Demi menjaga nama baik keluarga Adiguna, Sandra harus rela menjadi istri pengganti majikannya sendiri. Insiden mempelai wanita yang melarikan diri, justru membuat Sandra terseret dalam ikatan suci pernikahan dengan putra sulung keluarga Adiguna yang lemah lembut dan sangat ramah.
Namun sangat di sayangkan, akibat pelarian sang pujaan hati membuat sifat Harun Pradipta berubah sepenuhnya. Sifat lemah lembut dan ramahnya seakan terkubur dalam dalam bersamaan dengan perasaanya terhadap sang kekasih.
Penghinaan tepat di hari pernikahan merubah sosok Harun menjadi pria arogan dan dingin. Termasuk kepada wanita yang kini berstatus sebagai istrinya.
Lalu bagaimana dengan Sandra? Akankah dia bisa membawa Harun kembali dari jurang keterpurukannya.
Update setiap hari jam 12.00.
Follow Instagram @Alfianaaa05_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15
Sandra di sambut dengan hangat oleh keluarga Adiguna, kini status dari seorang Sandra adalah istri sah Harun Pradipta. Meski bukan pernikahan yang diinginkan, tetap saja ikatan suci itu harus tetap di jaga.
"Selamat datang di keluarga kami, Nak." Ucap Amira dengan senyuman merekah di wajahnya.
"Terimakasih nyonya," balas Sandra seketika membuat Amira menggeleng tidak suka, ia tidak suka mendengar Sandra memanggilnya nyonya.
"Panggil aku mama, seperti Harun memanggil kami oke," ujar Amira mengusap wajah cantik menantunya.
"Iya, Ma." Dengan gugup Sandra memanggil Amira dengan sebutan mama.
"Kalian pasti lelah, lebih baik kalian istirahat," ucap Adiguna yang hanya dibalas anggukan kecil oleh Sandra sementara Harun hanya diam dan pergi begitu saja meninggalkan istrinya.
"Ma, Pa. Kami permisi dulu," pamit Sandra diangguki Amira dan Adiguna.
Amira memandangi punggung Sandra yang sedang menaiki anak tangga, ia berdoa semoga anak anaknya selalu bahagia. Terutama Harun, semoga putranya bisa melihat ketulusan Sandra dan mencintainya sebagai seorang suami.
"Jangan sedih, Ma. Papa yakin Harun akan bisa mencintai Sandra, kita hanya perlu menyerahkan semuanya pada waktu," cicit Adiguna mengusap bahu istrinya lembut.
"Semoga saja, Pah." Sahut Amira menyeka air matanya yang hampir menetes.
Di dalam kamar, Harun sudah menyibukkan diri dengan ponselnya. Ia tidak menghiraukan Sandra yang sedang merapikan pakaiannya ke dalam lemari dan merapikan beberapa baju Harun yang terlihat berantakan.
"Den, mau saya buatkan sesuatu?" tanya Sandra dengan sopan.
"Buatkan saya kopi." Jawab Harun tanpa melihat Sandra yang lantas mengangguk.
Sandra segera keluar dari kamar Harun, ia lantas pergi ke dapur untuk membuat kopi untuk Harun. Seperti biasa, Sandra akan bertemu dengan pelayan lain yang sedang menyiapkan makan siang.
"Selamat siang Bu," sapa Sandra ramah pada bi Nur yang sedang menggoreng ayam.
"Eh non Sandra, selamat siang." Sapa bi Nur balik, ia mengubah panggilannya terhadap Sandra karena merasa kini Sandra sudah menjadi nona mereka.
"Ibu apa sih, panggil aku kaya biasa aja. Aku bukan nona Sandra," protes Sandra tidak enak jika dipanggil formal oleh orang yang sudah ia anggap seperti ibu kandung sendiri.
"Kamu ini ada ada saja, Sandra. Kamu sudah menikah dengan den Harun itu berarti kami harus memanggilmu nona bukan," sahut pelayan yang lain bernama Lilis
"Aku mungkin sudah menikah, tapi aku tetap Sandra yang menjadi asisten rumah tangga di keluarga Adiguna. Sandra yang kalian nilai menjadi nona, itu semua hanya angan angan yang tidak mungkin akan terjadi." batin Sandra tersenyum miris.
Bersamaan dengan itu, ia selesai membuatkan kopi untuk Harun. Sandra pamit pada bi Nur dan juga Lilis untuk pergi ke kamar dan memberikan kopinya pada Harun.
