NovelToon NovelToon
Mantan Pemimpin Bela Diri

Mantan Pemimpin Bela Diri

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengawal / Perperangan / Misteri / Penyelamat / Action / Mantan
Popularitas:307
Nilai: 5
Nama Author: Gusker

Baek So-cheon, master bela diri terbaik dan pemimpin bela diri nomor satu, diturunkan pangkatnya dan dipindahkan ke posisi rendah di liga bela diri!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gusker, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kita Tidak Melindunginya (3)

Sel tahanan kecil di cabang Munseong sudah penuh sesak.

Sejak cabang itu berdiri, belum pernah sekalipun tempat itu terisi penuh seperti sekarang.

Selain itu, untuk membuat surat kesaksian, kakek Go dan para pedagang sekitar juga dibawa ke sana. Akibatnya, cabang Munseong menjadi seramai pasar.

Para pendekar yang bertugas di cabang itu terkejut, namun orang yang paling terkejut adalah Im Chung.

"Apa sebenarnya yang terjadi?"

"Aku menangani pengaduan masyarakat."

Tatapan Im Chung yang penuh keterkejutan dari sebelumnya memandang Beon Saeng kini beralih pada Baek So-cheon. Ia mulai menerima kesaksian para pedagang seolah tidak ada hubungannya dengan kejadian hari ini.

"Ketua Beon, ikut aku masuk."

Im Chung membawa Beon Saeng ke ruang kerjanya. Begitu pintu tertutup, Im Chung langsung membentaknya.

"Dasar bajingan! Kau sudah gila, hah?!"

"Maafkan saya."

"Bukan kata maaf yang ingin kudengar! Jelaskan kenapa kau melakukan semua ini!"

Kepala Beon Saeng tertunduk dalam-dalam. Sejak semalam saat ia mabuk, Im Chung memang sudah mencurigai ada sesuatu yang mengganjal, tapi tak pernah menyangka bahwa Beon Saeng akan membuat masalah sebesar ini.

"Karena pendekar Baek, kan?"

"Bukan."

"Sudahlah, pasti karena dia."

"Ini pilihanku sendiri. Aku tak bisa lagi diam melihat tingkah mereka. Sampai kapan kita harus pura-pura tidak melihat?"

Namun Im Chung yakin, semua ini terjadi karena pengaruh Baek So-cheon.

'Benar-benar luar biasa. Belum tiga hari sejak ia ditempatkan di sini, tapi sudah mampu mengguncang seseorang begini.'

Bukan berarti Baek So-cheon atau pengaruhnya buruk. Masalahnya adalah perbedaan antara idealisme dan realitas.

"Jadi? Setelah ini kau mau apa?"

"Para pelaku yang kami tangkap akan kami kirim semuanya ke Divisi Zhejiang."

"Kau pikir Divisi Zhejiang akan menerimanya? Mereka akan melepaskan semua orang itu, sementara kau akan kena hukuman disiplin karena melanggar prosedur."

"Hukuman disiplin? Kalau menangkap bajingan-bajingan Heukhwe saja membuatku dihukum, berarti ada yang salah, bukan? Baiklah, aku terima hukumannya. Tapi sebelum itu, izinkan aku menangkap ketua Taejeongpa."

Tidak ada gunanya menangkap anak buah rendahan. Yang harus ditangkap adalah pemimpinnya.

"Kau pikir itu omongan masuk akal?! Tidak! Sama sekali tidak!"

"Kenapa tidak?"

"Dasar tolol! Kau memang tidak paham situasinya? Kau benar-benar gila?!"

"Ya. Aku sudah gila. Kalau sudah begini, sekalian saja aku gila habis-habisan."

"Brengsek! Kau kira aku tidak punya emosi? Kau mau dipecat dari Aliansi? Bahkan lebih buruk, bisa mati tanpa ada yang tahu!"

Beon Saeng yang tadi penuh amarah, langsung kehilangan suara ketika Im Chung menyebut kemungkinan kematian.

"Sementara itu, selesaikan dulu pengambilan kesaksian. Yang sudah terjadi tak bisa diubah, tapi setidaknya kita harus merapikan urusannya."

