Tidak ada gadis yang mau menikah dengan lelaki beristri, apalagi dalam keterpaksaan ibu tiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Obrolan Rafa dan Natasya.
Natasya hanya bisa menatap layar ponsel, setelah mematikkan sambungan telepon percakapannya dengan Sarla, ia sedikit merasa menyesal karena membohongi terus menerus sang sahabat.
Demi kebahagian dirinya sendiri, rela melihat sahabat baik menderita di depan mata.
"Natasya."
Terkejutnya, ketika suara Rafa terdengar dari dekat. Lelaki yang ia sukai kini berada dihadapannya.
"Ra-f-a, kamu ada di sini." Menundukkan wajah, itu cara wanita ketika berusaha menghindar dari tatapan lelaki yang bukan mahramnya. Nada bicara Natasya terdengar gugup, ketika berhadapan dengan sosok lelaki tampan pujaan hatinya.
"Oh ya, aku dari tadi cariin kamu loh. Eh nyatanya kamu ada di sini," ucap Rafa, membuat kedua pipi yang tertutup cadar itu memerah. Sekilas Natasya menatap ke arah Rafa, melihat wajah tampan sang pujaan hati dengan bibir tipis yang tersenyum lebar.
"Cariin aku," balas Natasya semakin gugup, ia mulai melayangkan pertanyaan dengan kedua tangan saling beradu. " Ada apa ya?"
"Oh ya, surat yang aku titipkan pada kamu sudah diberikan pada Sarlakan?" bukan jawaban yang menyenangkan terdengar dari kedua telinga Natasya. Tapi kekecewaan saat membahas Sarla," apa tidak ada topik lain selain membahas wanita itu." Gumam hati Natasya menaruh kebencian.
"Hey, kok kamu malah diam, kenapa?" tanya Rafa, mengagetkan lamunan Natasya. Dimana wanita berkerdung coklat itu membalas!" Surat itu, sudah aku berikan pada Sarla, hanya saja .... "
Rafa terlihat penasaran akan jawaban Natasya yang menggantung secara tiba tiba. " Hanya kenapa? Apa dia membalas atau mengatakan sesuatu."
"Rafa, sebelumnya kamu jangan marah dulu ya pada Sarla. Kemarin itu, surat dari kamu di buang oleh Sarla ke tong sampah!"
Deg ....
Mendengar jawaban dari Natasya, membuat hati Rafa sedikit sakit, ia tak tahu jika suratnya tak ada arti.
"Rafa, aku tahu ini semua pasti kedengarannya menyakitkan untuk kamu, aku hanya ingin memberi tahu kamu jika, Sarla sudah mau menikah."
"Apa?" Terkejutnya Rafa, ia ternyata terlambat mengungkapkan perasaan dan berniat melamar Sarla.
"Dan lagi, aku hanya ingin membari tahu kamu. Jika Sarla akan menikah dengan pria yang sudah mempunyai istri."
Rafa mengusap pelan wajahnya, ia tak menyangka jika selera Sarla begitu rendah, padahal masih banyak lelaki di luar sana yang masih lajang.
"Dengar dengar sih, Sarla ingin menguras hartanya pria itu."
Semakin panas membara hati Rafa, setiap kali mendengar perkataan Natasya.
Mengepalkan kedua tangan, menahan rasa sesak di dada." Apa kamu bisa menemui aku dengan Sarla."
Natasya tak tahu jika perkataanya, malah membuat Rafa ingin bertemu dengan Sarla, padahal ia mengira jika Rafa akan langsung melupakan sahabatnya itu, dan menjalin hubungan dengan Natasya.
"Sepertinya aku tak bisa mempetemukan kamu dengan Sarla, karena sebentar lagi hari pernikahanya." tolak Natasya, mengambing hitamkan sahabatnya itu, agar terlihat jelek di mata Rafa.
"Aku nggak nyangka sekali, jika Sarla seperti itu," ucap Rafa, kecewa dengan pilihan hatinya. Mau tidak mua ia harus memendam luka hatinya.
"Aku juga sama sepertimu Rafa, padahal Sarla itu anak yang lugu dan baik, tapi pada kenyataanya."
Rafa mulai berpamitan pulang kepada Natasya, ia ingin meredamkan amarah, karena kebetulan sekali, Rafa harus menemui pamanya di rumah sakit.