Di pertengahan anak tangga, Sandra berpapasan dengan Ana yang baru kembali dari kampus. Wajah gadis itu terlihat sangat sedih, ingin rasanya Sandra bertanya namun ia takut Ana akan marah.
"Selamat siang, Nona Ana." Sapa Sandra yang membuat Ana tersadar dari lamunannya.
"Kak Sandra, jangan memanggilku nona. Kini kau adalah istri kakakku itu berarti kau adalah kakakku juga." Cicit Ana memeluk Sandra dengan hangat.
"Iya, Ana." Ucap Sandra ragu.
"Apa kopi ini untuk kak Harun?" tanya Ana menunjuk kopi ditangannya Sandra.
"Iya, apa kau mau aku buatkan sesuatu?" tanya Sandra balik, mungkin segelas jus bisa mengembalikan hari Ana.
"Bolehkah?" tanya Ana merasa tidak sopan jika menyuruh kakak iparnya.
"Tentu saja, aku akan buatkan jus buah seperti biasa untukmu," jawab Sandra menepuk pelan bahu Ana dimana gadis itu lantas tertawa riang.
Sandra mengantar kopi lebih dulu ke kamar Harun, ia melihat Harun sedang setengah berbaring di ranjang dengan kepala yang bersandar di bantal. Dipangkuan nya ada laptop yang sedang ia gunakan untuk melakukan pekerjaan.
"Den, ini kopinya." Ucap Sandra seraya meletakkan kopi buatannya di meja.
"Hmmm." Sahut Harun hanya berdehem tanpa melihat pada Sandra.
Sandra berniat untuk pergi karena ia ingin membuatkan jus untuk Ana, namun seketika langkahnya terhenti mendengar panggilan Harun yang begitu dingin.
"Tunggu," panggil Harun seraya menutup laptopnya kemudian turun dari ranjang.
Perlahan kakinya melangkah mendekati sofa yang ada di dalam kamar, ia duduk dengan santai disana sementara Sandra berdiri di dekat pintu sambil meremat pakaiannya.
"Iya den?" tanya Sandra dengan kepala tertunduk, tidak berani menatap Harun yang asik menyeruput kopinya.
"Saya mau bicara." Ucap Harun datar membuat Sandra terdiam, ia harus menyiapkan mental sebelum mendengar ucapan Harun.
"Apa tujuanmu mau menikah dengan saya?" tanya Harun, 6 kalimat itu berhasil menyentak Sandra.
"Maaf den, tentu anda sudah tau dengan pasti alasan saya mau menikah dengan anda. Saya hanya berniat membalas budi pada keluarga Adiguna," jawab Sandra jujur.
"Mungkin semua keluarga saya percaya, tapi tidak dengan saya. Gadis mulia mana yang mau mempertaruhkan masa depannya hanya demi balas budi? kau mengincar harta bukan?" tanya Harun mencecar Sandra yang semakin dibuat terkejut.
Sandra menarik nafas, ia berusaha menahan gemuruh di hatinya. Benar benar tidak habis pikir, bagaimana bisa Harun berpikiran seperti itu tentangnya padahal dalam mimpi sekalipun Sandra tak ada niat seperti itu.
"Maaf den, tapi dalam mimpi sekalipun saya tidak ada niatan seperti itu. Sudah saya katakan sebelum akad bahwa saya tidak akan menuntut apapun dari anda, saya akan tetap menjadi pelayan dirumah ini tanpa embel-embel istri anda." Jawab Sandra pelan namun mengandung ketegasan di dalamnya.
"Kau tahu bahwa saya tidak akan pernah mencintaimu bukan?" tanya Harun dingin.
"Tentu saya tahu, karena itu saya tidak menaruh hadapan apapun pada pernikahan ini. Baik dilanjutkan ataupun berpisah, saya akan menerimanya asal saya masih bisa bekerja dirumah ini," jawab Sandra, setiap kalimat yang ia ucapkan seakan mengandung duri yang menusuk hatinya sendiri.
Harun menatap nyalang pada Sandra, ia tidak menyangka jika wanita yang ia nikahi secara terpaksa akan pasrah mengatakan itu semua padanya. Tidak ada kebohongan di mata wanita itu tapi keraguan tetap ada di hati Harun sendiri.
Dear mas Harun. Kutunggu bucinmu mas🤣🤣
BERSAMBUNG.........