"Tuan mau ke mana?"

"Kau masih bertanya? Sudah jelas."

Karena tidak ada hubungan langsung dengan Taejeongpa, Im Chung memutuskan pergi menemui Wang Gon dari klan Shinwha.

"Kalau aku kembali dan kau buat masalah lagi, aku sendiri yang bakal menghabisimu."

Im Chung tidak menunggu jawaban dan langsung keluar dari ruang kerja. Saat keluar ia sengaja tidak melihat ke arah Baek So-cheon. Menegurnya bukan prioritas; meredakan masalah ini dengan menghubungi pemimpin klan lebih penting.

Beon Saeng kembali ke tempatnya. Para pendekar yang sedang menerima kesaksian pedagang memandangnya dengan campuran rasa kagum dan khawatir.

Mereka tidak menyangka Beon Saeng bisa seperti ini, dan juga cemas akan apa yang terjadi selanjutnya.

Dari kejauhan, kakek Go tersenyum pada Beon Saeng. Senyum itu muncul di antara lebam yang membiru. Beon Saeng ikut tersenyum lebar.

'Ya, aku tidak boleh menyesal.'

Namun rupanya hari berat Beon Saeng belum selesai. Dua orang pria masuk dengan aura yang mengancam.

"Apakah kepala cabang ada?"

Pria di depan adalah Taejeong, pemimpin Taejeongpa. Begitu mendengar bawahannya ditangkap, ia langsung membalik meja makan dan bergegas datang. Di sampingnya ada tangan kanannya, orang terkuat kedua di kelompok itu.

Beon Saeng menelan ludah dan menyambut mereka.

"Kepala cabang sedang keluar."

Kalau saja mereka mau pergi begitu saja, alangkah baiknya. Namun tangan kanan Taejeong membisikkan sesuatu padanya.

Tatapan Taejeong pada Beon Saeng berubah seketika.

"Jadi kau yang menangkap anak buah ku?"

"Benar. Aku yang menangkap mereka."

Beon Saeng menegakkan tubuh dan menjawab dengan tegas.

'Jangan takut!'

Taejeong masih berusaha bersikap sopan.

"Anak buah ku melakukan kesalahan apa?"

"Mereka memukuli pedagang dan memeras uang mereka secara berulang."

"Memeras siapa?"

Taejeong menatap para pedagang. Mereka buru-buru mengalihkan pandangan, takut bertatapan dengannya. Semua tahu betapa kejamnya Taejeong.

Hanya kakek Go yang tidak mengalihkan pandangan dan malah menyergah dengan nada menuntut.

"Kaulah yang paling tahu! Karena semua uang itu masuk kantongmu!"

"Orang tua, Anda salah paham. Untuk melindungi warga seperti kalian, kami juga butuh biaya operasional."

"Ngotot amat! Bahkan uang obat anak kecil pun kalian rampas. Dari siapa kalian katanya melindungi kami?!"

Kesabaran Taejeong pun habis.

"Orang tua sialan, keras kepala betul."

Ia menatap kakek Go dengan dingin.

"Kudengar putrimu tinggal di Shaanxi, ya?"

Wajah kakek Go langsung pucat pasi. Selama ini, tak peduli ancaman apa, ia tidak pernah gentar. Namun begitu keluarganya disebut, ketakutan merayap.

"Kau juga punya dua cucu, kan? Satu laki-laki, satu perempuan."

Bahkan cucu-cucunya disebut. Tubuh kakek Go mulai gemetar.

Putrinya jauh di sana, jarang bertemu. Ia selalu menghibur diri bahwa tidak ada kabar berarti semuanya baik-baik saja. Bahwa orang sekejam Taejeong akan memakai keluarganya sebagai ancaman, sama sekali tidak pernah terpikirkan.

"Shaanxi memang jauh, tapi bukan berarti tak bisa didatangi kalau aku mau. Jadi dasar apa yang membuat tengkorak tua sepertimu berani melawan?"

Itu ancaman terang-terangan. Di dalam gedung Aliansi, di hadapan para pendekar Aliansi.

