Ketika cinta datang dari arah yang salah, tiga hati harus memilih siapa yang harus bahagia dan siapa yang harus terluka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santika Rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20
“Haaa..., tuh kan bener apa gue bilang..” Aru nampak sedikit terkejut, meskipun dia sudah menduga.
“Aru..” Alleta langsung membekap mulut sahabatnya itu, “Jangan kenceng-kenceng ngomongnya..” ujar Alleta pelan sembari melepaskan tangannya dari mulut Aru.
Alleta merasa sedikit malu karena semua orang menoleh ke arah mereka saat mendengar suara Aru. Gadis dengan rambut yang selalu dikuncir kuda itu, melihat sekeliling. Tatapan orang-orang sedikit heran.
“Bener kan, Lo emang jalan sama Sagara, pakek bilang gue ngomong aneh-aneh.” Aru menyenggol lengan Alleta, nadanya kali ini lebih rendah, ekspresi kesal di wajahnya nampak dibuat-buat.
“Hehe, tapi jangan lo sebarin ya, cuma Lo yang tau.” pinta Alleta serius.
“Aman..” Aru terlihat begitu meyakinkan. “Lagian ya, kalaupun Lo sama Sagara jadian, satu sekolah juga bakal tau kali, orang kalian berduaan terus. ”
Alleta mendengus pelan. “Ishh.., udah jangan mikir kejauhan.”
“Iyaa, iyaa.., jadi belanja gak nih?” tanya Aru, mengingat tujuan utamanya ke mall tersebut adalah untuk menemani Alleta belanja.
“Jadi ayok.”
Drrtt...
Drrrtttt...
Keduanya baru saja bangkit dari kursi sebuah cafe, saat ponsel Aru tiba-tiba berbunyi.
Aru mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, nama Dirga tertera pada layar. Senyum gadis itu sontak melebar, dengan satu gerakan cepat, Aru langsung mengangkat panggilan video tersebut.
“Haii beb...” suara sumringah Dirga terdengar dari seberang.
Aru mengangkat ponselnya, menunjukkan wajahnya, “Haii, aku kangen banget..”
Alleta menghela napas, dia hanya bisa tersenyum melihat perubahan tingkah sahabatnya itu. “Yahh, gue langsung dilupain.” godanya pelan.
“Bentar..” Aru tersenyum ke arah Alleta kemudian kembali fokus ke layar, “Kamu lagi dimana?” tanyanya pada Dirga.
“Di rumah aja, capek banget hari ini.” Dirga menjawab, dia menjatuhkan dirinya pada kasur, kamera ponselnya sedikit bergoyang.
Aru menarik Alleta, mereka melangkah keluar dari cafe, sembari aru tetap video call dengan pacarnya. “Terus kapan kesini?, kamu gak kangen aku??”
“Ya kangen dong beb...” Dirga tersenyum kecil, “Kalau gak ada halangan, lusa aku kesana.”
“Beneran??” mata Aru sontak berbinar.
“Iyaa, sayang..”
Alleta yang melangkah di sebelah Aru, mengerutkan alis mendengar percakapan sahabatnya itu. Ternyata seperti ini jika seseorang sudah dimabuk cinta, “dasar bucin.” umpatnya dalam hati.
Kedua gadis itu terus melangkah menelusuri mall, mereka memasuki sebuah butik. Alleta terlihat sibuk memilih-milih pakaian, sementara Aru masih sibuk berbicara di telepon.
“Aru yang ini bagus gak?” Alleta meminta pendapat sahabatnya, dia menempelkan sebuah crop top berwarna putih dengan motif beruang di badannya.
Aru menoleh sekilas, “Bagus.” katanya singkat lalu kembali ke layar ponselnya.
Alleta mendengus, dia kembali memilih beberapa pakaian menanyakan pendapat Aru, namun respon Aru tetap seadanya.
Alleta akhirnya menyerah. Dia menggantung kembali baju-baju itu ke tempatnya, dia berdiri menyilangkan lengan di depan Aru.
“Oke jadi gue belanjanya sendiri?” gumamnya pelan.
Aru masih tertawa kecil menatap layar ponsel, namun detik berikutnya dia menyadari ekspresi kesal sahabatnya. “Ehh, iya gue malah keasikan ngobrol.” katanya tersadar.
“Beb, nanti lagi ya. Aku mau nemenin Alleta belanja.”
Di layar ponsel, Dirga nampak manyun sedikit, tapi akhirnya mengangguk. “Yaudah, hati-hati. Nanti kabarin aku ya.”
“Iya sayang, love you, babayy.” Aru membalas manis.
