Rania Alesha— gadis biasa yang bercita-cita hidup bebas, bekerja di kedai kopi kecil, punya mimpi sederhana: bahagia tanpa drama.
Tapi semuanya hancur saat Arzandra Adrasta — pewaris keluarga politikus ternama — menyeretnya dalam pernikahan kontrak.
Kenapa? Karena Adrasta menyimpan rahasia tersembunyi jauh sebelum Rania mengenalnya.
Awalnya Rania pikir ini cuma pernikahan transaksi 1 tahun. Tapi ternyata, Adrasta bukan sekedar pria dingin & arogan. Dia manipulatif, licik, kadang menyebalkan — tapi diam-diam protektif, cuek tapi perhatian, keras tapi nggak pernah nyakitin fisik.
Yang bikin susah?
Semakin Rania ingin bebas... semakin Adrasta membuatnya terikat.
"Kamu nggak suka aku, aku ngerti. Tapi jangan pernah lupa, kamu istriku. Milik aku. Sampai aku yang bilang selesai."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PCTA 15
Perjalanan udara singkat di atas gugusan atol memberikan pemandangan spektakuler dari atas, dengan pulau-pulau kecil yang dikelilingi laguna biru kehijauan. Tak lama kemudian, helikopter mulai menurunkan ketinggian, mendekati sebuah pulau yang tampak seperti surga tersembunyi.
Pulau itu dikelilingi oleh pantai berpasir putih yang kontras dengan air laut yang jernih dan berkilauan di bawah sinar matahari. Vegetasi tropis yang lebat memenuhi bagian tengah pulau, memberikan kesan alami dan eksotis. Di tengah pulau, berdiri sebuah vila megah yang memadukan arsitektur modern dengan elemen tradisional Maladewa.
Bangunan utama vila memiliki atap jerami tinggi dengan struktur kayu yang kokoh, menciptakan suasana hangat dan mengundang. Dinding-dindingnya didominasi oleh kaca, memungkinkan pemandangan laut yang menakjubkan dapat dinikmati dari dalam ruangan. Teras luas mengelilingi vila, dilengkapi dengan kolam renang infinity yang seolah menyatu dengan horizon laut.
Di salah satu sisi, terdapat dek kayu yang menjorok ke laut, lengkap dengan akses langsung ke air bagi mereka yang ingin berenang atau snorkeling. Setelah helikopter mendarat dengan mulus di helipad dekat vila, Adrasta turun terlebih dahulu, kemudian mengulurkan tangan untuk membantu Rania keluar.
Angin laut yang sepoi-sepoi menyapu wajahnya, membawa aroma asin yang khas. Namun, keindahan alam sekitar tidak mampu mengusir kegelisahan yang menggelayuti hatinya. Mereka disambut oleh sekelompok staf yang telah menunggu dengan sopan.
Adrasta memberikan anggukan singkat sebagai tanda sapaan, kemudian tanpa banyak bicara, ia membimbing Rania memasuki vila. Begitu memasuki ruang utama, Rania disambut oleh interior yang menakjubkan.
Langit-langit tinggi dengan balok kayu ekspos memberikan kesan luas dan terbuka. Perabotan mewah namun minimalis menghiasi ruangan, dengan palet warna netral yang menenangkan. Lantai kayu mengkilap berpadu harmonis dengan karpet anyaman alami, menciptakan suasana yang nyaman namun tetap elegan.
Adrasta melepaskan genggaman tangannya dan berjalan menuju bar kecil di sudut ruangan, menuangkan segelas minuman untuk dirinya sendiri. la menatap Rania yang masih berdiri di ambang pintu, seolah menunggu instruksi lebih lanjut.
Dengan isyarat tangan, ia mengundangnya untuk duduk di sofa besar yang menghadap langsung ke laut melalui dinding kaca. "Selamat datang di rumah baru kita," ujar Adrasta dengan suara rendah namun penuh otoritas. "Aku harap kau merasa nyaman di sini."
Rania menelan ludah, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berpacu cepat. la melangkah perlahan menuju sofa dan duduk dengan anggun, meskipun hatinya dipenuhi kecemasan. Pandangannya tertuju pada hamparan laut biru di depannya, namun pikirannya melayang ke berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi di tempat terpencil ini.
Malam mulai menjelang, langit berubah warna menjadi jingga keemasan saat matahari terbenam di horizon. Adrasta bangkit dari tempat duduknya dan berialan mendekati Rania. la duduk di sampingnya, menatap wajah Rania dengan intensitas yang sulit diartikan. Tangannya terulur, menyentuh dagu Rania dan mengangkatnya perlahan agar mata mereka bertemu.
"Mulai sekarang, tidak ada lagi yang bisa memisahkan kita," bisiknya dengan nada possessif. "Kau adalah milikku, sepenuhnya." Rania merasakan gelombang ketakutan menjalar di seluruh tubuhnya. la menyadari bahwa di pulau terpencil ini, jauh dari peradaban, kemampuannya untuk melawan atau melarikan diri hampir tidak ada.
Namun, di balik ketakutan itu, ada percikan kecil keberanian yang mulai menyala. la tahu bahwa ia harus menemukan cara untuk bertahan dan, jika mungkin, mencari jalan keluar dari situasi ini.
