seorang gadis yang berniat kabur dari rencana perjodohan yang dilakukan oleh ibu dan ayah tirinya, berniat ingin meninggalkan negaranya, namun saat di bandara ia berpapasan dengan seorang laki-laki yang begitu tampan, pendiam dan berwibawa, berjalan dengan wajah dinginnya keluar dari bandara,
"jangan kan di dunia, ke akhirat pun akan aku kejar " ucap seorang gadis yang begitu terpesona pada pandangan pertama.
Assalamualaikum.wr.wb
Yuh, author datang lagi, kali ini bertema di desa aja ya, .... cari udara segar.
selamat menikmati, jangan lupa tinggalkan jejak.
terimakasih...
wassalamualaikum,wr.wb.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Marina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bertemu calon mertua
Zora membuka koper mewahnya. Isinya: gaun pesta, pakaian kasual bermerek, dan sepatu hak tinggi. Tidak ada satu pun baju yang cocok untuk menemui seorang Kyai di lingkungan pesantren.
setelah putus asa, ia baru ingat kalau kemarin dia sempat berbelanja setelan berlengan panjang. Lalu ia mengambilnya di antara tumpukan cemilan yang berada di ruang tamu, karena di tempat lain terasa sempit, sampai-sampai lemari tv Bu Suci penuh dengan makanan ringan milik Zora. Setelah memakai nya , ia merasa cukup puas, setelan berbahan rayon dengan harga murah cukup nyaman di pakai, lalu Ia juga meminjam jilbab pashmina sederhana milik ibu Suci yang berwarna lembut....lalu meminta bantuan Bu suci untuk memakaikannya
Wajahnya di depan cermin menunjukkan kegelisahan. Ia terbiasa tampil sempurna. Dengan pakaian sederhana itu, ia merasa "kosong" dan kurang percaya diri. Namun, demi Ustadz Yusuf, ia harus melakukannya.
Zora berpamitan kepada Bu Suci menjelaskan tujuannya.
" bu, saya akan keluar sebentar. Saya mau menemui Kyai Haji Rahman."
ibu Suci terkejut., Dengan nada khawatir. "Aduh, Nak Zora, hati-hati ya. Kyai Rahman itu orangnya sangat dihormati dan sangat menjaga adab. Kamu harus bicara pelan dan tidak boleh memotong pembicaraan beliau. Jangan terkesan terburu-buru, ya."
Zora tahu ini adalah jalan pintas. Jika ia bisa membuat kesan baik pada ayahnya, pasti Ustadz Yusuf akan terkesan. Ini adalah strategi negosiasi yang ia terapkan pada urusan hati.
Zora berjalan menuju kediaman Kyai Haji Rahman, yang letaknya berada di sebelah pesantren, seperti yang Yusuf katakan.
Di sepanjang perjalanan, banyak yang menyapa Zora dengan ramah seperti subuh tadi. apalagi pada sore hari... biasanya orang-orang sedang bersantai di depan rumahnya.
Zora, dengan langkahnya yang biasanya tergesa-gesa , kebiasaan dikejar waktu, tiba di area rumah Kyai yang terasa sejuk, tenang, dan dipenuhi aroma bunga melati dan wewangian kayu.
Zora segera menurunkan nada bicaranya. Ekspresi wajahnya diubah menjadi sopan, santun, dan sedikit menunduk , meniru adab yang ia lihat pada santriwati di YouTube. Ia berusaha keras terlihat sebagai nona muda yang shalihah dan beradab.
Ia kemudian diantar oleh seorang santri untuk menunggu di ruang tamu sederhana yang lantainya dilapisi karpet usang, sebelum akhirnya Kyai Haji Rahman muncul.
Zora duduk dengan tegang di ruang tamu, di mana aroma wewangian dan kesunyian terasa begitu khidmat. Ketika Kyai Haji Rahman tiba dan duduk dengan tenang, Zora langsung melancarkan "rencana bisnisnya."
Zora dengan cepat menarik napas, bertekad untuk menghindari kesalahan ucapan yang memalukan , Ia mengeluarkan laptop tipis dan mahal dari tas tangannya.
Kyai Rahman menatap laptop itu dengan alis terangkat sedikit, karena alat modern itu terasa asing di tengah kesederhanaan ruang tamu. Biasanya punya putranya tidak setipis itu,
Zora meletakkan laptop di karpet di depannya, siap mengetik.
"Assalamu'alaikum, Kyai. Mohon izin dan maaf sebelumnya, saya Zora. Maksud kedatangan saya, selain untuk.. silaturahim, saya juga sedang menyusun studi kasus tentang peran strategis Pondok Pesantren dalam ekosistem ekonomi lokal."
Kyai Rahman mendengarkan dengan sabar. Ekspresinya tenang,
" waalaikumsalam , silahkan"jawabnya ramah.
Zora membuka dokumen di laptopnya dan mulai mengajukan pertanyaan dengan gaya profesional, seolah sedang rapat dewan direksi, padahal ia hanya ingin tahu lebih banyak tentang latar belakang keluarga Ustadz Yusuf.
Zora Membaca dari layar, suaranya terdengar formal dan sedikit kaku"Bapak Kyai, dengan segala hormat, fokus penelitian saya adalah: 'Peran Ekonomi Pondok Pesantren dalam Peningkatan Kesejahteraan Komunitas Lokal.' Bisakah Kyai jelaskan mekanisme circular economy yang diterapkan Pesantren, misalnya, mengenai unit usaha pertanian atau pengelolaan limbah?"
Zora menekan tombol rekam di laptopnya, matanya menatap tajam ke arah Kyai, siap mencatat. Ia tampak seperti mahasiswi pascasarjana yang sedang mengejar deadline tesis, bukan nona muda yang sedang mencari perhatian pria.
