bau anyir darah menguar begitu pekat, menusuk hidungnya hingga hampir membuatnya muntah. Dinding-dinding lorong itu kusam dan retak, beberapa bagian terlihat basah dengan noda hitam kemerahan yang seperti merembes dari dalam.

Di sepanjang lorong, banyak pintu berjejer di kedua sisinya. Beberapa pintu tampak baru, tetapi ada pula yang lapuk dengan engsel berkarat, seolah sudah lama tidak dibuka. Bacin bisa merasakan sesuatu mengawasinya dari balik pintu-pintu itu. Samar-samar, terdengar suara samar di kejauhan—suara bisikan, rintihan kesakitan, bahkan suara cakaran halus di balik kayu.

Tiba-tiba, terdengar suara gedebuk keras dari salah satu pintu di sebelahnya. Bacin terlonjak mundur, jantungnya berdebar kencang. Sesuatu di balik pintu itu bergerak, terdengar suara seretan kasar, lalu suara berdehem yang berat, seolah ada seseorang yang mencoba berbicara tetapi tenggorokannya penuh darah.

Bacin menelan ludah dan melanjutkan langkahnya dengan lebih hati-hati. Cahaya remang-remang dari lampu di langit-langit berkedip-kedip, menciptakan bayangan bergerak yang terasa seperti makhluk-makhluk bersembunyi dalam kegelapan.

Saat melewati salah satu pintu yang sedikit terbuka, matanya tanpa sengaja melirik ke dalam celahnya. Jantungnya hampir berhenti ketika melihat sepasang mata merah menyala menatapnya dari kegelapan, disertai dengan senyum lebar penuh gigi hitam yang menyeringai padanya.

Tanpa pikir panjang, Bacin mempercepat langkahnya. Namun, semakin ia berjalan, lorong itu terasa semakin panjang. Seolah ia tidak akan pernah mencapai ujungnya. Rasa takut mulai menggerogoti pikirannya—apakah ia terperangkap dalam ilusi? Apakah tempat ini adalah jebakan lain?

Di kejauhan, terdengar suara langkah kaki… tetapi bukan langkahnya. Seseorang—atau sesuatu—sedang mengikutinya.

Bacin merasakan bulu kuduknya berdiri. Langkah kaki itu semakin mendekat, ritmenya tidak wajar—terdengar seperti sesuatu yang berjalan dengan kaki yang tidak seimbang, terseret-seret, lalu berhenti sejenak, sebelum melanjutkan dengan kecepatan yang tiba-tiba meningkat.

Ia menoleh ke belakang. Lorong kosong.

Namun, udara di sekitarnya terasa lebih berat, seperti ada sesuatu yang mengintai dari kegelapan. Jantungnya berdegup kencang saat ia kembali berjalan. Setiap langkah yang ia ambil, langkah kaki itu mengikutinya.

Bacin mencoba mengabaikannya dan melangkah lebih cepat. Namun, tiba-tiba, seluruh lampu di lorong berkedip-kedip dengan cepat sebelum padam sepenuhnya. Ia kini berdiri dalam kegelapan total.

Suara napas terdengar di belakangnya.

Bacin membeku, tak berani bergerak. Napas itu berat dan terengah-engah, seakan sesuatu berdiri tepat di belakangnya. Hawa dingin menyelimuti tengkuknya, membuatnya gemetar.

Tiba-tiba, sesuatu menyentuh bahunya—tangan dingin dengan kuku panjang yang tajam.

Bacin menahan napas, tubuhnya tegang. Ia tahu bahwa jika ia menoleh, ia mungkin tidak akan selamat. Namun, rasa takut yang luar biasa mencekamnya, membuatnya sulit berpikir.

Lalu, dari dalam kegelapan, suara berbisik muncul, serak dan penuh kebencian.

"Jangan berbalik..."

Suara itu terdengar begitu dekat, seakan-akan langsung berbisik di telinganya.

