Davina memergoki pacarnya bercinta dengan sahabatnya. Untuk membalas dendam, Davina sengaja berpakaian seksi dan pergi ke bar. Di sana dia bertemu dengan seorang Om tampan dan memintanya berpura-pura menjadi pacar barunya.
Awalnya Davina mengira tidak akan bertemu lagi dengan Om tersebut, tidak sangka dia malah menjadi pamannya!
Saat Davina menyadari hal ini, keduanya ternyata sudah saling jatuh cinta.Namun, Dave tidak pernah mau mengakui Davina sebagai pacarnya.
Hingga suatu hari Davina melihat seorang wanita cantik turun dari mobil Dave, dan fakta mengejutkan terkuak ternyata Dave sudah memiliki tunangan!
Jadi, selama ini Dave sengaja membohongi Davina atau ada hal lain yang disembunyikannya?
Davina dan Dave akhirnya membangun rumah tangga, tetapi beberapa hari setelah menikah, ayahnya menyuruh Davina untuk bercerai. Dia lebih memilih putrinya menjadi janda dari pada harus menjadi istri Dave?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Davina menatap kecewa saat Dave melepaskan ciumannya. Laki-laki itu menatap dalam dengan wajah datarnya.
Ciuman yang baru saja dia lakukan, seperti tak meninggalkan rasa apapun. Lain halnya dengan Davina yang justru tak ingin mengakhirinya karna memberikan rasa dan sensasi berbeda.
"Kok udahan sih Om.? Aku mau lagi,," Tutur Davina dengan polosnya.
Dia sedang meminta ciuman pada laki-laki dewasa, tapi seperti sedang meminta es krim. Tak ada rasa malu walau harus merengek.
"Dasar bodoh.!" Dave mengetuk kening Davina. Dia sampai kehabisan kata-kata melihat reaksi Davina yang enggan menyudahi persilatan lidah mereka.
Bocah itu tak punya rasa malu saat merengek padanya.
"Aww,, sakit tau Om.!" Davina membalas Dave dengan memukul pelan dadanya.
"Emangnya Om Dave nggak mau cium aku lagi.?" Ujarnya sedikit merayu. Tangannya melingkar erat di leher Dave, menatap genit wajah tampan itu.
"Jangan mulai Davina.! Kamu akan menyesal nanti.!" Seru Dave memperingatkan. Tapi agaknya peringatan itu tak berarti apapun untuk Davina. Dia sudah terlanjur candu dengan ciuman Dave, hatinya bahkan mulai tertaut pada laki-laki dewasa yang memiliki rupa menawan.
"Cepat turun.!" Dave hendak mengangkat tubuh Davina agar menyingkir dari pangkuannya, lagi-lagi Davina menolak.
"Nggak mau Om, aku mau cium Om lagi." Davina seperti kehilangan rasa malu, bahkan muncul keberanian untuk melahap bibir Dave lebih dulu.
Menahan tengkuk Dave dan memberikan lum -matan lembut.
Cukup lama Davina melakukannya tanpa adanya penolakan dari Dave. Laki-laki itu juga tak membalasnya, hanya diam saja dan membiarkan Davina berbuat semaunya.
"Om,, kenapa diam aja.?" Protes Davina manja. Sebelah tangannya memukul gemas dada bidang Dave. Laki-laki itu memasang tampang cool, tak berpengaruh walaupun dicium kasar oleh Davina.
"Sh- iittt.! Jangan bergerak Davina.!" Dave menahan kedua bahu Davina, gadis itu merengek dengan menggerakkan badannya, menimbulkan gesekan dibawah sana.
"Memangnya kenapa Om.?" Tanya Davina. Bukannya berhenti, dia malah sengaja bergerak di atas pangkuan Dave. Davina ingin menggoda laki-laki yang sedang memasang wajah kesal itu. Padahal Davina tidak tau apa alasan Dave melarangnya untuk tak bergerak.
"Kamu sudah berani main-main sama saya Davina.! Jangan harap bisa lepas setelah ini.!" Geram Dave. Dia langsung berdiri sambil mendekap Davina dalam gendongnya.
Ekspresi menyeramkan yang di tunjukkan oleh Dave, tak lantas membuat Davina ketakutan. Dia justru tersenyum senang dalam gendongan Dave.
Kalaupun Dave berbuat macam-macam padanya, Davina sudah berencana untuk mengadukannya pada tante Sandra. Jadi Davina pikir tak ada yang perlu dia takutkan pada Dave.
Dave menggendong Davina ke kamar tamu. Kamar yang semalam di tempati oleh Davina.
Senyum di wajah Davina semakin merekah. Jika gadis lain akan takut dengan situasi seperti ini, Davina justru sebaliknya. Dia malah tak sabar untuk menunggu apa yang akan dilakukan oleh Dave setelah ini. Gadis itu tak takut sedikitpun jika nantinya Dave berbuat lebih padanya. Selagi tak mengambil kesuciannya, Davina enggan memberontak.
Dia merasa sudah waktunya mencoba hal baru yang selama ini belum pernah dia lakukan bersama Arga.
Hinaan dan cibiran Bianca yang akhirnya mendorong Davina untuk berbuat lebih. Dia tak mau lagi di anggap seperti anak kecil oleh orang lain.
Tubuh Davina di baringkan perlahan oleh Dave di atas ranjang. Dia lalu ikut naik, mengungkung tubuh Davina yang tak bergerak sedikitpun.
