Mata elang Layla mengamati pria yang akan menjadi suaminya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tindikan di telinga, tato di lengan, dan aura berbahaya yang terpancar, adalah definisi seorang badboy. Layla mendesah dalam hati. Menikahi pria ini sepertinya akan menjadi misi yang sangat sulit sepanjang karir Layla menjadi agen mata-mata.
Tapi untuk menemukan batu permata yang sangat langka dan telah lama mereka cari, Layla butuh akses untuk memasuki keluarga Bagaskara. Dan satu-satunya cara adalah melalui pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
"Tidak kok, untuk apa aku melakukan hal itu." tepis Layla.
"Benarkah? Kalau begitu kau minum teh ini dan rasakan sendiri bagaimana rasanya!" Mita memaksa Layla meminum teh miliknya, namun Layla berhasil menghindar hingga teh tersebut tumpah ke atas lantai.
"Sudah! Sudah! Kenapa kalian jadi bertengkar seperti ini sih?!" Indra melerai pertikaian antara dua wanita berbeda generasi tersebut.
"Layla yang mulai duluan pah, anak kurang ajar itu menaruh garam dalam minumanku. Sepertinya Layla ingin membunuhku dengan cara membuat darah tinggiku kambuh." ucap Mita dengan nada memelas. Mita bersikap seolah-olah telah menjadi korban yang paling tersakiti.
"Itu tidak benar! Jangan menuduhku tanpa bukti mah!" Layla menepis semua tuduhan dari sang ibu tiri.
"Layla! Berani sekali kau mempermainkan aku. Kau pikir aku bodoh." Bantahan Layla membuat kemarahan Mita semakin menjadi. Muka wanita paruh baya itu sudah memerah karena amarah.
"Jangan sakiti cucuku!" nenek menepis tangan Mita yang akan memukul Layla. Mita sampai meringis kesakitan karenanya.
"Pah, kenapa diam saja melihat mereka menindasku?" Mita meminta perlindungan pada sang suami diiringi air matanya yang berderai.
"Sudahlah mah, ini bukan rumah kita. Jangan buat keributan di sini." peringati Indra pada sang istri, Indra tak bisa berbuat apa-apa terlebih mata elang sang mantan ibu mertua terus menatap tajam ke arah dirinya. saking tajamnya tatapan itu seakan terasa menusuk sampai ke jantung.
"Jangan diambil hati mah, Layla pasti hanya sedang bercanda saja denganmu. Tidak mungkin Layla berniat menyakitimu kan." Indra tak mau masalah ini semakin berlarut-larut dan kedatangannya ke desa ini jadi sia-sia.
"Jangan buat Layla marah, ingat apa tujuan kita datang ke tempat ini!" Indra mengingatkan sang istri dengan suara berbisik, Layla yang merasa menang dalam pertempuran kali ini menjulurkan lidahnya ke arah Mita.
"Awas kau Layla, kalau bukan demi kebahagiaan Nadin, aku pasti tidak akan mengampunimu." batin Mita. Wanita paruh baya itu menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan. Agar rencananya bisa berjalan dengan lancar, Mita tidak boleh membuat masalah dengan gadis kampung itu.
"Layla sini duduk di sebelah papa, ada hal penting yang ingin papa bicarakan denganmu." Indra menepuk-nepuk kursi kosong di sebelahnya. Layla menurut saja. Walaupun Layla sudah mendengar apa tujuan dari kedatangan sang ayah ke desa ini dari nenek, tapi Layla ingin mendengarnya langsung dari pria tua itu.
"Apa kabarmu Layla? Maaf karena papa tidak bisa sering-sering mengunjungimu." ucap Indra penuh perhatian.
"Kabarku baik. Lebih baik papa langsung katakan apa tujuan papa datang ke desa ini? Tidak mungkin hanya untuk menanyakan kabarku bukan?" pertanyaan Layla bagaikan sebuah sentilan keras bagi Indra. Selama ini Indra tidak pernah mengunjungi Layla, saat Layla berkunjung ke kota untuk menemuinya saja, Indra selalu bersikap dingin dan acuh pada putri sulungnya itu. Dan sekalinya Indra datang menemui Layla dengan membawa tujuan yang sangat besar.
"Kau ini kejam sekali Layla, apa kau tidak bisa berbasa-basi sedikit terhadap papamu. Setidaknya tanyakan kabar papamu dulu." Mita menyarankan, namun Layla tak mau menanggapi ucapan wanita itu lagi.
"Aku sangat sibuk, kalau tidak ada hal penting yang ingin papa bicarakan denganku, lebih baik aku pergi saja." ucap Layla.
"Tunggu Layla!" Indra menahan Layla ketika gadis itu akan bangun dari duduknya.
"Sebenarnya maksud dari kedatangan kami ke tempat ini adalah untuk memintamu menikah menggantikan Nadin, adikmu." ucap Indra dengan nada datar, andai Layla menolak barulah Indra akan berbicara dengan sedikit kasar dan memaksa.