Setelah panggilan itu berakhir, Aru tersenyum ke arah Alleta, “Hehe, jangan marah gitu dong..” katanya membujuk Alleta yang terlihat sedikit kesal.
“Ya lagian, baru punya pacar, sahabat sendiri dicuekin.”
Aru tertawa kecil, lalu merangkul lengan Alleta. “Ya sorry, yuk sekarang gue temenin.” Ia mendekat ke rak pakaian. “Ayo pilih, lo suka yang mana?”
Alleta mengambil sebuah jaket denim, “Ini bagus gak?”
Kali ini Aru menatapnya serius, dia menempelkan jaket tersebut pada badan Alleta, “Gak, ini kurang sesuai sama gaya lo.” katanya jujur.
Aru kemudian menarik Alleta ke arah rak yang menggantung sweater-sweater lucu dengan motif koket. “Nahh, ini baru cocok.” Aru menempelkan sebuah sweater berwarna soft blue dengan motif bunga tulip di beberapa bagiannya.
Alleta menatap sweater itu beberapa detik, warna biru lembutnya terlihat manis, motif tulip pada bagian dada dan lengan membuatnya tampak hangat. “Lucu.” gumam Alleta pelan.
“Nah kan.., ini emang gaya lo banget.” ujar Aru yakin.
Setelah selesai berbelanja pakaian, mereka kemudian lanjut menuju sebuah toko kosmetik. Disana Alleta memilih beberapa produk skincare, gadis itu terlihat sibuk berbelanja sementara Aru malah kembali fokus pada ponselnya, beberapa kali gadis itu terlihat senyum-senyum sendiri ketika membaca pesan yang dikirim pacarnya.
Alleta hanya menghela napas, dia sudah kehabisan energi untuk menegur sahabatnya itu lagi. Sejak memiliki pacar, Alleta merasa Aru sedikit berubah, gadis itu menjadi lebih fokus pada pacarnya, bahkan di sekolah pun Aru sering video call dengan Dirga, dunia gadis itu benar-benar seperti berpindah hanya untuk pacarnya.
Namun Alleta tak ingin ambil pusing, selama sahabatnya itu baik-baik saja dan bahagia dia merasa tenang, meskipun terkadang kesal karena sering diabaikan.
...****************...
Pagi itu matahari tersenyum di ufuk timur, aroma embun tercium samar. Alleta terlihat sudah siap dengan seragam batiknya. Seperti biasa, Tristan sudah menunggu di depan halaman rumahnya.
“Hai.” sapa Alleta sembari meraih helm dari tangan Tristan.
Tristan mengerutkan kening melihat Alleta, “Manyun banget, ada masalah?”
“Gapapa, udah yuk jalan keburu telat .” balas Alleta, dia naik ke jok belakang.
Tristan mengedikan bahu, namun dia tetap menurut. Mesin motor perlahan menyala, berseru pelan sebelum akhirnya meninggalkan pekarangan rumah.
Beberapa menit berlalu, Alleta mesih diam, dia seperti sedang tidak mood hari ini. “Lo kenapa sih, ada masalah?” tanya Tristan lagi, dia melirik Alleta dari kaca sepion.
Alleta terdengar menghela napas kecil, “Gue lagi kesel tau ga, sejak Aru punya pacar dia jadi berubah.” tutur Alleta, gadis itu mendekat sedikit agar Tristan mendengarnya.
“Berubah gimana?” tanya Tristan.
“Ya masak Lo gak nyadar, dia jadi jarang bergaul, gue aja dicuekin.” ujar Alleta, lebih seperti mengomel.
Tristan terdiam sejenak mendengar penuturan gadis itu, “Iya sih, tuh anak emang agak penyendiri sekarang. Itu tuh, efek kalau pacaran berlebihan, yang seharusnya membawa perubahan positif malah sebaliknya.” kata Tristan sembari tangannya tetap fokus mengendalikan setang motor.
“Kan.., emang bukan perasaan gue doang.” kata Alleta setuju.
Tristan terkekeh kecil, “Lo sendiri?, gak ada niat gitu?”
“Niat apaan?”
“Ya cari pacar, biar tau rasanya bucin.”
Alleta langsung memukul pelan bahu Tristan, “Apaan sih, gue belum kepikiran sampe sana.”
Pemuda tengil itu tertawa kecil, “Tapi ya, bukannya ayahnya Aru udah gak ada?” Tristan bertanya, kali ini nadanya terdengar lebih dalam.
“Iya.” balas Alleta singkat.
“Nah bisa jadi, itu yang jadi faktornya, siapa tau Aru emang benar-benar dapat kasih sayang dari pacarnya, kayak dapat peran pelindung, makanya jadi lengket banget.” jelas Tristan masuk akal.
