Akan Kurebut Cinta Suamimu
Malam nan gelap terasa sangat menyeramkan. Hujan turun begitu deras dan kilatan petir serta suara gemuruh terdengar saling bersahutan.
Dengan langkah tersuruk-suruk dan tertatih, seorang wanita muda bernama Mayuri Akhila, berjalan pelan di tengah hujan menyusuri trotoar di pinggir jalan aspal yang sepi. Sekujur tubuhnya terasa nyeri, luka lebam tampak membekas hampir di seluruh permukaan kulitnya.
"Kemana aku harus pergi sekarang?" gumam Yuri. Dia sangat bingung dan tidak tahu harus pergi kemana setelah sebuah kesalah pahaman terjadi sehingga warga di komplek rumah tempat dia tinggal, mengusirnya dengan cara yang sangat kasar. Kembali ke rumah itu, tentunya sudah tidak mungkin, karena warga pasti akan mengusir dan mencemoohnya lagi.
Di tepi jalan Yuri menghentikan langkahnya. Tubuhnya menggigil, selain menahan nyeri, rasa dingin juga terasa sudah menyusup masuk hingga ke sumsum tulangnya. Yuri memutar bola matanya, dia berharap menemukan tempat untuk berteduh.
"Jalanan ini biasanya jam segini masih ramai, tapi karena hujan tidak ada orang yang melintas disini," batin Yuri bergidik. Suasana di tempat itu memang sangat gelap dan banyak ranting-ranting pepohonan menjuntai ke badan jalan dan berayun-ayun, yang terlihat sangat menyeramkan kala terhempas oleh kencangnya tiupan angin.
Sejenak mata Yuri tertuju ke arah halte bus yang tidak jauh dari tempat ia berdiri. Di sekitar halte itu terlihat sedikit lebih terang karena ada sebuah lampu penerangan jalan di dekatnya.
"Disana ada sebuah halte, sebaiknya aku berteduh disana." Yuri segera melangkahkan kakinya menuju halte itu dan duduk berteduh disana.
Sekujur tubuh Yuri basah kuyup. Meskipun ia kini sudah terlindung dari siraman air hujan, rasa dingin tetap masih ada dan kian menusuk. Yuri memeluk lengannya sendiri seraya menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya untuk mengurangi rasa dingin.
Yuri mengusap wajah yang basah dengan perlahan. Pikirannya kosong, dia semakin bingung karena tidak tahu harus pergi kemana di malam gelap dan hujan lebat seperti saat itu. Semua sakit yang ia rasakan di tubuhnya seolah tidak sebanding dengan deraan berjuta kegalauan yang kini memenuhi kepalanya.
"Ya, Tuhan ... mengapa kenyataan pahit ini selalu terjadi padaku? Belum sebulan aku tinggal di perumahan itu, warga sudah mengusirku lagi. Mengapa kejadian yang sama selalu terjadi padaku? Seburuk itukah pandangan orang tentang status seorang janda?" Air mata Yuri kembali mengalir deras. Dia teringat akan perjalanan hidupnya yang penuh dengan kegetiran. Mulai dari kesedihan serta kerasnya hidup yang harus dia jalani setelah menjadi anak yatim piatu di usianya yang masih sangat kecil, hingga dipaksa menikah dengan pria beristri oleh bibinya sebagai ganti membayar hutang.
Semua trauma itu begitu membekas di hati Yuri. Putus asa? Sudah pasti!
Bahkan beberapa kali Yuri sempat mencoba mengakhiri hidupnya. Akan tetapi, takdir masih berkata lain, dia masih bertahan menjalani hidupnya walau terasa bagai di neraka.
Menyesali hidup juga sudah sangat meresap di pikirannya, namun apa daya, dia sendiri tidak tahu bagaimana menjalaninya. Semua hanya bisa dia serahkan kepada waktu. Karena hanya waktu yang akan menjawab semua keputusasaan yang ia rasakan.
