Siapa yang tidak menginginkan harta berlimpah. Segala keinginan dapat diraih dengan mudah. Tak heran banyak orang berfoya-foya dengan harta.
Berbeda dengan keluarga Cherika. Mereka menggunakan hartanya untuk menolong sesama dan keluarga.
Tapi tidak disangka, karena harta lah Cherika kehilangan harta keluarganya. Orang tuanya menghilang sejak mendapatkan kecelakaan. Hanya Cherika yang selamat.
Cherika kemudian tinggal bersama saudara ibunya. Dan tanpa sengaja, Cherika mendengar penyebab tentang kecelakaan orang tuanya.
Kabar apakah itu?
Ikuti jalan ceritanya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Orang Jahat
Semua yang ada di ruang tamu berdiri. Satria dan Dokter Erlandi menjaga di belakang Cherika. Mereka mengkhawatirkan Cherika. Nenek Hasna dengan tenaga dalamnya melempar tongkat penyangga Cherika. Tongkat itu terpental.
Cherika mengamuk, melempar apa saja yang ada di sampingnya. Sasaran kemarahan Cherika adalah nenek Hasna. Nenek Hasna dalam diam membacakan ayat-ayat suci pengusir setan dalam hatinya.
"SAKIT! SAKIIIIIIIIIT!" Teriak Cherika.
Satria dan Dokter Erlandi menahan tubuh Cherika. Mereka takut Cherika akan menyakiti diri seperti yang sudah-sudah. Nenek Hasna memasangkan gelang yang berbentuk tasbih ke tangan Cherika. Nenek Hasna juga mengusap wajah Cherika dengan air putih yang sudah dibacakan doa-doa.
Cherika mulai tenang. Sosok yang merasuki Cherika, perlahan keluar dari tubuhnya. Cherika jatuh tidak sadarkan diri. Nenek Hasna meminta Satria dan Dokter Erlandi membawa Cherika beristirahat di kamarnya.
Nenek Hasna kemudian duduk di kursi tamu. Nenek Hasna melihat dengan mata batinnya. Ada orang yang berbuat jahat kepada Cherika. Orang itu sebelumnya juga berbuat jahat kepada orang tua Cherika. Tujuannya ingin menguasai harta Cherika.
"Dia ingin membuat Cherika gila. Dia mengambil semua hartanya. Dia juga yang mengirim bau busuk di tubuh Cherika. Air susu dibalas air tuba!" Nenek Hasna mengepalkan tangannya.
"Siapa dia Tante?" tanya Wanda.
"Orang yang sangat dekat dengan Cherika."
"Sungguh jahat, selama ini Cherika yang membiayai keluarga dari Tantenya," kata Zidan.
"Tidak hanya ingin menguasai harta, aku juga melihat, ada persaingan cinta," ujar Nenek Hasna.
"Apa itu mantan suaminya?" Satria kembali duduk di ruang tamu.
"Bukan. Seorang wanita. Dia tidak ingin Cherika bahagia," Nenek Hasna meminum kopi yang baru saja disuguhkan Wanda padanya.
"Apa Cherika bisa disembuhkan?" Kakek Alby kali ini yang bertanya.
"Aku akan berusaha. Lawan kali ini sungguh berat. Kita harus segera menyembuhkan mental Cherika. Jangan sampai sosok itu menguasai tubuh Cherika," kata Nenek Hasna.
...----------------...
🌑 Kota Zamrud.
Betapa bahagianya Laudya sejak pertemuan terakhirnya dengan Cherika. Dia merasa puas setelah melihat kondisi Cherika. Wajahnya hancur, tubuhnya penuh dengan luka bakar, kakinya juga tidak bisa berjalan.
Laudya sangat yakin, Cherika tidak akan pernah bisa mengembalikan wajah dan tubuhnya karena Cherika tidak punya uang. Setahu Laudya, keluarga Cherika juga orang biasa. Mereka tidak akan sanggup membayar biaya operasi yang begitu besar.
Selama di kota Zamrud, mereka juga numpang di rumah orang tua Cherika. Pekerjaan Zidan dan Satria tidak jelas hanya Dokter Erlandi yang terlihat bekerja.
Laudya juga mendengar kabar, Cherika dan keluarganya pergi meninggalkan kota Zamrud. Laudya tidak tahu Cherika pergi ke mana.
"Pasti dia dan keluarganya pulang kampung. Mereka menjadi petani di desa. Tidak ada yang mau menerima Cheri di sini karena bau bangke. Ha, ha, ha!" Lantang Laudya tertawa.
Sejak ada Nyai, keinginan Laudya dengan mudah bisa dia dapatkan. Nyai menjadi guru spiritualnya. Kehadiran Nyai dirahasiakan Laudya. Bahkan orang tuanya sendiri tidak mengetahui.
