" Menikah dengan siapa?! om pamungkas?!!" suara Ratih meninggi, di tatapnya semua anggota keluarganya dengan rasa tak percaya.
" Pamungkas adalah pilihan terbaik untukmu nduk.." suara papanya penuh keyakinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setahun lima bulan
Ratih berdiri di samping jendela kamarnya, terlihat lampu lampu redup dari halaman rumahnya.
Sudah setahun lebih, atau mungkin sudah satu setengah tahun,
ia tak pernah lagi mendengar kabar om nya itu.
Setelah kejadian di sarangan dan kembali ke luar jawa tanpa pamit, benar benar tak ada seorang pun dirumah yang menyebut nama Pamungkas.
Entahlah, ibunya seperti menangkap ketidakwajaran, namun setelah Pamungkas pergi, ibunya itu tak membahas apapun.
Pamungkas seperti hilang di telan bumi,
sejak itu Ratih sadar, bahwa yang ia rasakan hanyalah sekedar perasaan sementara,
bisa jadi karena ia sedang dalam kondisi terluka dan kesepian.
" Ah.. sudahlah.." itu yang Ratih ucapkan berkali kali ketika ingatan bersama Pamungkas tiba tiba muncul.
Wajarnya, seharusnya ia masih sulit melupakan Arga, tapi entah kenapa kebenciannya menggilas habis perasaan cintanya.
" Tok tok tok..?!" suara pintu kamar Ratih di ketuk.
" Sudah tidur Rat?" suara Hendra,
" belum mas," jawab Ratih membuat Hendra membuka pintu kamar dan masuk.
Kakak kandungnya itu memperlihatkan giginya yang rapi tiba tiba,
" pamer gigi gak jelas.." gerutu Ratih,
" keluar ayokk.." ajak Hendra melemparkan dirinya ke atas tempat tidur Ratih.
" Sudah malam, kemana?"
" cari angkringan, ngobrol.."
" ngobrol disini kan bisa?"
" mana seru, mas juga mau ke sawojajar.. pesan kacamata baca buat papa.. sepertinya sudah waktunya ganti.."
Ratih terlihat berpikir,
" elehh.. banyak mikir, kencan sama masmu ini tidak apa apa toh..?!"
ujar Hendra,
" atau? kau sudah ada pacar? karena itu pikir pikir dulu mau keluar denganku??"
" ngawurkan?!"
" lha kok ngawur? siapa tau tho nduk.. lagi pula kau sudah menjanda satu tahun lebih,
tidak masalah kau jatuh cinta lagi.."
Ratih diam,
" kok diam begitu, masih punya perasaan untuk mantan suamimu itu?"
" aku tidak gila mas," jawab Ratih cepat.
" baguslah.. sudahlah...ayo kita keluar, mas belikan apa yang kau mau, kapan lagi.."
" bukannya mas sudah mau pindah kesini? sudah pasti kita bertemu setiap hari kan?"
" Om menyediakan kontrakan kecil di sebelah bengkel.. mungkin mas akan ambil satu.."
Ratih mengerutkan dahinya,
" memangnya jauh dari rumah sampai mas harus menginap di luar?"
" Aku tinggal sendiri sudah lama Rat, rasanya aneh saja kalau pulang kesini terus.."
" inikan rumahmu mas?"
" rumah papa mama.. , sebagai anak laki laki aku harus punya rumah sendiri..
kalau tidak bagaimana anak istriku kelak.."
Ratih kaget mendengar ucapan kakaknya itu, tidak pernah sekalipun Ratih menyangka kata kata itu akan keluar dari mulut kakaknya.
" Jadi mas belum menikah juga karena memikirkan itu?" tanya Ratih,
Hendra tertawa, lalu bangkit,
" Ini akibatnya kalau aku sering bicara dengan om Pamungkas.. aku jadi ikut tua karena sering di beri nasehat..!" Hendra tertawa,
" memenuhi sandang, pangan, papan.. itu kan tugas seorang suami?
lalu bagaimana mas berani menikahi seseorang jika belum bisa memenuhi ketiganya..? kasian istri mas nanti.." imbuh Hendra.
" Mas, papa dan mama akan selalu membantu kita.." ujar Ratih kalem,
" tidak.. mungkin untukmu wajar, kau adalah anak perempuan, tapi untukku.. aku malu Rat, jika masih harus menerima bantuan papa mama,
aku adalah anak pertama dan laki laki yang sudah cukup dewasa.."
Ratih memandang kakaknya itu masih tak percaya, sebegitu besarnya pengaruh Pamungkas, dia bisa merubah kakaknya yang seenaknya ini jadi lebih perduli akan masa depan
" lalu kenapa tiba tiba bekerja sama dengan om Pamungkas?"
