Cinta yang habis di orang lama itu, nyatanya bukan karna belum move on, tapi karna dia punya ruang tersendiri.
-anonim-
Kisah cinta pertama yang harus berakhir bukan karena tidak lagi saling mencintai.
"Aku terdiam menutup mataku, berpikir apa yang akan kukatakan. Akhhh Malika... kenapa ini begitu sulit? Tuhan tau betapa keras usahaku untuk melupakanmu, tapi sepertinya kini hanya dinding yang ada di hadapanku. Dulu ada satu titik, kita yakin pada kata selamanya, saat kamu meninggalkanku, rasanya aku menjadi seperti zombie. Aku yakin aku telah melewatinya tapi melihatmu kembali dihadapanku, kenapa aku jadi menggila seperti ini?."
Full of love,
From author 🤎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
POV Carlo.
"Aku pulang ma".
"Tumben kok baru pulang? Makan dulu Lo", tanya mama.
"Tadi aku habis dari rumah Malika ma, aku sudah makan di rumahnya".
"Ma, Malika ditinggal mamanya pergi, papanya juga. Untuk sementara dia tinggal sendiri di rumah itu".
"Ya ampun, yah mungkin untuk sementara ini yang terbaik bagi keluarga mereka Lo. Kalau papa melakukan kekerasan sama mama, udah lama mama akan pergi Lo. Mama Malika sudah bertahan cukup lama, mama ga tega melihatnya".
"Aku khawatir ma, anak cewe tinggal sendirian gitu".
"Ga akan ada apa apa Lo. Tetangga-tetangga disini pasti ikut memperhatikan Malika. Ada kamu juga yang ikut jagain dia".
"Hmmm... iya ya ma".
"Kamu suka Malika kan Lo?".
"Apaan sih ma, dia itu temen dari kecil".
"Mama juga suka sama Malika", ucap mama sambil tersenyum dan berlalu ke kamar.
Setelah mandi dan membereskan tas sekolahku, aku berbaring memikirkan kata-kata mama.
Sebenarnya aku sudah lama menyukainya. Mungkin aku menyukainya dari kecil. Dulu aku anak baru di perumahan ini, badanku gendut jadi aku sering diejek saat bermain bersama. Aku ingat saat itu aku ditinggal pergi bermain bola, aku hanya duduk sendiri di ayunan taman bermain dekat rumah. Malika lah yang mendekatiku duluan. Dari kecil ia anak yang pendiam, melihatku murung sendirian, sore itu ia memberikanku permen dan kemudian pergi bermain sendiri tidak jauh dari ayunanku. Sejak saat itu kami berteman. Ia tidak memiliki banyak teman sama sepertiku, karena ia sangat pemalu dan tidak banyak berbicara. Saat bermain bersama, kebanyakan akulah yang mendominasi pembicaraan, ia hanya banyak tersenyum dan mendengarkan. Saat aku bertekad banyak berolahraga untuk kurus, Malika juga ikut menemaniku berolahraga, ia berkata ia ingin menjadi kuat seperti tokoh superhero di komik komik. Aku baru mengetahui situasi keluarganya saat kami duduk di kelas 8.
Sejak saat itu aku bertekad untuk selalu menjaganya.
Aku mulai menyadari kalau aku menyukainya saat kami kelas 10.
Berbeda dengan Malika, semenjak aku bertekad menjadi kurus aku banyak mengikuti kegiatan olahraga dan aku memiliki banyak teman.
Saat awal kelas 10, beberapa temanku menanyakan tentang Malika kepadaku, mereka berkata bahwa Malika itu cantik, dan ingin berkenalan dengan Malika. Sejak saat itu aku menyadari kalau aku suka cemburu saat melihat Malika diajak berbicara dengan lawan jenis. Namun Malika tetaplah Malika, ia akan segera menjaga jarak dan memberi batasan, hingga akhirnya mereka menyerah dengannya. Sayangnya tidak hanya cowok, Malika juga kadang memberi batasan pada teman-temannya, karena tidak ingin rahasia keluarganya terbongkar, dan ia tidak suka merasa dikasihani, ia juga tidak suka menjadi bahan gossip dan menjadi pusat perhatian.