Berkat Nyai, hubungan Laudya dengan Dhika juga terlihat harmonis. Dhika selama ini menuruti kemauan Laudya. Dhika mulai normal, emosinya stabil. Dhika bahkan mampu melupakan Cherika. Sekarang, di mata Dhika hanya ada Laudya seorang.
Dhika mengangkat Laudya menjadi sekretaris di kantornya. Dengan begitu, Laudya lebih mudah mengawasi pergerakan Dhika di kantor.
Susi dan suaminya juga mengalami kehidupan yang lebih baik. Dhika memberikan modal usahanya untuk Susi. Susi dan suaminya menyewa toko di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota Zamrud. Mereka memulai usaha karpet.
Dan bagaimana dengan Rian? Rian meminta izin kepada orang tuanya merantau ke kota orang untuk mencari pekerjaan. Rian ingin hidup mandiri, tidak tergantung pada orang tua. Walaupun berat melepaskan Rian, Susi dan Cakra akhirnya meridhoi keinginan Rian.
Selain mencari pekerjaan di kota orang, tujuan utama Rian adalah mencari Cherika. Terakhir kali sewaktu Rian berkunjung ke rumah sakit, Rian mendapatkan informasi bahwa Dokter Erlandi pindah tugas ke luar kota yang kotanya tidak disebutkan oleh pihak rumah sakit.
Rian sangat menyayangi Cherika seperti saudaranya sendiri. Rian tahu balas budi. Selama 4 tahun, Cherika sudah membiayai kuliahnya. Cherika banyak berjasa untuk keluarganya.
Walaupun sekarang sudah ada om dan sepupunya, Rian juga ingin merawat Cherika. Cherika sakit parah, sudah kewajiban Rian untuk menjaga dan merawatnya. Rian meninggalkan kota Zamrud untuk mencari Cherika.
Rian naik bus antar provinsi menuju kota Ruby. Rian masih ingat saat pertemuannya pertama kali dengan Satria di rumah sakit. Rian menyelidiki apakah benar, mama dan papanya berniat jahat kepada Cherika.
Setelah diselidiki, ternyata memang benar Cakra kalah taruhan. Sebelumnya Ravi meminta uang kepada Cakra, tapi setelah melihat Cherika, taruhan itu berubah. Ravi ingin Cherika menjadi istri anaknya.
Rian juga mendengar pembicaraan Susi dan Laudya. Betapa sakit hatinya Rian ketika mengetahui perbuatan Laudya yang dengan sengaja membakar rumah Cherika. Tidak pernah Rian membayangkan Susi dan Laudya begitu tega menyakiti Cherika.
Rian ingin sekali meminta maaf kepada Cherika dan sedikit demi sedikit menabung untuk mengganti biaya kuliah yang dikeluarkan Cherika untuk dirinya. Rian merasa malu pada Cherika.
Bus yang membawa Rian ke kota Ruby berhenti di terminal bus. Waktu sudah masuk senja. Rian turun dari bus dan bingung mau pergi ke mana. Rian berjalan santai di kota Ruby tanpa tujuan. Rian berhenti sejenak setelah begitu jauh meninggalkan terminal bus.
Rian memesan bakso di pinggir jalan dan teh es manis. Rian memperhatikan sekitar. Rian merasa sedari tadi ada yang diam-diam mengikuti dan memperhatikannya. Rian menghabiskan makanan dan setelah membayar, Rian kembali melanjutkan perjalanan tanpa tujuan.
Rian terus berjalan. Rian mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Rian berhenti sejenak dan menoleh ke belakang. Tiba-tiba saja seseorang mendorong dadanya dan mengambil ransel Rian.
Rian terjatuh ke aspal. Rian dengan cepat berdiri, berlari mengejar pemuda itu sambil berteriak maling. Orang-orang di jalanan berusaha menghentikan maling tapi maling itu dengan lincahnya bisa melewati massa.
Rian terus mengejar, tidak peduli seberapa lelahnya. Rian harus mendapatkan ranselnya karena itu satu-satunya harta Rian. Maling itu memasuki pemukiman rumah warga di dekat sungai.
Rian berhenti sejenak, sekedar melepas penat dan menstabilkan napas. Di tempat itu tidak terlihat warga. Hanya terdengar suara gelombang sungai. Rian mendengar suara gemericik tak jauh dari tempat dia berdiri.
Dengan sangat hati-hati Rian mendekat ke sumber suara. Ternyata di samping rumah warga, maling itu ingin membuka ransel Rian.
"Maliiiiiiiing!" Teriak Rian.
Maling itu tersentak dan berusaha kabur. Tak disangka-sangka, pemilik rumah mendengar suara teriakan Rian. Pemilik rumah dengan cepat membuka jendelanya yang terbuat dari kayu. Dia mengayunkan tongkat bisbol ke arah maling.
BRUUUUK!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...