"Terima kasih ya, Natasya. Kamu memang wanita baik, tak salah aku memberikan amanat kepadamu," ucap Rafa memuji Natasya, membuat wanita berkerudung coklat itu, tersenyum dibalik cadarnya.
Akhirnya Natasya berhasil membuat Rafa tak menyukai Sarla, ia membuat sebuah fitnahan terus menerus tentang kejelekan sahabat baiknya itu.
Rafa pergi terburu buru, sedangkan Natasya bersorak hore akan kemenangannya sendiri.
"Yes, lambat laut Rafa pasti akan jadi milikku.
Tring .... Satu pesan datang dari Sarla, dimana Natasnya membaca isi pesan itu.
(Bagaimana dengan nomor Rafa, apa kamu bisa menghubungi dia sekarang, aku sangat butuh pertolongannya.)
Natasya seakan jijik dengan tulisan Sarla, seperti pengemis.
(Maaf Sarla, nomor Rafa tetap saja tak aktif, maafkan aku.)
Pesan terkirim, Natasya tersenyum licik dan bahagia atas kemenangannya.
Sarla membaca pesan dari sahabatnya hanya bisa sabar dan mencari cara lain, karena masih ada waktu selama dua minggu.
(Baiklah, Natasya jika kamu ada info tolong kabarkan aku ya, tentang Rafa.)
Natasya terlihat kesal," mana mungkin tidak akan ya," gerutu hati Natasya.
(Baiklah, Sarla.)
Natasya langsung menon aktifkan ponselnya, ia malas membalas pesan dari sang sahabat. Karena yang ia inginkan sekarang adalah kebahagian bersama Rafa.
"Kak Sarla, kenapa terlihat murung begitu?" tanya Lilia, terbaring di atas kasur sang kakak.
"Sahabat kakak satu satunya, Natasnya. Tak bisa menolong kakak sama sekali!" jawab Sarla, mempelihatkan keluhanya pada sang adik.
Lilia kini duduk dari tempat tidurnya, melihat kesedihan sang kakak, " Kenapa ujian kita berat sekali ya kak, Lilia merasa kecewa dengan papah."
"Entahlah, mungkin ada suatu kejutan bahagia dari balik kesedihan yang Allah berikan pada kita, Lilia. Sebagai seorang umat muslim kita hanya bisa berusaha, berdoa dan tawakal. Mencari jalan keluar dan tetap berperasangka baik kepadanya. "
"Amin."
Sarla mulai merebahkan tubuhnya, ia kini meraih poto dirinya bersama sang ibunda." Bu, apa kamu bahagia di sana, kami di sini sangat merindukanmu, Bu."
*******
Gunawan duduk di sofa dengan raut wajah tak karuan, ia terlihat tak bersemangat dari sebelumnya. Terbayang akan tatapan kedua anaknya begitu membecinya.
"Pah."
Sosok anak kecil berumur delapan tahun datang menghampiri sang papah, ia terlihat sedih. Dengan menjalankan kursi rodanya, mendekat dan berkata.
"Papah, boleh Lani berbicara dengan papa."
Gunawan tersenyum dan memegang kedua pipi anak mungil itu," Silahkan, apa yang mau bicarakan pada papah?"
Lani sedikit menelan ludah ada rasa tak berani dalam hatinya, "Apa bisa papah menggagalkan rencana pernikahan Kak Sarla, Lani tidak apa apa kok, tidak di obatin juga, Lani .... "
Telujuk tangan menempel pada bibir mungil Lani, "Nggak bisa gitu sayang, kamu harus sembuh ya."
"Tapi pah .... Kak Sarla?"
"Jangan pikirkan Kak Sarla, semua sudah menjadi tanggung jawabnya, sebaiknya kamu fokus sama sekolah kamu ya." Gunawan mengusap pelan rambut pendek Lani, mengecup kening anak itu.
"Pah.
Panggilan Lani diabaikan begitu saja oleh Gunawan, terlihat sang lelaki tua tak bisa berbuat apa apa. Dia dalam posisi lemah dan tak berdaya," Papah terpaksa mengorbankan anak papah Sarla demi kesembuhanmu Lani, kamu juga berhak bahagia Lani, karena dulu papah sudah menelantarkan kamu dan ibu kamu, sekarang waktunya papah membahagiakan kamu, walau akan ada yang menderita. " Guman hati Gunawan, menatap sekilas ke arah Lani, air mata menetes perlahan. Gunawan pergi menuju ke taman hanya ingin menenangkan pikirannya tanpa gangguan sedikit pun dari orang lain.