Kakek Go menunduk, lidahnya kelu karena rasa bersalah dan ketakutan.

'Kalau sesuatu terjadi pada anak dan cucuku…'

Ia takkan bisa mati dengan tenang.

Melihat itu, Beon Saeng mengepalkan tinju erat-erat.

'Jadi begini mereka memandang kami?'

Berani mengancam keluarga orang bahkan di depan mata para pendekar Aliansi.

Taejeong berkata pada para pedagang seakan dialah pemimpin tempat ini.

"Ayo, jangan membuat masalah membesar karena hal sepele. Pulang saja masing-masing."

Lalu ia beralih pada Beon Saeng.

"Sepertinya ada salah paham. Jadi lepaskan anak buah kami sekarang."

Semua orang memandang Beon Saeng—pedagang, pendekar cabang. Kepala cabang tidak ada, jadi keputusan ada pada Beon Saeng.

Tanpa sadar, Beon Saeng melirik Baek So-cheon.

Baek So-cheon hanya berdiri diam, seakan mengatakan keputusan sepenuhnya ada padamu.

Sosok tenang, bahkan menyebalkan karena terlalu santai. Tapi hanya melihat wajah itu saja, entah kenapa keberanian naik.

'Ya sudah, dasar tabib sial. Aku menyerah, aku lakukan.'

Taejeong sudah berbalik, yakin perintahnya akan diikuti. Namun dari belakang, suara tegas terdengar.

"Tidak bisa."

Taejeong berhenti. Dengan suara rendah tapi penuh ancaman ia bertanya tanpa menoleh,

"Tidak bisa?"

"Benar, Tidak bisa, Silakan pulang."

Mata Taejeong menyipit tajam, masih membelakangi, ia bergumam.

"Dasar sampah. Kubilang baik-baik tidak mau dengar, ya?"

Semua orang menegang. Para pedagang cemas, karena masalah ini terjadi untuk membantu mereka. Kakek Go terutama, hatinya hancur, ingin menghentikan tapi terikat ancaman terhadap keluarganya.

Beon Saeng menatap Taejeong dan berkata jelas,

"Atas tuduhan mengancam pendekar Aliansi dan mengintimidasi korban kekerasan, Anda kami tangkap. Letakkan pedang dan berlutut."

Keheningan menyergap.

Semua orang menatap Beon Saeng, terbelalak.

Namun Beon Saeng tetap tenang.

Berbeda dengan anak buah Taejeong, Taejeong sendiri jauh lebih kuat darinya. Salah langkah, ia bisa mati.

Tapi ia tetap berpikir,

'Memukuli, memeras, bahkan mengancam keluarga jauh di sana… dan para pedagang ini tak punya pelindung selain kita.'

'Benar. Kalau bukan kita yang menjaga mereka, siapa lagi?'

Taejeong tertawa, tak percaya apa yang ia dengar.

"Apa katanya barusan?"

Tangan kanannya ikut tertawa.

"Sepertinya kepanasan membuat otaknya rusak."

Beon Saeng kembali memperingatkan,

"Letakkan pedang sekarang juga."

"Kalau aku tidak mau?"

Taejeong memegang gagang pedangnya. Ia tumbuh di dunia hitam, keberaniannya tak kalah dari siapa pun.

Namun ia tak bodoh untuk benar-benar menghunus pedang lebih dulu di cabang Aliansi.

Bangunan kecil ini mungkin hanya ‘bulu di ekor’ Aliansi, tapi tetap bagian dari tubuh Aliansi.

Ketegangan menebal.

Saat itu, seseorang berbicara.

"Jangan cabut. Begitu kau mencabut pedang itu, kau mati."

Semua menoleh pada suara itu.

Baek So-cheon.

"Jika kau mengabaikan peringatan pendekar Aliansi dan mencabut pedang di dalam gedung Aliansi, maka kami berhak membunuhmu secara sah. Hukumnya sangat ketat, tanpa pengecualian."

Taejeong melirik tangan kanannya, seolah bertanya siapa orang ini, Tapi tangan kanannya juga tak tahu. Jika dia seorang ahli, itu membuatnya lebih waspada.