Kyai Rahman tersenyum tipis. Ia mengabaikan istilah-istilah circular economy yang mewah itu dan menjawab dengan bahasa yang sederhana, penuh makna, dan sedikit menggoda Zora.
Kyai Rahman menjawab dengan Suara lembut dan damai "Nak Zora, masya Allah. Istilahmu sangat bagus, ya. Kami di sini tidak punya istilah yang canggih itu. Kami hanya punya kebiasaan berbagi dan hidup sederhana. Jika kamu bertanya tentang ekonomi kami..."
Kyai Rahman berhenti sejenak, menatap laptop Zora, lalu kembali menatap Zora.
"...Ekonomi kami adalah ekonomi ikhlas. Santri mengabdi, kami memberikan ilmu dan makanan. Kami menanam, lalu kami jual ke pasar, keuntungannya kami gunakan untuk membeli kebutuhan santri. Kesejahteraan komunitas kami itu terjadi bukan dari strategi, tapi dari cinta dan gotong royong. Jika kami senang, tetangga kami senang. Sederhana, Nak. Sama seperti cinta... tidak perlu banyak istilah, yang penting rasa." jawab kyai Rahman dengan bahasa yang sangat sederhana dan benar-benar mudah di mengerti.
Zora, yang sudah siap mengetik istilah-istilah teknis, kini hanya bisa mematung dengan jari di atas keyboard. Wajahnya menunjukkan kegagalan sistematis. Ia tidak bisa mengubah "cinta dan gotong royong" menjadi poin-poin power point yang formal. Ia sadar, Kyai ini tahu bahwa Zora sebenarnya sedang menanyakan tentang hal lain. Wajahnya bersemu merah, sepertinya pak kiyai tahu maksud dari kedatangan yang sebenarnya.
Saat Zora masih berusaha mencerna kata-kata Kyai Rahman yang sarat makna dan gagal mengubah "cinta" menjadi diagram alir di laptopnya, dirinya benar-benar bingung memasukkan jawaban dari pak kyai , tapi dia pura-pura mencatat saja, toh ini hanya sebuah drama pendekatan saja .
pintu ruang tamu diketuk pelan.
dan Pintu terbuka, Ustadz Yusuf masuk dengan langkah yang tenang dan sopan. Ia mengenakan baju koko putih yang bersih dan peci. Ia membawa nampan berisi dua cangkir teh .
Ia terlihat sedikit terkejut melihat Zora, dia tidak tahu , ternyata gadis cantik itu sudah start lebih awal , persis setelah sholat ashar, kini Zora duduk formal seperti konsultan bisnis di depan laptop, sedang bersama ayahnya. Ia memberikan senyum ramah, tetapi matanya menunjukkan rasa ingin tahu yang terkendali.
"Assalamualaikum, Abah. Maaf, saya mengganggu. Saya bawakan teh hangat "
Kyai Rahman tersenyum lalu Menoleh ke Zora sebentar
"Wa'alaikumussalam, Nak Yusuf. Tepat sekali. seperti kata mu tadi, ada seorang gadis yang sedang melakukan riset di pesantren kita"
Zora langsung meringkuk malu di tempat duduknya. Ia merasakan panas menjalar di wajahnya. Ia segera menutup laptopnya, seolah-olah alat itu adalah barang bukti kejahatan yang memalukan.
Zora menghindari kontak mata dengan Ustadz Yusuf. Ia takut Ustadz Yusuf akan tahu bahwa semua pertanyaan formal itu hanyalah alibi untuk bisa bertemu.
Ustadz Yusuf meletakkan nampan teh di meja. Ia lalu menatap Zora dengan pandangan yang tenang dan sopan, tetapi ada sedikit kilau geli di matanya saat melihat laptop Zora yang tertutup.
Ustadz Yusuf berkata Kepada Zora, dengan suara lembut "Oh, dek Zora melakukan studi kasus, ya? Itu bagus sekali. Semoga laptopnya bisa menemukan data yang dicari. Tapi Abah benar, di sini kami punya prinsip, yang paling penting adalah kenyamanan dan hati yang ikhlas, bukan seberapa canggih alat yang kita gunakan."
" dek....ahhhhh, rasanya Zora ingin menjerit kesenangan, tiba-tiba Yusuf memanggilnya dek, dia jadi ingin langsung membalas dengan sebutan, iya.... mas sayang....mas tampan, mas gagah, adek mau di gendong" gumamnya dalam hati bersorak gembira. Wajahnya kian merona, membayangkan ia bisa memanggil Yusuf mas.
Kata-kata Ustadz Yusuf yang menyentil laptop dan 'kenyamanan' mengingatkan pada ranjangnya yang ambruk , saat tidur siang, Zora membayangkan wajah Yusuf dia berguling di ranjangnya, tapi tak lama kemudian ranjangnya ambruk, kini Zora semakin salah tingkah.
Zora hanya bisa mengangguk kaku beberapa kali, lalu tiba-tiba berdiri.
"Baik, Kyai. Terima kasih banyak atas... input yang sangat berharga. Saya rasa, data saya sudah cukup untuk saat ini. Saya permisi."
" assalamualaikum " ucapnya sopan , Zora buru-buru membungkuk hormat, mengambil laptopnya dengan tergesa-gesa, dan hampir saja tersandung karpet saking malunya. Ia keluar dari ruangan secepat mungkin, meninggalkan Kyai Rahman dan Ustadz Yusuf yang kini saling bertatapan sambil menahan tawa....
eh Thor semoga itu Zorra bisa mengatasi fitnahan dan bisa membongkar dan membalikkan fakta kasihan yang lg berhijrah di fitnah....
lanjut trimakasih Thor 👍 semangat 💪 salam