Beberapa menit berlalu, Yuri masih tetap duduk di halte itu. Dia tidak tahu harus pergi kemana sedangkan dia tidak punya apapun. Jangankan uang, sepotong pakaian gantipun dia tidak ada, karena dia meninggalkan rumahnya dengan cara yang sangat tidak disangkanya.
Diusir serta dipukuli beramai-ramai oleh warga karena sebuah fitnah keji, tentu merupakan hal yang sangat tidak pernah dia duga akan terjadi padanya.
Yuri sontak memicingkan dan menutup mata dengan lengannya, ketika dari ujung jalan di depan hatle tempatnya berada, tiba-tiba sorot lampu sebuah mobil menyilaukan kedua netranya.
Yuri mengerutkan keningnya karena mobil itu mendadak berhenti di di tengah jalan tepat di hadapannya.
Dari dalam mobil itu, terlihat seorang pria turun dari pintu bagian kemudi. Tanpa memperdulikan air hujan yang terus menguyur masih sangat deras, pria itu bergegas membuka kap depan mobilnya. Wajahnya terlihat panik dan sepertinya mobil itu mogok disana.
Yuri tetap tidak bergeming dari tempat duduknya. Dia merasa tidak punya urusan dengan pria tersebut, sehingga sedikitpun tidak ada niatnya menghampiri.
Dalam pandangan Yuri, dia melihat pria itu semakin panik. Beberapa kali pria itu mondar-mandir mengecek mesin mobil dan mencoba menyalakannya, akan tetapi mesin mobil itu tetap tidak bisa menyala.
Yuri hanya memperhatikan saja dari kejauhan. Akan tetapi, tiba-tiba saja Yuri menautkan alisnya ketika melihat kaca bagian belakang mobil itu terbuka secara perlahan. Seorang wanita terlihat mendongakkan kepalanya dari dalam mobil melalui kaca itu.
"Mas Pandu! Bagaimana mobilnya, apa sudah bisa?" teriak wanita itu menanyakan prihal mobil itu terhadap pria yang masih sibuk mengutak-atik mesinya di tengah hujan.
"Belum, Sayang. Aku belum menemukan kerusakannya dimana. Mesin mobil ini belum bisa dinyalakan," sahut pria itu setengah berteriak karena suaranya terhalang deras rintik hujan.
"Cepetan, Mas! Aku tidak tahan, aku sudah tidak kuat lagi, perutku sakit sekali! Sepertinya anak kita sudah akan lahir!" teriak wanita itu lagi diiringi suara ringisan menahan sakit.
Samar-samar dari balik penerangan lampu jalan, Yuri dapat melihat wanita di dalam mobil itu seperti tengah hamil tua. Wanita itu terus meringis dan mengusap-usap perutnya.
"Mungkin wanita itu sudah waktunya melahirkan, tetapi mobil mereka mogok. Kasihan mereka," batin Yuri merasa punya empati.
"Tapi bagaimana aku bisa menolong mereka? Aku tidak mengerti urusan mesin, dan aku juga tidak tahu dimana rumah sakit terdekat dari tempat ini?" Yuri hanya mampu menggumam sendiri tanpa berniat beranjak dari halte itu.
Beberapa menit berlalu, mobil itu belum juga menyala. Rintihan kesakitan dari wanita di dalamnya juga terdengar semakin kencang dan tanpa henti. Pria yang sepertinya adalah suami wanita itu, juga terlihat semakin panik. Sejauh itu dia tetap belum bisa memperbaiki mobilnya.
Melihat situasi darurat itu, hati Yuri akhirnya tergerak jua. Dia sangat tidak tega apabila membiarkan orang lain dalam kesusahan. Meskipun tidak tahu akan berbuat apa, dia lalu beranjak dari halte tempatnya berteduh, menerobos hujan dan menghampiri mobil yang masih mogok tersebut.
"Apa ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanyanya kepada pria yang masih berdiri di depan mobilnya.
Pria itu hanya sekilas saja menoleh ke arah Yuri, sepertinya dia sangat ragu kalau seorang wanita seperti Yuri bisa membantunya.
