NovelToon NovelToon
Bukan Cinderella Sekolah: Deal Sinting Sang Pangeran Sekolah

Bukan Cinderella Sekolah: Deal Sinting Sang Pangeran Sekolah

Status: sedang berlangsung
Genre:Si Mujur / Diam-Diam Cinta / Idola sekolah / Cinta Murni
Popularitas:110
Nilai: 5
Nama Author: Dagelan

Kayyisa nggak pernah mimpi jadi Cinderella.
Dia cuma siswi biasa yang kerja sambilan, berjuang buat bayar SPP, dan hidup di sekolah penuh anak sultan.

Sampai Cakra Adinata Putra — pangeran sekolah paling populer — tiba-tiba datang dengan tawaran absurd:
“Jadi pacar pura-pura gue. Sebulan aja. Gue bayar.”

Awalnya cuma kesepakatan sinting. Tapi makin lama, batas antara pura-pura dan perasaan nyata mulai kabur.

Dan di balik senyum sempurna Darel, Reva pelan-pelan menemukan luka yang bahkan cinta pun sulit menyembuhkan.
Karena ini bukan dongeng tentang sepatu kaca.

Ini kisah tentang dua dunia yang bertabrakan… dan satu hati yang diam-diam jatuh di tempat yang salah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dagelan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15: Jemputan Paling Tidak Masuk Akal Sepanjang Karier Hidup

 

Pagi berikutnya, aku datang ke sekolah dalam mode: mission abort level MAX.

Niatku cuma satu, dan satu aja:

Kabur sebelum Cakra muncul, bahkan sebelum dia bisa nyentuh lokerku dengan bayangan aja.

Karena apa pun yang terjadi di lapangan kemarin? Bukan hal yang bisa diproses cuma dalam semalam. Itu terlalu… lembut. Terlalu dekat. Terlalu bukan-akting sampai aku ragu apakah kontrak itu masih ada atau udah ke-gantiin sama surat nikah rahasia.

Dan jujur, aku takut kalau pagi ini dia muncul lagi dengan energi “konsisten demi kontrak” yang bikin jantungku kerja lembur tanpa THR, tanpa cuti, bahkan tanpa kopi.

Aku buru-buru ke area loker sebelum bel masuk. Koridor masih setengah kosong—cuma ada suara sandal seret yang kric-kric dan anak-anak yang mata masih bengkak kayak ikan asin. Perfect. Ini kesempatan kabur yang beneran, kayak pencuri yang kebetulan dapet kunci pintu rumah target.

Sampai aku buka pintu lokerku.

Dan mendengar suara.

“Lo telat tiga menit.”

Aku spontan melompat ke atap locker—secara emosional. Badanku nempel di dinding, mata bulat, mulut terbuka sampe bisa masuk telur.

“YA AMPUN—CAKRA?!”

Suaraku naik satu oktaf, kayak burung merpati yang kena kejut petir.

Dia bersandar ke loker sebelahku, tangan dilipat di dada, muka santai kayak model katalog seragam sekolah premium yang lagi promosi. Rambutnya rapi tapi masih chaos dikit di bagian depan—seolah dia cuma nyisir satu kali dan langsung keluar rumah—dan… oke, kenapa aku memperhatikan detail itu? Apakah otakku udah diserang virus “ngeliat Cakra terlalu banyak”?

“Gue bilang gue jemput lo,” katanya datar, seolah itu hal paling wajar di dunia.

“Gue kira itu bercanda… kan? Kayak ‘hehe, besok gue jemput lo loh’ yang cuma omong kosong?”

“Gue nggak pernah bercanda soal kontrak. Lo lupa sih, gue tipe orang yang ngikutin syarat sampe akhir?”

“—itu bukan kontrak kehidupan nyata, CAK—”

“Poin. Nomor. Tiga.”

Dia ngulang kata-kata itu dengan nada yang bikin aku pengen nyobek kontrak itu pake gigi, bakar sisa-sisanya, dan buang abunya ke sungai.

“Nggak usah diliatin kayak gitu,” lanjutnya, seolah baca pikiranku. “Gue cuma ngikutin yang kita sepakatin. Biar kredibilitasnya tetap terjaga.”

Aku mendengus keras, sampe dada berdebar-debar. “Kita sepakat apa pun yang nggak bikin aku terlihat kayak tokoh drama yang dipacari ketua geng sekolah! Orang bakalan ngira gue dibawah tekanan!”

Dahi Cakra berkerut sebentar. Lalu dia ngeliat aku dari atas ke bawah—pandangan yang bikin aku mau sembunyi di dalam loker.

“Tapi lo keliatan bagus dengan itu.”

Aku freeze.

Jujur, sistem tubuhku langsung error. Seperti laptop 2GB RAM yang dipaksa buka game berat + 10 tab browser + aplikasi edit video sekaligus. Layar otakku cuma nampilin tulisan: ERROR 404 — PERASAAN TIDAK DITEMUKAN.

“A—apaaaa??”

Volume suaraku naik tanpa izin, kayak speaker yang diseting maksimal.

Dia nyengir tipis—tawa kecil yang cuma muncul di sudut mulutnya, yang nggak pernah keliatan waktu dia di depan orang lain. Seolah itu tawa khusus buatku.

“Muka lo lucu kalo kaget,” katanya santai banget, seolah ngomong “langit biru ya hari ini”.

AKU.

MAU.

PENSIUN.

SEKARAT.

DALAM SATU WAKTU.