Alleta terdiam, penjelasan Tristan barusan seperti menampar pikirannya sendiri.
“Iya sih.” gumamnya pelan, “Tapi tetep aja, gue kangen Aru yang dulu.”
Tristan tersenyum kecil. “Mau gimana lagi. Orang kalau lagi jatuh cinta emang suka lupa dunia.”
Alleta menghembuskan napas panjang, angin pagi menyibak sedikit poni di dahinya. “Lo ngomong kayak udah pernah jatuh cinta tau ga, padahal Lo aja jomblo akud.” kata Alleta mendengus.
“Eh, jomblo jomblo gini, gue banyak yang naksir tau ga..” balas Tristan menyombongkan diri.
“Kalau banyak yang suka, ya pacarin dong.” Alleta membalas dengan candaan, topik mereka kini mulai beralih.
“Gak ah, yang suka gue, gue gak suka. Yang gue suka, kayaknya gak suka gue.” tutur Tristan, seolah ada makna tersirat dalam perkataannya.
Alleta tertawa kecil, “Hah, kok kayaknya?”
“Soalnya, dia gak tau kalau gue suka dia.” Nada pemuda itu terdengar santai namun dalam.
“Ya confes dong, entar keburu diambil orang.” Alleta menyarankan. “Lagian siapa sih, yang berhasil ambil hati sahabat gue yang paling jomblo akud ini?”
Tristan terdiam, untuk sesaat senyumnya yang tadinya santai, berubah lebih tenang.
“Nanti juga bakal tau, udah ah entar gue keceplosan lagi.” jawab Tristan akhirnya.
“Dih, rahasia-rahasiaan. ” Gadis itu mendorong pelan punggung pemuda itu, menyampaikan sedikit rasa kesalnya.
Motor mereka perlahan memasuki gerbang sekolah. Siswa-siswi mulai berdatangan, suara tawa dan obrolan pagi mulai memenuhi udara.
Tristan memarkir motornya di tempat biasa. Keduanya melangkah bersama menuju gedung sekolah, pemandangan Alleta dan Tristan yang berjalan berdampingan memang sudah menjadi hal biasa.
Namun, di lorong menuju kelas. Pemuda bermata elang memperhatikan mereka, wajahnya datar bagai tanpa emosi.
“Oh ya, gue mau ke kantin bentar, mau fotokopi tugas. Lo duluan aja ke kelas.” kata Tristan saat mereka hendak melangkah melewati lapangan sekolah.
“Oke..”
Sementara keduanya nampak asik, mata elang Sagara tetap tak lepas dari memandang mereka. Pemuda itu berdiri diam di lorong seolah menjadi bagian dari tiang-tiang yang menopang bangunan itu.
“Hai, gak ke kelas.” Nayla yang melihat Sagara berdiri diam disana, berusaha menyapanya.
“Bentar, belum bel juga.” balas Sagara singkat.
Nayla menghela napas, “Mau ke kelas bareng ga?” ujarnya menawarkan.
“Gak usah, duluan aja.” Jelas, Sagara menolak mentah-mentah ajakan gadis itu.
Nayla langsung mengatupkan bibirnya, “oh.. okey.” ujarnya pelan sebelum akhirnya melangkah pergi.
Ketika akhirnya sampai di lorong, Alleta menoleh melihat Sagara yang berdiri disana. “Eh, hai. ” sapanya ringan.
Tristan juga ikut menghentikan langkahnya dan berdiri di belakang Alleta.
“All, ke kelas bareng yuk.” ajak Sagara tanpa basa-basi, padahal baru saja dia menolak ajakan yang sama dari Nayla.
Alleta menatap lama pemuda itu sebelum akhirnya menjawab, “Iya boleh.” Gadis itu kemudian menoleh ke arah Tristan yang masih mematung di belakangnya, “Lo jadi ke kantin?”
Tristan melirik ke arah Sagara sekilas, perasaan aneh itu kembali muncul membuat dadanya terasa ada yang menggantung. “Iya jadi.” ucapannya ragu.
“Yaudah, gue sama Sagara ya. Nanti ketemu di kelas. ” ucap Alleta santai, ia sama sekali tidak menyadari ketegangan kecil yang sedang terjadi.
Tristan mengangguk kecil.
“Oke.”
Ia berbalik lebih dulu, melangkah menjauh menuju arah kantin, sementara Alleta dan Sagara berjalan beriringan menuju kelas.
...Bersambung......
...–Seadanya saja, karena nyatanya, apapun yang berlebihan itu tidak baik–...