✅ Cerita ini mengisahkan konflik rumah tangga penuh drama.
✅ Bagi yang belum cukup umur apalagi masih bau kencur, silahkan mundur dengan teratur!
****
Kegetiran senantiasa menyertai perjalanan hidup seorang wanita bernama Mayuri Akhila.
Menyandang status janda di usia yang masih terbilang muda, membawa Yuri ke dalam banyak masalah.
Karena status itu pulalah, dia diusir warga di lingkungan tempat tinggalnya dan dituduh sebagai perempuan penggoda suami orang. Namun, pengusiran itu justru mempertemukan Yuri dengan seorang pria beristri yaitu Pandu Manggala.
Dekat dengan Pandu, membuat Yuri merasa menemukan kenyamanan dan diam-diam menaruh hati terhadap pria yang juga selalu memberi perhatian istimewa terhadapnya tersebut.
Mungkinkah Yuri dan Pandu bisa bersatu?
Haruskah Yuri menjadi seorang pelakor?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunita Yanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 16. Mau Menang Sendiri
Malam berjalan terasa sangat lambat bagi pasangan suami istri, Pandu dan Tamara. Setelah perselisihpahaman mereka, keduanya tak saling bicara. Jangankan untuk tidur di kamar berdua, saling menoleh saja mereka sangat enggan. Tamara memilih tidur di kamar bersama bayinya, sedangkan Pandu, tidur di sofa ruang tamu. Kondisi kakinya yang masih dalam cedera, juga membuatnya susah bergerak sehingga dia tidak ingin memperpanjang perdebatannya dengan Tamara, walau sejujurnya dia sendiri sangat tidak suka akan perlakuan istrinya itu terhadap Yuri.
Akibat pengaruh obat penghilang rasa sakit yang diminumnya, Pandu akhirnya bisa tertidur meskipun sedikit kurang nyaman berbaring hanya di atas sofa yang sempit dengan kaki yang masih sakit dan tidak leluasa bergerak.
.
Hingga pagi datang menyapa dan cahaya terang di ufuk timur sudah mulai menampakkan pesonamya.
Pandu mengerjap, suara gaduh di dapur membuatnya seketika terbangun dari tidurnya.
"Ahh, rupanya sudah pagi." Pandu mengangkat punggungnya dari sofa dan mengusap wajahnya.
"Mas, tolong kamu jagain Chia. Aku mau buatin dia susu sekalian siapin sarapan!"
Pandu menoleh dan tampak terkejut karena Tamara sudah berdiri di sebelahnya sambil memggendong bayinya.
Dengan wajah ditekuk dan terlihat kesal, Tamara langsung menyodorkan putrinya yang kala itu sedang menangis, agar Pandu beralih menggendongnya.
"Astaga, Chia kenapa? Tidak biasanya dia seperti ini." Pandu menatap wajah putrinya yang memerah karena terus menangis tidak tenang.
"Chia hanya lapar, Mas. Sekarang aku akan membuatkan susu untuknya!" sungut Tamara seraya meninggalkan Pandu bersama bayinya, lalu bergegas menuju dapur.
"Cup ... cup ... cup ... " Pandu menimang dan menggoyang-goyangkan tubuh Chia, terus berupaya menenangkan dan menghentikan tangisannya.
"Sabar ya, Sayang. Kemarin-kemarin ada Yuri, kamu tidak pernah sampai kelaparan seperti ini. Dia selalu menjagamu dengan baik." Pandu menggerutu. Dia semakin menyadari kehadiran Yuri selama ini di rumahnya, memiliki peranan penting dan sangat mereka butuhkan.
"Biasanya jam segini aku sudah bisa mandi dan bersiap pergi kerja. Tidak ada Yuri, semuanya harus aku kerjakan sendiri!"
Tamara ngedumel sendiri. Tanpa Yuri, tentunya dia cukup kewalahan mengurus semua kebutuhan bayinya serta mengerjakan pekerjaan rumah. Ditambah lagi, dia juga harus mempersiapkan MPASI untuk bayinya yang kini sudah mulai belajar makan.
"Aku harus segera mencari baby sitter baru. Aku tidak akan sanggup ngurus Chia sendiri."
Sambil sibuk mempersiapkan susu untuk bayinya, Tamara terus menggerutu. Dia tidak ingin menyesali kepergian Yuri, walau kini dia merasa sangat kerepotan tanpa adanya baby sitter yang sudah dengan cara tidak hormat diusirnya dari rumahnya itu.
"Ini susu untuk Chia, Mas. Tolong jaga dia, aku harus segera mandi. Aku sudah terlambat bersiap ke kantor." Tamara kembali ke ruang tamu dan menyerahkan botol susu kepada suaminya.
Tidak ingin Chia terus menangis, Pandu segera meraih botol susu itu dan memberikannya kepada bayinya. Namun, ketika Pandu memasukkan ujung dot ke bibir Chia, bayi yang usianya sudah masuk bulan ke tujuh itu justru menangis semakin keras.