Keduanya saling menatap tanpa mengatakan apapun.
Davina mulai memejamkan mata saat Dave mendekatkan wajah. Aroma maskulin laki-laki itu semakin terasa menusuk. Jantung tak lagi berdetak normal, mulai berpacu cepat seiring dengan rasa yang menyeruak dalam dada.
Davina sadar, apa yang akan dia lakukan adalah sebuah kesalahan. Tak seharusnya dia melanggar aturan dari sang Papa.
Harusnya jangan melakukan kontak fisik lebih dari sekedar ciuman. Tapi dia dan Dave justru saling menempelkan anggota badan masing-masing.
"Om,,,!" Davina membuka lebar-lebar matanya. Dia pikir Dave akan mencium bibirnya saja, tapi justru tangan Dave yang lebih dulu bergerak liar meraba perut rata miliknya dan mulai menyusup naik.
"Kenapa.? Bukannya kamu mau seperti ini.?"
"Diam dan nikmati saja." Ujar Dave datar. Dia kembali melancarkan aksinya, menyentuh salah satu benda bulat yang memiliki bentuk sangat sempurna.
Tubuh Davina seketika menegang, ini kali pertama seseorang menyentuh bagian tubuhnya yang sejak dulu dia jaga.
Sentuhan itu memberikan sensasi luar biasa hingga membuat Davina tak bisa berkata-kata.
Tangannya hanya bisa mencengkram lengan besar Dave kala benda kenyal itu di rem- mas lembut.
"Omm,,," Panggil Davina sedikit m*n -de- sah.
"Ini kan yang kamu mau.?" Tanya Dave dengan sebelah alis yang terangkat. Dia juga mengulas senyum smirk lantaran melihat raut wajah Davina yang langsung berkabut gairah bercampur rasa malu.
Davin tak bisa berkata-kata. Dia pasrah saja. Bahkan membiarkan tangan Dave menurunkan resleting dress di punggungnya, setelah itu menurunkan dress sampai sebatas perut.
Kini dua benda kenyal itu hanya berbalut br- ra.
Dengan gerakan cepat, Dave membuat dua benda itu menyembul keluar dari tempatnya.
"Om,, aku,,,"
Davina menutupnya dengan kedua tangan karna malu.
"Singkirkan tanganmu." Pinta Dave sembari memegang kedua tangan Davina dan menahannya di atas kepala dengan satu tangan, sedangkan tangan satunya langsung menangkup benda itu dan memainkannya.
Dave mengukir senyum, memperhatikan ekspresi polos Davina yang baru pertama kali merasakan sensasi menegangkan ini.
"Eummm,,," Kedua mata Davina membulat sempurna saat melihat Dave memasukkan benda kenyal itu kedalam mulut. Melahap dengan rakus, dan menggerakkan liar lidahnya.
"Kamu yang mulai, jangan salah saya." Kata Dave setelah selesai menye- sapnya.
"Su,,sudah Om,,," Pinta Davina. Dia ingin beranjak sembari menutup kembali tubuh bagian atasnya.
"Sudah.? Tapi permainan baru akan dimulai, Davina." Ucap Dave santai.
"Kamu belum merasakan permainan yang sesungguhnya,," Dave menarik paksa dress Davina dan membuat tubuh bagian atasnya kembali terbuka. Dia kembali melahapnya dan meninggalkan kissmark di sana.
"Udah Om, aku nggak mau kaya gitu." Ujar Davina panik. Dia justru ketakutan setelah tau Dave akan melakukan lebih dari itu.
"Kenapa.? Kamu takut ketahuan Papa kamu.?"
"Semua aman kalau kamu nggak cerita sama siapapun." Tutur Dave.
"Atau kamu takut hamil.?"
"Saya akan mengambil pengaman kalau kamu mau." Dave bicara dengan santai.
"Tapi Om,,,
Dave meletakkan telunjuknya di bibir Davina.
"Saya akan bermain lembut Davina. Jangan khawatir,," Ujarnya.
Setelah melihat reaksi Davina yang hanya diam saja, Dave mulai menurunkan dress itu hingga terlepas seluruhnya dari tubuh Davina.
Baru saja akan melepaskan hot pants, Dave menghentikan gerakannya lantaran ponsel di dalam saku celananya berdering.
"Sh- iitt.!" Umpatnya sembari beranjak dari atas tubuh Davina. Dave mengeluarkan ponselnya dan berjalan ke arah balkon.
Melihat hal itu, Davina buru memakai kembali dress nya. Meski merasa lega, tapi rupanya ada kekecewaan yang juga di rasakan olehnya.
Mungkin dalam hatinya ingin melakukannya, tapi dia belum siap.
Davina duduk di sisi ranjang setelah merapikan kembali dressnya. Dia menatap Dave dari kejauhan yang terlihat serius berbicara lewat telfon. Tak lama Dave kembali menghampirinya.
"Pulanglah, saya ada urusan di luar." Dave mengusir Davina untuk segera pergi dari apartemennya.
"Om mau kemana.?" Davina menatap lekat.
"Bukan urusan kamu."
"Sudah sana pulang.!" Dia menggandeng tangan Davina, tak lupa mengambilkan tas milik gadis itu.
"Jangan katakan pada siapapun apa yang baru saja kita lakukan.!" Tegasnya setelah membuka pintu apartemen. Davina mengangguk patuh dan bergegas pergi dari sana.
...***...
...Nunggu 500 vote, nanti up lagi🤭...