Suatu saat, jika waktunya tepat, aku akan menyatakan perasaanku. Saat ini aku hanya ingin berada disampingnya dan menjaganya sebagai teman.
......................
POV Malika.
Aku bangun pagi dan berangkat kerumah tante Mur pagi sekali sebelum Carlo mencariku untuk berangkat ke sekolah bersama.
"Drrttt... drrtt...", HP ku bergetar, kulihat Carlo meneleponku.
"Kamu dimana Ka? Kamu ga ke sekolah hari ini?".
"Maaf ya Lo, aku tidak mau merepotkan, aku sedang dalam perjalanan ke rumah tante Mur. Besok baru akan kembali ke sekolah".
"Baiklah, hati-hati ya Ka. Hubungi aku begitu kamu sudah kembali ke rumah".
"Iya Lo".
Kulihat mama sedang menungguku di depan rumah tante Mur.
"Mama...", aku setengah berlari ke dalam pelukan mama.
"Apa mama baik-baik saja?".
"Iya Ka mama baik-baik saja. Maaf mama pergi dari rumah".
"Ga apa apa ma, aku baik-baik saja, jangan khawatir".
Di dalam rumah aku disambut pelukan oleh om dan tanteku, juga sepupuku yang lebih tua 3 tahun.
"Ayo duduk dulu, sini biar barang-barang mamamu, tante bawa ke kamar", ajak tante Mur.
Aku menyerahkan beberapa barang mama yang kubawa dari rumah kepada tante Mur.
"Ka, ikut mama keluar dari rumah itu ya, kita akan menyewa apartemen bersama", ajak mama.
Aku menggelengkan kepalaku.
"Ma, situasinya akan menjadi lebih rumit kalau aku ikut mama sekarang. Jika mama sudah bercerai dengan papa, berjanjilah mama akan menjemput Malika ya ma".
"Maafkan mama ya Ka, mama menyusahkan kamu".
"Jangan berkata begitu ma, Malika senang sekarang Malika tidak perlu mengkhawatirkan mama lagi. Malika yakin mama pasti berusaha yang terbaik untuk kita kan ma".
"Iya Ka, mama berjanji akan melakukan yang terbaik, mama berjanji akan menjemput Malika secepatnya ya", ucap mama sambil menangis dan memelukku.
Aku menghabiskan waktu di rumah tante Mur sampai sore.
Sebelum pulang mama memberikan kartu atm nya kepadaku.
"Pegang ini Ka, mungkin mama tidak bisa memberi sebanyak papa, tetapi setidaknya untuk pegangan kamu ya Ka".
"Iya ma, Malika pamit ya", kemudian aku berpelukan dengan mama sebentar dan pergi kembali ke rumah.
Kulihat dari kejauhan Carlo menungguku di depan rumah.
"Sudah lama Lo?".
"Ga kok, baru aja". Padahal mungkin Carlo sudah lama menungguku disini, aku tau dia mengkhawatirkanku.
"Ayo masuk, mama membawa beberapa makanan dari mama dan tanteku".
Carlo mengambil tentengan tas makanan dari tanganku dan mengikutiku masuk ke rumah.
"Mau makan bersama Lo?".
"Aku cuma sebentar kok Ka, nanti aku makan di rumah aja".
Kami mengobrol sebentar lalu Carlo pamit pulang.
Sebelum tidur, aku merenung memikirkan perjalanan hidupku ke depannya, saat ini papa dan mama memberikanku uang yang cukup, namun aku ingin mama segera bisa mandiri agar aku bisa ikut bersamanya, jadi sebisa mungkin aku tidak menggunakan uang mama. Sedangkan papa, belum tentu ia akan mengingatku. Ya... mulai besok aku harus mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhanku.