NovelToon NovelToon
OBSIDIAN BLOOM

OBSIDIAN BLOOM

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi ke Dalam Novel / Romansa Fantasi / Antagonis / Romansa / Reinkarnasi / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:798
Nilai: 5
Nama Author: Dgweny

Ia adalah Elena Von Helberg, si Antagonis yang ditakdirkan mati.

dan Ia adalah Risa Adelia, pembaca novel yang terperangkap dalam tubuhnya.

Dalam plot asli, Duke Lucien De Martel adalah monster yang terobsesi pada wanita lain. Tapi kini, Kutukan Obsidian Duke hanya mengakui satu jiwa: Elena. Perubahan takdir ini memberinya hidup, tetapi juga membawanya ke dalam pusaran cinta posesif yang lebih berbahaya dari kematian.

Diapit oleh Lucien yang mengikatnya dengan kegilaan dan Commander Darius Sterling yang menawarkan kebebasan dan perlindungan, Risa harus memilih.
Setiap tarikan napasnya adalah perlawanan terhadap takdir yang telah digariskan.

Lucien mencintainya sampai batas kehancuran. Dan Elena, si gadis yang seharusnya mati, perlahan-lahan mulai membalas kegilaan itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dgweny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1. Bagun Di Puncak Tragedi

Bab 1: Bangun di Puncak Tragedi

(Duke Lucien De Martel & Lady Elena Von Helberg)

Keheningan adalah hal pertama yang menusuk Risa.

Bukan keheningan yang damai, melainkan keheningan yang padat dan mahal, seperti beludru yang menyerap suara. Keheningan itu disertai dengan aroma: kombinasi aneh dari lavender kering dan bau logam samar yang khas, seperti aroma darah yang sudah dibersihkan. Rasa sakit yang mematikan di punggung dan dadanya memberitahu Risa bahwa ini bukanlah mimpi buruk biasa.

Ia mencoba membuka mata, kelopaknya terasa berat, seolah dijahit. Ketika akhirnya berhasil, ia disambut oleh langit-langit berukir yang menjulang tinggi, dihiasi dengan pola daun acanthus dan emas tipis.

“Di mana aku?” gumamnya. Suara yang keluar adalah suara yang lembut, sedikit serak, dan asing—suara yang jauh lebih merdu daripada suaranya sendiri, Risa Adelia, si mahasiswi arsitektur tahun ketiga.

Risa mencoba menggerakkan tangannya, Rasa sakitnya luar biasa, tetapi tangan itu bergerak.

Ia mengangkat tangan itu ke hadapan matanya.

Itu bukan tangannya.

Tangan itu ramping, tulang-tulang jarinya panjang dan anggun, dihiasi dengan kuku-kuku yang dipoles warna merah anggur pekat. Kulitnya seputih porselen mahal, kontras sempurna dengan lengan gaun tidur sutra berwarna hitam jelaga.

Ini adalah tangan Lady Elena Von Helberg.

Keringat dingin membasahi pelipis Risa, mengabaikan panas demam yang membakar tubuh barunya. Ia tahu tangan ini. Ia telah melihatnya dalam ilustrasi novel yang sangat ia benci, The Duke's Possession.

Ia, Risa Adelia, kini berada di dalam tubuh tokoh antagonis paling cantik, paling kejam, dan paling malang yang ditakdirkan mati di usia dua puluh satu tahun.

"Tidak, tidak mungkin," desisnya.

Ingatan menyerbu masuk, bukan seperti air bah, tetapi seperti pecahan kaca tajam. Kebencian yang dingin, dendam yang membara, dan yang terakhir: rasa sakit yang tumpul di kepalanya. Itu adalah kenangan Elena Von Helberg, sesaat sebelum ia jatuh pingsan setelah upaya sabotase terakhirnya—rencana gila untuk meracuni Protagonis Wanita Asli, Serafina Lowe, yang ia yakini telah merebut semua yang seharusnya menjadi miliknya.

Risa ingat apa yang terjadi selanjutnya dalam novel.

Setelah upaya peracunan gagal, Elena ditangkap di tempat. Dia diseret, wajahnya yang cantik penuh lumpur, ke hadapan Duke Lucien De Martel. Lucien, si tokoh utama pria yang memiliki Obsidian Curse—kutukan yang membuat cintanya menjadi obsesi mematikan—saat itu sedang diliputi amarah karena Serafina terluka.

Duke Lucien, sang penguasa Utara yang dingin, tanpa ampun menjatuhkan hukuman mati pada Elena Von Helberg, dan melaksanakannya sendiri dengan pedang kebanggaannya, Vengeance.

Itu adalah klimaks tragis bagi si Antagonis. Sebuah adegan kejam yang Risa baca, ia mengutuk betapa gelapnya plot novel itu.