Nenek Layla memberikan kode agar Layla mau menerima perjodohan tersebut.
"Kenapa aku harus menikah menggantikan Nadin? Apa calon suami Nadin pria lumpuh atau buta hingga aku yang harus menggantikan Nadin menikah dengan pria itu?" tanya Layla dengan nada sinis. Ibu tiri Layla adalah orang yang tidak mau rugi. Tidak mungkin Mita akan menyerahkan calon suami Nadin pada dirinya andai pria itu tidak bermasalah.
"Tidak, bukan seperti itu nak. Calon suami Nadin sangat sehat dan masih muda, wajahnya juga sangat tampan. Dan yang paling penting, dia berasal dari keluarga kaya. Hidupmu pasti akan terjamin andai kamu mau menikah dengannya." Indra mengatakan yang bagus-bagusnya saja tentang sang calon menantu, agar Layla tertarik.
"Kalau begitu kenapa bukan Nadin saja yang menikah dengan pria itu?! Kenapa harus aku?!" Layla tak habis pikir. Kalau calon suami Nadin sesempurna itu, kenapa harus diberikan kepada dirinya? Kenapa bukan Nadin saja yang menikah dengan pria itu? Layla merasa ada yang janggal.
"Layla tolong mengertilah, Nadin masih sangat muda, dia belum siap untuk menikah. Nadin ingin mengambil S2nya di luar negri dan membangun karir setinggi-tingginya. Andai Nadin menikah di usia muda, masa depannya pasti akan hancur dan berakhir jadi ibu rumah tangga biasa saja. Apa kau tega membiarkan adikmu kehilangan masa depannya yang cemerlang?" ucap Indra dengan wajah memelas.
"Pah, mungkin papa lupa kalau usiaku dan Nadin hanya selisih satu tahun saja. Apa papa tidak pernah berpikir masa depanku juga akan hancur andai aku menikah di usia muda." lirih Nadin dengan netra berkaca-kaca. Sejak kecil Indra memang lebih menyayangi Nadin daripada dirinya, tapi rasa sakit yang Layla rasakan akan ketidak adilan ini tetaplah sama.
"Layla papa mohon mengertilah. Kau adalah seorang kakak, kau harus mengalah demi adikmu." Indra sampai mengatupkan kedua tangannya di depan dada, berharap Layla akan setuju untuk menggantikan Nadin.
"Ibu, aku mohon bujuk Layla agar mau menikah, ini demi kebaikan Layla juga." dirasa percuma berbicara pada gadis keras kepala seperti Layla, Indra memberanikan diri untuk berbicara pada mantan ibu mertua.
"Papamu benar Layla, terima saja pernikahan ini." bujuk sang nenek pula.
"Tidak! Lebih baik aku mati daripada harus menggantikan Nadin untuk menikah!" ucap Layla lugas.
"Layla jangan bicara sembarangan! Nenek tidak akan membiarkanmu mati semudah itu!" nenek tidak suka mendengar ucapan Layla yang mengatakan lebih memilih mati daripada harus menikah.
"Nenek harusnya kau berada dipihakku, tapi kenapa..."
Dering tanda ada pesan masuk di ponsel Layla berbunyi di saat ia belum menyelesaikan ucapannya pada sang nenek. Layla meraih ponselnya kemudian membaca pesan tersebut.
'Layla, batu permata yang sangat langka telah berhasil ditemukan, saat ini batu permata tersebut berada di kediaman keluarga Bagaskara. Misimu selanjutnya harus mengambil batu permata tersebut tanpa diketahui oleh siapapun.' Layla membaca isi pesan dari atasannya di dalam hati. Tanpa diketahui oleh siapapun, selama ini Layla bekerja sebagai agen mata-mata di sebuah agen intelejen terbesar di negaranya. Diusia mudanya, sudah ada banyak kasus yang berhasil Layla pecahkan.
"Layla kau itu keras kepala sekali, kau itu hanya seorang gadis kampung yang tidak punya kelebihan apa-apa. Bisa menikah dengan putra sulung dari keluarga Bagaskara merupakan keberuntungan besar yang bisa kau dapatkan. Kalau kau menolak perjodohan ini, selamanya kau akan hidup miskin dan meninggal di desa ini!" umpat Mita yang sudah hilang batas kesabarannya dalam menghadapi Layla.
"Mama bilang apa tadi? Aku akan menikah dengan putra sulung dari keluarga Bagaskara?" Layla mengulangi ucapan sang ibu tiri.
"Benar! Keluarga Bagaskara adalah keluarga terkaya di kota ini, kalau kau sampai menolak menikah dengan putra mereka, maka hidupmu akan tamat!" ancam Mita.
"Baiklah, aku setuju menikah dengan pria itu untuk menggantikan Nadin. Tapi ada syaratnya." ucap Layla. Demi menyelesaikan misi yang diberikan sang atasan, Layla tidak peduli jika harus menjilat ludahnya sendiri yang sempat mengatakan tidak mau menikah.
Bersambung.