"Astaga ... ini susunya terlalu panas, Tamara! Bibir putri kita bisa melepuh kalau minum susu sepanas ini!" jerit Pandu, sangat heran akan kecerobohan Tamara yang tidak memeriksa suhu air sewaktu membuat susu.
"Tolong dinginkan dulu susunya!" Pandu menyerahkan kembali botol susu kepada Tamara.
"Bisa nggak kamu kerjakan sendiri saja, Mas. Kau lihat ini jam berapa? Kalau aku tidak segera bersiap, aku bisa telat sampai di kantor!" ketus Tamara kesal mendengar perintah suaminya.
"Kakiku masih sakit, dan aku juga harus menggendong Chia. Bagaimana aku bisa mengerjakan semua ini sendiri?"
"Ahh ... cemen kamu, Mas. Cedera segitu saja kebanyakan ngeluh." Tamara menggeleng dan tidak sedikitpun berniat mendinginkan susu seperti permintaan Pandu.
"Sudahlah, Mas. Aku mau mandi. Kalau kamu tidak bisa jalan ke dapur ... ya ditunggu saja, nanti kan susu itu dingin dengan sendirinya!" pungkas Tamara tidak peduli. Sambil membalikkan badannya, Tamara bergegas masuk ke kamarnya untuk bersiap akan berangkat bekerja.
Pandu menggeleng kesal. "Keterlaluan!" umpatnya dalam hati, tidak senang akan sikap acuh dan tidak perhatian istrinya.
Setelah selesai bersiap, Tamara kembali menemui Pandu yang tengah asyik bermain dengan Chia di sofa ruang tamu. Bayi itu terlihat sudah mulai tenang dan bisa tersenyum ceria setelah menghabiskan sebotol susu.
"Mas hari ini aku ada rapat penting di kantor. Tugas kamu yang jaga Chia di rumah!" ujar Tamara dengan gerakan-gerakan tubuhnya yang menunjukkan kalau dia tengah sangat terburu-buru.
"Mobilnya aku yang bawa, Mas. Sekalian nanti siang aku akan ke yayasan untuk cari baby sitter baru untuk Chia," sambungnya seraya menyambar kunci mobil di atas rak penyimpanan barang.
"Mas, kerjaan kamu di toko kan bisa kamu serahkan ke karyawanmu. Dan kalau kamu memang harus ke toko, kamu bisa Chia bersamamu."
"Kalau mobilnya kamu yang pakai ... bagaimana aku bisa membawa Chia pergi denganku?"
"Kamu kan bisa naik taksi online atau naik motor saja, Mas. Segitu saja kok susah!" balas Tamara sambil menaikkan satu ujung bibirnya.
"Kakiku masih sakit, mana mungkin aku bisa naik motor, apalagi kalau harus ngajak Chia!"
"Elleehh ... banyak alasan kamu, Mas! Sesekali, aku juga punya hak untuk pakai mobil itu," pungkas Tamara kesal.
Tanpa memperdulikan suami dan bayinya, Tamara bergegas keluar dari rumah itu untuk segera berangkat bekerja.
"Dasar egois! Maunya menang sendiri saja!" Pandu mengumpat dan merasa semakin jengkel akan kelakuan istrinya yang hanya memikirkan kepentingan sendiri tanpa peduli dengan keadaan dirinya serta putri kecilnya.
Seharian itu, Pandu sangat kerepotan mengurus bayinya sendiri mulai dari memandikan serta mempersiapkan makan untuk Chia. Kalau selama ini ada Yuri yang terbiasa melakukan tugas itu, tetapi kali ini dialah yang harus mengerjakan semuanya.
"Ahh, kalau saja Tamara tidak mengusir Yuri, aku tidak perlu mengerjakan semua ini sendiri. Ini benar-benar melelahkan," gerutu Pandu sambil menyeka keringat di keningnya ketika dia baru saja selesai mengganti popok Chia yang sudah penuh.
"Yuri ... kamu ada dimana saat ini? Maafkan aku karena tidak bisa mencegah Tamara, sehingga dia sampai mengusirmu." Pandu menghela nafas dalam kala teringat akan mantan baby sitternya.
"Kasihan Yuri. Entah kemana dia pergi, sedangkan di kota ini dia tidak punya siapapun." Pandu mengusap pelan wajahnya. Rasa bersalah serta kasihan terhadap Yuri tiba-tiba memenuhi hatinya.
"Setelah kakiku sembuh, aku akan mencoba mencarinya. Semoga saja dia masih ada di kota ini dan dalam keadaan baik-baik saja. Aku pernah berhutang budi padanya dan aku tidak mungkin membiarkan dia hidup menderita," gumam Pandu. Ada keinginan untuk mencari dan membawa kembali Yuri ke rumahnya. Rasa hutang budi terhadap janda muda itu, masih memenuhi pikirannya.
kamu terlalu Sisca 😂😂😂
dahlah ... selamat buat pandu dan Yuri.
chia udah besar ketemu sama mama tamara ya nak. apapun ibu mu, dia tetap ibumu 😑😑🤭🤭
kasihan melihat Tamara, semoga dia akan bahagia bersama kehidupan yang lain. selamat jalan Tamara 🥲🤧