Sekarang, Risa seharusnya berada di ruang bawah tanah yang dingin, menunggu pedang itu. Ia seharusnya mencium bau kotoran dan karat, bukan aroma lavender dan sutra sehalus kabut.

Risa memaksa tubuhnya duduk. Seluruh ruangan berputar.

Ini adalah kamar tidur tamu termahal, bukan penjara. Jendela besar berlapis perak membingkai pemandangan hutan pinus bersalju. Pemandangan ini hanya mungkin dilihat dari satu tempat: Sarang Gagak—kediaman pribadi Duke Lucien De Martel di tepi Utara ibukota.

Ketakutan dingin mematikan mengalahkan rasa sakit fisiknya. Risa merangkak mundur, menjauh dari tepi ranjang, mencari jalan keluar yang tidak ada.

Mengapa ia ada di sini? Mengapa ia belum mati?

“Lady Elena! Anda tidak boleh bangun!”

Sebuah suara panik memecah keheningan. Seorang wanita muda yang mengenakan seragam pelayan yang rapi—orang asing, bukan Lyra si sahabat—bergegas masuk, wajahnya pucat karena khawatir.

“Tubuh Anda masih rapuh, Yang Mulia. Biarkan saya membantu Anda berbaring.”

Risa tidak mendengar permintaannya. Ia mencengkeram lengan pelayan itu.

“Di mana… di mana Duke Lucien?” Risa memaksa suaranya bergetar karena teror.

Pelayan itu, yang tampaknya tidak merasakan ketakutan pada namanya, justru terlihat lega. “Oh, Duke baru saja pergi ke Dewan untuk urusan mendesak. Beliau memerintahkan saya untuk tidak melepaskan mata dari Anda, bahkan sedetik pun. Beliau akan sangat marah jika mengetahui Anda telah bangun.”

Risa merasa mual. Marah? Bukankah seharusnya pria itu sudah mencabut pedangnya dan menghujamkannya ke lehernya?

“Katakan padaku,” desak Risa, merendahkan suaranya, mencoba meniru ketenangan Elena asli. “Mengapa aku di sini? Bukankah aku… bukankah aku ditangkap?”

Pelayan itu mengerutkan kening, bingung. “Ditangkap? Tentu saja tidak, Yang Mulia. Anda terluka parah. Upaya untuk… untuk menjatuhkan gerobak logistik itu melukai Anda lebih parah daripada yang Anda inginkan. Duke Lucien sendiri yang membawa Anda kembali, membawa Anda sepanjang malam melalui badai, dan menjaga Anda di sisinya selama tiga hari.”

Upaya menjatuhkan gerobak logistik. Ya, itu adalah kode untuk 'rencana sabotase gila terakhir yang dilakukan Elena asli'. Tapi, dalam novel, Elena berhasil melarikan diri dari tempat kejadian, hanya untuk ditangkap di pintu masuk rumahnya sendiri.

Novelnya bilang dia ditangkap, dihakimi, dan dieksekusi!

“Duke… dia menjagaku?” Risa berbisik, tidak percaya.

Pelayan itu mengangguk dengan serius. “Ya. Dokter mengatakan jika Duke tidak membawa Anda begitu cepat, dan jika beliau tidak terus-menerus memberikan ramuan hangat kepada Anda, Anda tidak akan selamat, Yang Mulia. Kami belum pernah melihat Duke sekhawatir itu. Begitu Tuan Darius Sterling datang, Duke langsung menerjangnya di lorong karena Tuan Darius mempertanyakan mengapa Anda tidak di penjara.”

Risa tersentak. Darius Sterling! Sahabat masa kecil Elena, dan Second Male Lead salah satu tokoh penting juga di novel nya.

Ini semakin kacau. Di plot aslinya, Darius Sterling dan Duke Lucuen bekerja sama untuk menghukum Elena. Sekarang mereka bertengkar karena Darius nya terkejut Elena tidak dipenjara?

Risa mengembuskan napas panjang. Ia harus tenang. Ia harus menyusun kembali semua informasi.

Hipotesis Risa:

* Ia bertransmigrasi ke tubuh Elena saat detik-detik kematiannya, tetapi sebelum Duke Lucien sempat mengeksekusi.

* Plot novel hancur. Duke Lucien tidak terobsesi pada Serafina Lowe.

* Duke Lucien, si dark male lead yang seharusnya membenci dan membunuhnya, malah terobsesi dan mencintainya.

"Kutukan Obsidian," Risa bergumam. Itu adalah kunci segalanya.

Kutukan itu dijelaskan dalam novel sebagai obsesi abadi yang hanya dapat ditujukan pada satu orang seumur hidup, dan biasanya mengarah pada tragedi. Dalam novel, kutukan itu ditujukan pada Serafina, dan itulah yang membuat Lucien begitu posesif padanya. Tapi jika sekarang kutukan itu menunjuk ke Elena…

Maka Risa telah melompat dari takdir kematian ke takdir terperangkap dalam obsesi gila. Ia telah menghindari pedang, hanya untuk memasuki kandang yang jauh lebih mewah dan permanen.

“Apakah Duke mengatakan sesuatu tentang… tentang hukuman?” Risa bertanya, wajahnya pucat.

Pelayan itu, yang Risa ketahui bernama Lisette (ia mengingatnya dari ingatan Elena asli), menggelengkan kepalanya dengan tatapan kasihan.

“Duke hanya berbicara tentang pernikahan. Bukan hukuman, Yang Mulia. Duke mengatakan bahwa setelah Anda pulih, tidak ada yang akan berani menyentuh Anda lagi, dan satu-satunya cara untuk memastikannya adalah dengan menikahi Anda segera.”

Pernikahan. Sebuah kata yang seharusnya manis, namun terdengar seperti vonis mati yang diperpanjang. Di novel asli, Lucien menikahi Serafina setelah Elena dieksekusi. Sekarang, Lucien ingin menikahinya?

Risa merasakan gelombang putus asa yang luar biasa. Ia adalah anti-hero di dunia ini. Dan ia akan menikah dengan villain yang terobsesi.

Lisette membantu Risa (sebagai Elena) meminum ramuan pahit dan sedikit sup kaldu. Risa menggunakan waktu ini untuk mengamati Lisette dan ruangan. Kamar itu memiliki perlindungan sihir yang rumit di ambang jendela. Bukan untuk menjauhkan orang, melainkan untuk menjaga agar tidak ada yang bisa masuk tanpa izin Duke.

"Lisette," kata Risa perlahan, berusaha terdengar seperti bangsawan yang baru sadar dari kegilaan, "Bisakah kamu memberitahuku apa yang dikatakan ayahku... Keluarga Von Helberg tentang kondisiku?"

Mendengar nama keluarga itu, Lisette menciut ketakutan. "Mereka... mereka tidak diizinkan masuk, Yang Mulia. Duke mengirim pesan yang sangat jelas: 'Siapa pun yang mendekati Lady Elena sebelum dia sepenuhnya pulih akan berurusan langsung dengan pedang Vengeance.' Ayah Anda mengirim surat, tetapi Duke membakarnya tanpa membacanya."

Risa menghela napas lega. Setidaknya ia aman dari keluarga aslinya, yang ingin Elena mati demi mempertahankan kehormatan mereka. Lucien di novel asli adalah karakter yang mengerikan, tetapi Lucien—jika obsesinya diarahkan padanya—akan menjadi pelindung yang tak tertandingi. Pelindung yang gila, tentu saja.

Risa meminta cermin. Ketika Lisette memberikannya, Risa hampir menjatuhkannya.

Wajah itu, wajah Lady Elena Von Helberg, jauh lebih cantik dari deskripsi di novel. Kulit putihnya, fitur-fitur yang tajam namun sempurna, dan rambut hitam panjang yang seperti bayangan. Hanya ada satu hal yang salah: ada lingkaran gelap di bawah matanya dan bekas luka yang samar di pelipisnya, akibat kecelakaan sabotase itu. Wajah yang indah itu membuat Risa merasa seperti penipu.

Saat Risa sedang mempelajari wajah barunya, sebuah ketukan yang keras dan ritmis terdengar di pintu. Ketukan itu tidak meminta izin, melainkan menuntut.

Lisette langsung pucat. "Itu pasti Duke! Dia pasti sudah selesai lebih cepat. Saya harus pergi, Yang Mulia. Ingat, jangan bergerak terlalu banyak."

Lisette bergegas keluar, meninggalkan Risa sendirian di ranjang yang luas, jantungnya berdebar kencang, memukuli tulang rusuknya seolah mencoba melarikan diri dari tubuh yang salah ini.

Pintu ganda terbuat dari kayu ebony terbuka.

Duke Lucien De Martel masuk.

Ia jauh lebih tinggi dan lebih mengancam daripada yang digambarkan oleh Risa saat membaca novel. Wajahnya adalah ukiran yang sempurna, dingin, dan tampan luar biasa, dibingkai oleh rambut hitam pekat yang jatuh sedikit di atas mata merah-gelapnya. Di novel, mata itu sering digambarkan sebagai cermin kegelapan. Di kehidupan nyata, mata itu memancarkan panas yang intens, seperti dua batu rubi yang menyala.

Lucien mengenakan jubah beludru hitam dengan lambang keluarga De Martel di bahunya—seekor gagak obsidian. Di pinggangnya, terselip pedang panjang yang terkenal itu: Vengeance.