"Iya, Mbak. Mobil saya mogok, padahal saya harus segera ke rumah sakit, istri saya mau melahirkan," sahut pria itu bersungut sendiri, dia terlihat sangat kesal dengan kondisi mobilnya. Selain itu, wajahnya terlihat sangat panik, rintihan kesakitan dari istrinya membuat sebuah kecemasan terlihat jelas, tidak dapat dia sembunyikan.
"Mas Pandu, cepat! Aku sudah tidak tahan, ini sakit sekali!"
Mendengar teriakan itu lagi, Yuri lalu mendongakkan kepalanya ke dalam mobil. Kini dengan jelas melihat seorang wanita tengah meringis dan memegang perutnya. Mata Yuri terbelalak, ada bercak darah terlihat di rok yang dikenakan wanita itu.
"Astaga, Ibu......" Tanpa meminta izin, Yuri segera membuka pintu mobil itu dan ikut masuk ke kursi penumpang bagian belakang.
"Bu, sepertinya ketuban Ibu sudah pecah. Ini sangat darurat!" pekik Yuri ikut merasa panik.
"Sa-kit sekali, Mbak.... Sepertinya bayi saya sudah mau keluar, sa-ya ti-dak ta-han lagi," rintih wanita itu terbata, dengan air matanya yang tampak mengalir deras membasahi pipinya. Dia terlihat sangat kesakitan dan tidak mampu lagi menahan calon bayinya yang sudah mendesak akan segera lahir.
"Maafkan saya, Bu. Izinkan saya mencoba membantu ibu."
Yuri bergegas membaringkan tubuh wanita itu dengan posisi terlentang di atas jok mobil bagian tengah. Yuri menekuk kedua lutut wanita itu dan membukanya dihadapannya. Betapa terkejut dia, ketika melihat darah sudah semakin banyak keluar bercampur air ketuban bahkan sampai menetes ke lantai mobil.
Menyadari kondisi istrinya seperti itu, pria yang merupakan suami wanita itu, juga ikut menghampiri kesana.
"Aduh, bagaimana ini? Rumah sakit masih jauh dari sini," panik pria yang dipanggil Pandu, oleh istrinya itu.
"Ini sa-kit se-kali, Mas. A-ku tidak tahan lagi, aarghh...." Wanita itu terus mengerang kesakitan seraya meremas kuat-kuat cover jok mobilnya.
"Ya, Tuhan! Apa yang bisa aku lakukan sekarang?" Pandu mengusap wajahnya yang tampak semakin cemas namun tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong istrinya.
"Kepala bayinya sudah keluar, Pak. Kita sudah tidak ada waktu lagi untuk pergi ke rumah sakit. Kalau dibiarkan seperti ini bisa fatal. Bayinya bisa kehabisan nafas terjepit disana," ujar Yuri juga sangat panik karena tidak tahu bagaimana harus menolongnya.
"Sebaiknya bapak cari bidan terdekat di sekitar sini. Istri bapak, biar saya yang menjaganya. Saat ini dia sudah tidak boleh bergerak, saya takut air ketubannya akan habis sebelum bayi ini lahir!" saran Yuri.
Bersambung ...
...****************...
Dear Readers,
Ketemu lagi dalam novel karya terbaru Author Bau Kencur. Kalau biasanya Author menulis Fantasi Urban, kali ini Author mencoba berganti genre dan menulis novel kategori wanita.
Harapan Author, cerita ini tetap bisa memenuhi keinginan para pembaca setia semua.
Tetap ditunggu dukungan dan sarannya. Terima kasih dan happy reading ya....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Calon DPR
seru Thor 😍😍
2022-12-17
1
Uesman Uesiel
hadir kak othor, tp bacanya woless kak..🤣
2022-11-12
1
Natesha Youvani
Mampir thor... awal cerita sudah menarik. semoga tetap bagus alurnya
semangat
2022-11-04
1