“Itu nggak lucu! Dan lo—lo harusnya nggak ngomong kayak gitu! Itu… aneh tau, ih.” Aku tertawa kecil, tidak habis pikir dengan ocehan seorang Cakra.

Dia noleh, ikut tersenyum kecil menimpali. “Itu cuma observasi. Gue cuma ngomong apa yang dilihat.”

“Lo observasi apaan sih, dunia aneh?!”

“Lo yang bilang, bukan gue.”

AAAAAA. SIALAN DIA BISA BICARA SEPERTI ITU?!

Oke, fokus Kiran. Ambil buku. Tutup loker. Pergi. Jangan lihat dia. Jangan dengarkan suaranya. Jangan pikirkan bahwa dia ngomong lo keliatan bagus.

Aku buru-buru ambil buku-buku, nutup lokerku keras-keras sampe terdengar klak! yang bikin beberapa anak di kejauhan menoleh. Dan tentu saja—tentu saja—Cakra ngikutin langkahku kayak bayangan yang kebetulan punya tinggi 180 cm, aura pangeran sekolah, dan bau parfum yang bikin kepalaku pusing.

“Lo jalan terlalu cepat,” protesnya, langkahnya santai tapi tetep nyusul.

“Iya ini jalan normal!”

“Untuk anak ayam mungkin. Gue harus melangkah setengah langkah biar nyusul.”

Aku berhenti seketika, badan langsung berbaring di jalan secara emosional. “EXCUSE ME?! Anak ayam?"

Dia cuma ngakak tipis—senyum yang cuma naik dikit, tapi cukup buat pipiku panas sampe mau meleleh. “Yisa, gue cuma nggak mau kita keliatan canggung. Kalau kita jalan bareng dari loker, orang nggak bakal curiga.”

“Ng… ngga curiga apa?”

“Kalau hubungan kita cuma akting.”

Deg.

Lagi-lagi. Kalimat yang harusnya biasa-biasa aja malah kedengeran… salah. Seolah dia beneran takut kalau orang tahu bahwa ini cuma pura-pura.

“Yaudah,” kataku akhirnya, menyerah. Badanku udah lelah berjuang sama dirinya dan perasaan yang bingung. “Jalan bareng. Tapi jangan jalan di SAMPING BANGET. Kamu tinggi banget, keliatan kayak bodyguard yang bawa bosnya ke rapat.”

Dia malah ngegeser setengah langkah… makin dekat. Sampai bahuku hampir menyentuh bajunya.

“Gini?”

“CAKRA!” Aku mundur setengah langkah, jantungnya loncat ke tenggorokan. “ITU TERLALU DEKET!”

“Tapi kontrak—”

“I SWEAR aku bakal bakar kontrak itu sama dengan tas serbaguna lo yang selalu rapi—”

Sebelum aku sempat nyelesaikan ancaman yang nggak berdaya, muncul suara dari ujung koridor yang penuh semangat:

“WOOOII! ITU KIRAN SAMA CAKRA KAN?!”

Tubuhku langsung kaku, kayak patung batu yang baru selesai dibuat. Semua gerakan berhenti—bahkan napasnya kayak mau berhenti.

Cakra nggak kaget sama sekali. Bahkan dia sempat noleh ke arah suara itu dengan tatapan “ada apa sih ribut banget, nggak bisa diam ya”.

Beberapa anak mulai berkumpul sedikit, bisik-bisiknya terdengar jelas kayak ombak pantai:

“MASIH bareng?? Gila, kemarin di kantin, hari ini di loker!”

“Beneran jadian ya? Aku kira cuma omong kosong!”

“Cakra ngejemput di loker? Bro… itu serius banget loh. Biasanya dia cuma jalan sendirian.”

Aku reflex panik, menggigit bibir dalam. “Cakra… kita dilihat orang… kita di—”

Sebelum aku menyelesaikan kalimat panikku, dia ngomong dengan suara yang rendah tapi jelas:

“Biarin.”

Suaranya terdengar percaya diri banget. Natural. Seolah dia beneran… pacarku. Seolah jalan bareng dengan aku itu hal yang paling wajar di dunia.

“Mereka harus liat,” lanjutnya santai, tapi ada nada protectif yang bikin jantungku terasa hangat. “Biar nggak ada yang macem-macem sama lo.”

Aku terdiam.

Oke. Itu terlalu… ya ampun. Itu terlalu sakit hati buat hubungan palsu. Seolah dia beneran peduli kalau aku disakiti orang lain.

Cakra jalan lebih dulu sebentar, lalu melirik ke belakang ke arahku. Matanya ada cahaya yang nggak pernah keliatan sebelumnya—lembut, tapi tegas.

“Ayo,” katanya pelan. “Gue nggak bakal ninggalin lo.”

Dan itu—

itu adalah kalimat paling pacar-pacar-bukan-beneran yang pernah kudengar sepanjang hidupku.

Aku akhirnya jalan di sampingnya… langkahnya sedikit melambat biar nyesuaikan denganku…

…dengan jantung yang tidak mengikuti kontrak sama sekali. Bahkan, jantungku sepertinya udah bikin kontrak sendiri: selalu deg-degan kalo ada Cakra.

✨Bersambung…

 

1
Yohana
Gila seru abis!
∠?oq╄uetry┆
Gak sabar nih nunggu kelanjutannya, semangat thor!
Biasaaja_kata: Makasih banyak ya! 😍 Senang banget masih ada yang nungguin kelanjutannya. Lagi aku garap nih, semoga gak kalah seru dari sebelumnya 💪✨
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!