Risa tidak bisa bernapas. Ia telah membaca bab-bab eksekusi, ia tahu tatapan dingin yang harus ia hadapi. Tapi tatapan Lucien saat ini tidak dingin. Itu adalah tatapan seorang predator yang telah menemukan harta karunnya yang hilang. Tatapan itu menelanjangi Risa, menyelimutinya, dan mengklaimnya, semuanya dalam satu detik.

Ia berjalan ke ranjang, gerakannya tenang dan anggun, tetapi kekuatannya terasa di udara, membebani paru-paru Risa.

Ia berhenti di sisi ranjang. Risa tanpa sadar menahan napas, menunggu hukuman.

Lucien mengangkat tangan kirinya. Risa meringis, secara naluriah mengangkat tangannya untuk melindungi wajahnya. Reaksi itu menghentikan gerakan Lucien. Mata merah-gelapnya berkedip, bukan karena amarah, melainkan karena rasa sakit yang samar.

"Elena," suaranya dalam dan bergetar samar. Itu adalah suara pria yang sangat menahan diri. "Apa yang kau lakukan? Apakah kau takut padaku?"

Risa tidak bisa menjawab. Dia hanya menatapnya, air mata ketakutan berkumpul di sudut matanya.

Lucien perlahan-lahan menurunkan tangannya. Ia tidak menyentuhnya, melainkan meraih tangan Risa yang lain di atas selimut. Jempolnya mengelus kulit pucat Elena, sebuah gerakan yang anehnya lembut dari pria yang baru saja ingin dia lihat mati.

“Kamu menyakiti dirimu sendiri, Sayang,” katanya, nadanya menjadi tuduhan yang lembut, bukan ancaman. “Mengapa kamu melakukan hal bodoh seperti itu? Mencoba meledakkan pasokan. Kamu bisa mati.”

Risa ingin berteriak, “Itu yang harusnya terjadi!” Tapi ia hanya bisa berbisik, “Aku…”

“Aku tahu.” Lucien menyelesaikan kalimatnya untuknya, matanya menyipit dengan pemahaman yang salah. “Kamu ingin menarik perhatianku. Kamu ingin aku melihat betapa putus asanya kamu. Dan sekarang, aku melihatnya.”

Dia mendekat, membungkuk. Aroma musk dinginnya yang dominan membanjiri indra Risa.

“Kamu berhasil, Elena. Kamu mendapatkan semua perhatianku.” Dia mengangkat tangan Risa ke bibirnya dan mencium punggung tangan itu, gerakan itu jauh dari kesopanan, melainkan penuh hasrat gelap.

“Kamu mencoba melarikan diri dariku, dan kamu menyakiti dirimu sendiri dalam prosesnya,” lanjutnya.

“Aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi lagi. Tubuhmu, pikiranmu, jiwamu—semuanya milikku. Jika aku harus menguncimu selamanya untuk menjagamu aman di sisiku, aku akan melakukannya. Aku akan menjadi sangkarmu, Elena.”

Dia menarik tangannya sedikit ke arahnya, dan Risa merasakan tarikan paksa yang kuat. Rasa posesif yang menguar dari Lucien jauh lebih kuat daripada yang pernah ia bayangkan. Obsesi itu terasa nyata, mencekik, dan mematikan.

Lucien De Martel tidak membenci Elena. Dia tergila-gila padanya. Kutukan Obsidian telah mengubah targetnya.

Risa menyadari, dengan kengerian yang dalam, bahwa takdirnya telah ditulis ulang: ia tidak lagi Antagonis yang akan dibunuh.

Ia adalah obsesi baru si Tokoh Utama Pria yang gila.

“Begitu kamu pulih,” Lucien mendongak, matanya yang seperti rubi bertemu matanya. Ia tersenyum, dan senyum itu, meskipun indah, terasa lebih dingin daripada seluruh salju di Utara. “Kita akan menikah. Dan tidak ada kekuatan di dunia yang dapat memisahkan kita. Tidak ada. Aku akan menghancurkan siapa pun yang berani mengklaim bahwa kamu bukan milikku.”

Dia mencium keningnya, lama, dalam, dan mengklaim.

Risa menutup mata, menerima nasibnya. Ia selamat dari kematian, tetapi kini ia terperangkap dalam cinta yang gila.

Bersambung...

1
shookiebu👽
Keren banget nih cerita, authornya jago banget!
Dgweny: makasihhh banyak
total 1 replies
Bell_Fernandez
Plot yang rumit, namun brilian.
Dgweny: makasih banyak
total 1 replies
Tae Kook
Jangan biarkan kami menunggu lama-lama, update please~~
Dgweny: siapp , di tunggu update selanjutnya yaaaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!