"Siapa kau?" tanya Taejeong.

"Beliau orang yang baru ditugaskan sebagai senior di sini. Ketua Beon adalah atasannya."

Mendengar itu, ketegangan Taejeong melonggar, ia tertawa sinis.

"Jadi kalian benar-benar macam-macam, Bahkan pendatang baru pun ikut sok tahu."

Baek So-cheon kembali memprovokasi.

"Dengar, lakukan saja apa yang Ketua Beon bilang. Aku hanya sedang menjaga nyawa kalian, sampah-sampah busuk. Jadi lepas pedang itu."

Taejeong tak tahan lagi dan mencabut pedangnya.

Srring—

"Sudah kubilang aku mencabut. Sekarang apa?"

Tiba-tiba Baek So-cheon berteriak,

"Serangan mendadak! Lindungi saksi!"

Ia melompat melewati meja dan menyerang Taejeong.

Taejeong kaget. Ia memang mencabut pedang untuk menakut-nakuti, bukan untuk bertarung.

Namun Baek So-cheon menerjang sambil berteriak seolah Taejeong hendak membunuh para pedagang.

Baek So-cheon melompat, menendang Taejeong tepat di wajah.

Puk!

Karena tidak siap, Taejeong mental ke belakang.

Tangan kanannya pun mencabut pedang.

Beon Saeng ikut mencabut pedang.

"Habisi dia!"

Empat pendekar cabang mengikuti Beon Saeng menyerang tangan kanan Taejeong.

Pertarungan pun pecah. Pedagang segera menghindar ke sudut ruangan.

Walau mereka hanya pendekar cabang di daerah terpencil, mereka tetap pendekar resmi Aliansi. Dengan lima orang mengeroyok, gerakan tangan kanan Taejeong mulai kacau.

Akhirnya ia tebas dari segala arah dan tumbang. Dia terlalu kuat untuk ditangkap hidup-hidup.

Setelah menjatuhkannya, Beon Saeng berbalik untuk membantu Baek So-cheon.

Namun ia tertegun.

Taejeong masih terkapar tak bergerak, dan Baek So-cheon berdiri agak jauh.

Beon Saeng cepat-cepat memeriksa Taejeong. Ia menyingkirkan pedangnya, menekan titik akupuntur untuk menahan tenaga dalamnya, lalu mengguncangnya.

"Hei, bangun."

Taejeong tak bergerak.

"Hei! Sadarlah!"

Ia menamparnya, Ada firasat buruk, Ia memeriksa napasnya.

"Dia mati?"

Taejeong telah menjadi mayat dingin.

Semua terbelalak.

Beon Saeng menatap Baek So-cheon. Baek So-cheon berkata dengan wajah bingung,

"Sepertinya kepalanya terbentur saat jatuh?"

Mendengar itu, sebuah pikiran melintas di kepala Beon Saeng.

'Dia sengaja membunuhnya.'

Peringatan Baek So-cheon sebelumnya bukan untuk menghentikan Taejeong, melainkan untuk memancingnya menghunus pedang.

Rendah hati sebagai "senior baru", memprovokasi dengan kata “sampah”, semuanya untuk memaksa Taejeong menarik pedangnya.

Begitu pedang ditarik, ia langsung menyerang. Mungkin sejak awal ia memang berniat membunuhnya.

Beon Saeng segera mendukungnya.

"Benar. Taejeong bukan orang yang mudah dikalahkan tangan kosong. Sepertinya dia jatuh dan salah mendarat. Kalian semua lihat kan?"

1
Alucard
Aku yakin ceritamu bisa membuat banyak pembaca terhibur, semangat terus author!
Wulan: "Terima kasih! Dukunganmu bikin aku tambah semangat buat lanjut nulis. Ditunggu ya kelanjutannya!"
😁
total 1 replies
Killspree
Ceritanya seru banget, aku udah gak sabar nunggu kelanjutannya thor!
Wulan: "Terima kasih! Dukunganmu bikin aku tambah semangat buat lanjut nulis. Ditunggu ya kelanjutannya!" 😸
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!