" karena aku bosan bekerja di proyek yang harus berpindah kesana kemari..
apalagi tahun depan proyek selesai aku harus pindah ke kaltim,
dan setelah di kaltim, aku akan semakin sulit untuk keluar.."
" kau tidak menyesal mas? gajimu besar.."
" om pasti memberiku gaji yang lebih besar.." Hendra tertawa,
" mas ini bercanda terus?!"
" lha terus? memang begitu kan.. sudahlah.. yang penting aku kembali ke malang setelah ini..",
" Hemm.. ya sudah, terserah mas saja baiknya bagaimana.." Ratih mengambil kucir rambutnya dan memakai jaketnya,
" katanya keluar mas? ayoo.." ujarnya kalem, lalu berjalan melewati kakaknya.
Pamungkas menghentikan motornya tepat di teras rumah dinasnya.
" Dari mana tengah malam begini?" tanya laki laki berkulit kuning langsat dan dan berhidung mancung khas orang timur.
" Kenapa kau dirumahku malam malam begini?" tanya Pamungkas melepas helmnya.
" Aku ribut dengan istriku.."
" lalu hubungannya denganku?"
" eh, apalagi kalau tidak menumpang tidur?!"
Pamungkas turun dari motornya, memandang temannya itu sejenak.
" Astaga Raf.. kau tidak bosan apa ribut dengan istrimu terus?" tanya Pamungkas,
" aku bosan...dia yang tidak.." jawab Rafael,
" ck.." Pamungkas berdecak kesal, karena temannya ini selalu menggunakan rumahnya untuk tempat pelarian.
" Ayo sudah, buka rumahmu.. aku sudah mengantuk ini?!"
" sabar..!" Pamungkas membuka kunci rumahnya,
" kenapa kau tidak menginap di tempat Dery atau frans saja?" tanya Pamungkas setelah membuka pintu rumahnya dan masuk.
" Eh! bisa tambah habis aku?! disini yang namanya elok putih suci dan bersih hanya namamu saja..,
istriku tidak marah kalau aku lari ke tempatmu.."
" eh.. mengada ngada,"
" sudahlah, biar aku tidur di depan TV saja,"
" Enak saja, tidur di sofa sana.."
" tega kau Pamungkas?!"
" tega.." jawab Pamungkas masuk ke dalam kamar.
Di dalam kamar Pamungkas menganti bajunya dengan kaos dan celana pendek.
Diambil HPnya dari saku jaket, lalu duduk di kursi yang ia letakkan di sebelah jendela kamarnya.
" Hendra.." gumamnya melihat panggilan tak terjawab dari Hendra sebanyak tiga kali.
" Iya Hen?" Pamungkas menelfon balik keponakannya itu,
" Om, belum tidur?" terdengar suara Hendra dari sambungan telfon,
" baru pulang dari cari makan Hen, ada apa?" jawab Pamungkas.
" Ah tidak ada yang penting om, hanya mengabari saja kalau saya sudah di malang,"
" oh.. baguslah, berarti besok kau langsung ke lokasi?"
" iya om, agak siang tidak masalah ya om? soalnya bakal pulang pagi ini om.."
" Oh.. kau sedang ada acara,"
" iya, aku sedang kencan om.. sama janda cantik ini.." suara tawa Hendra terdengar begitu keras,
" Kau sudah punya pacar Hen?" tanya Pamungkas tersenyum,
" hahaha..!" tawa Hendra lagi keras, membuat Pamungkas heran.
" Ini lho om, jandanya di sebelahku, mau ngomong? wekekekeekekk..!" Hendra tidak berhenti tertawa hingga terdengar suara Ratih yang sedang marah.
Mendengar suara Ratih setelah setahun lebih membuat Pamungkas tak bisa berkata kata, ia membeku cukup lama.
" Halo om? om?" suara Hendra,
" iya halo.." balas Pamungkas setelah cukup lama,
" mau ngobrol dengan Ratih om?" tawar Hendra,
" ah, tidak usah.. kalian lanjutkan saja acara kalian.. aku sedikit lelah, jadi aku ingin tidur lebih dahulu," ujar Pamungkas cepat.
" begitu ya om? benar tidak mau menyapa saja?" tanya Hendra lagi,
" tidak usah, kalian lanjut saja.. kututup telfonnya ya?" tanpa berkata apapun lagi Pamungkas memutus sambungan telfonnya.
Laki laki itu termenung cukup lama, masih memegang HP di tangan kanannya,
Hatinya baik baik saja setahun 5 bulan ini,
tapi kenapa, mendengar suara Ratih sedikit saja sudah tak karu karuan lagi.
emang kamu pikir si ratih itu ga punya hati apa.....
luka karna dikhianati sama org terdekat itu susah sembuhnya, kamu malah ngerecokin si ratih mulu
slading online juga nih
istri rasa ponakan itu perlu pemahaman yang besar 😆😆