Bacin hampir kehilangan keseimbangan. Ia menggenggam kapaknya erat-erat, mencoba mengendalikan ketakutannya. Ia harus bergerak. Harus keluar dari lorong ini.

Dengan gerakan cepat, ia melangkah ke depan, meraba-raba dinding di sampingnya untuk mencari pegangan. Namun, sesuatu yang dingin dan berlendir merayap di tangannya—bukan dinding, tapi sesuatu yang hidup.

Ia menarik tangannya dengan cepat, menahan teriakan yang hampir meluncur dari tenggorokannya.

Di kejauhan, samar-samar ia melihat sebuah pintu yang sedikit terbuka, cahaya redup keluar dari celahnya. Itu mungkin satu-satunya jalan keluar.

Namun, saat ia melangkah mendekat, sesuatu merangkak keluar dari kegelapan lorong di depannya. Makhluk itu memiliki tubuh kurus kering seperti kulit yang merekat langsung ke tulang, wajahnya menganga dengan lubang hitam besar di tempat seharusnya ada mata.

Makhluk itu tersenyum.

"Kau tidak bisa pergi..."

Bacin menahan napas. Jantungnya berdegup liar.

Dan dalam hitungan detik, makhluk itu menerjangnya.

Bacin mengayunkan kapaknya dengan sekuat tenaga, bilah tajam itu menebas langsung ke arah kepala makhluk mengerikan itu. Suara daging yang robek terdengar jelas di tengah kegelapan, diikuti oleh semburan cairan hitam yang berbau busuk menyemprot ke dinding lorong.

Namun, yang terjadi selanjutnya membuat jantung Bacin hampir berhenti.

Makhluk itu tidak roboh.

Sebaliknya, tubuhnya hanya bergoyang sedikit, lalu kepalanya yang hampir terbelah mulai menyatu kembali dengan suara gemeretak tulang yang menjijikkan. Lubang besar di wajahnya kini tampak lebih mengerikan, seolah-olah mulutnya meregang lebih lebar dalam ekspresi kegembiraan yang tak wajar.

"Kau tidak bisa membunuhku... tapi aku bisa mencabik-cabikmu..."

Makhluk itu bergerak dengan kecepatan yang tidak seharusnya mungkin bagi tubuhnya yang kurus dan kaku. Tangannya yang panjang melesat ke arah Bacin, kuku-kuku hitamnya yang runcing hampir merobek lehernya.

Bacin melompat mundur dengan napas tersengal, adrenalinnya melonjak. "Sial... ini bukan makhluk biasa!" pikirnya.

Ia menebas lagi—kali ini ke tubuh makhluk itu. Kapaknya menembus dagingnya, tapi sama seperti sebelumnya, luka itu hanya bertahan sesaat sebelum menutup kembali, seolah-olah kapaknya sama sekali tidak ada gunanya.

Bacin mundur lagi, matanya bergerak cepat mencari jalan keluar. Pintu di ujung lorong masih terbuka sedikit, cahaya redup memancar keluar. Itu satu-satunya harapannya.

Makhluk itu tertawa, suara seraknya menggema di lorong yang sempit. "Lari... aku ingin kau berlari... biar aku bisa mengejarmu..."

Bacin menggertakkan giginya. Tidak ada pilihan lain.

Ia berbalik dan berlari secepat yang ia bisa, sementara suara langkah kaki makhluk itu terdengar memburu di belakangnya—cepat, tak beraturan, dan mengerikan. Lorong terasa semakin panjang, semakin gelap, seakan-akan tidak akan pernah berakhir.

Dan tepat saat ia mencapai pintu itu, sesuatu mencengkeram pergelangan kakinya dengan cakar dingin. Bacin tersentak, tubuhnya hampir terjatuh. Ia menoleh ke belakang dan melihat wajah makhluk itu begitu dekat—tersenyum, dengan rahang yang mulai terbuka lebih lebar, seakan siap menelan kepalanya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!