NovelToon NovelToon
Karmina Dan Ketua OSIS

Karmina Dan Ketua OSIS

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Horor / Action / Ketos / Balas Dendam / Mata Batin
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ira Adinata

Prediksi Karmina mengenai kehidupan Dewa--ketua OSIS di sekolahnya--serta kematian misterius seorang mahasiswi bernama Alin, justru menyeret gadis indigo itu ke dalam kasus besar yang melibatkan politikus dan mafia kelas kakap. Akankah Karmina mampu membantu membalaskan dendam Dewa dan Alin? Ataukah justru mundur setelah mengetahui bahwa sasaran mereka bukanlah orang sembarangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertolongan Karmina

"Katakan! Di mana berkas-berkas itu?" Bu Wilda berjalan mendekati Dewa dengan sinis.

"Oh, jadi Ibu masih penasaran dengan bukti itu? Astaga!" ketus Dewa, kemudian memutar bola matanya sambil berkacak pinggang.

"Tak usah banyak basa-basi! Cepat, serahkan bukti itu!" desak Bu Wilda memelototi Dewa.

"Ibu ini licik banget, ya. Katanya udah sepakat nggak bakal gangguin saya lagi. Kok masih mau nyari ribut, sih?" sindir Dewa melipat kedua tangan.

"Aku nggak bakal biarin kamu tenang begitu saja, Dewa," geram Bu Wilda menatap nyalang. Diliriknya dua pria di belakangnya, kemudian mengisyaratkan lewat gerakan kepala untuk menyerang Dewa.

Menyadari dua orang pria itu bersiap menyerangnya, Dewa memasang kuda-kuda. Ditariknya napas dalam-dalam, kemudian mengepalkan tinju.

Tanpa aba-aba salah satu pria itu mengarahkan pukulan ke wajah Dewa. Dengan gesit, Dewa menangkis lengan lawannya dan menendang tepat ke bagian perut orang suruhan Bu Wilda.

Serangan masih berlanjut. Kali ini datang dari pria berbadan tinggi besar lainnya. Diserangnya Dewa dengan tinju menyasar ke bagian tubuh. Akan tetapi, bocah SMA itu berhasil menghindar lebih dulu, kemudian balik menyerang. Ia berbalik badan, dan menendang si pria asing hingga tersungkur.

Kendati demikian, ada saatnya Dewa lengah. Orang suruhan Bu Wilda menahan kedua lengan Dewa. Satu pria lainnya segera berdiri, lalu memukul bagian perut dan menghajar wajah Dewa. Tentu saja, Dewa seketika babak belur dibuatnya.

Dalam keadaan terdesak, Dewa berusaha mencari celah untuk menyerang. Saat pukulan pria berbadan besar itu kian melambat, Dewa mengerahkan segenap tenaga untuk menendang perut lawannya sampai terjungkal.

Selanjutnya, Dewa berusaha melepaskan diri dari cengkeraman pria di belakangnya. Ia menggeser kaki kirinya, kemudian meninju alat vital pria itu. Secepatnya, Dewa menyikut perut sang lawan hingga akhirnya berhasil melepaskan diri. Tak tanggung-tanggung, Dewa melanjutkan serangannya dengan meninju dagu orang suruhan Bu Wilda sampai terjengkang.

Perkelahian sengit antara dua pria berbadan besar melawan seorang siswa SMA berlangsung menegangkan. Bu Wilda melipat kedua tangan, tak puas melihat anak sang intel belum benar-benar tumbang.

Di tengah pertarungan, Karmina datang bersama Pak Rohman dan ketua RT setempat ke kediaman Dewa. Seketika, Bu Wilda ketar-ketir melihat ketiga orang itu datang ke sana. Ia memerintahkan dua orang suruhannya untuk berhenti menyerang Dewa.

"Ada apa ini?" tanya Ketua RT dengan mata terbelalak.

"K-Kami sedang menagih utang, Pak," jawab Bu Wilda gelagapan.

Melihat wajah Bu Wilda, Karmina tercengang. "Loh? Bukannya Anda ini ibunya Zahra, ya? Memangnya berapa utang Dewa sama Ibu?"

"Kamu nggak perlu tahu," ketus Bu Wilda pada Karmina, kemudian menoleh pada dua orang suruhannya. "Ayo pergi!"

Tanpa pamit, Bu Wilda bersama dua pria berbadan tinggi besar meninggalkan rumah Dewa. Adapun Karmina, membantu Dewa yang terhuyung-huyung untuk melangkah menuju ke teras.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Karmina memandang miris luka lebam di wajah lelaki itu.

"Nggak usah peduliin gue," ujar Dewa mendelik.

Sementara itu, Pak Rohman dituntun oleh Ketua RT ke beranda rumah Dewa. Pria tuna netra yang kerap memakai kacamata hitam itu duduk di kursi sambil kebingungan.

"Sebenernya abis ada apa ini?" tanya Pak Rohman celingukan.

"Biasalah, Beh, debt collector nagih utang," jawab Karmina, sembari membantu Dewa duduk di kursi.

"Oh. Temen lu dipukulin, Mina?" Pak Rohman makin penasaran.

"Abis gelut, Beh," jawab Karmina singkat.

"Ape?!" Pak Rohman terkejut sampai berdiri dari kursi.

"Bapak duduk dulu, ya," ujar Ketua RT menenangkan Pak Rohman.

Dewa meringis kesakitan sambil memegangi rahangnya yang terasa perih. Karmina yang menyadari hal itu, segera mendekati Dewa.

"Wa, gue obatin lo dulu, ya. Pasti lo kesakitan," kata Karmina menawarkan bantuan.

"Nggak usah," ketus Dewa mendelik.

"Ayolah! Sekali ini doang, nggak usah jutek-jutek amat kenape?" bujuk Karmina.

Dewa berdecak, kemudian menyerahkan kunci rumah pada Karmina. Secepatnya, gadis itu masuk ke rumah, mencari kotak obat untuk menyembuhkan luka luar di tubuh Dewa. Ditelusurinya setiap ruangan, hingga menemukan kotak P3K di dekat lemari dapur.

Adapun Pak Rohman, masih celingukan di teras, ditemani oleh Dewa dan Ketua RT.

"Dewa, selama ini lu ke mana aja? Lu jarang kelihatan pulang ke rumah sejak ibu lu meninggal," ujar Pak RT.

"Dewa nginep di rumah temen, Pak. Soalnya tiap malem suka ada yang ngawasin rumah ini," jelas Dewa.

Pak RT mengangguk takzim. "Oh, pantesan lu jarang pulang. Lu kalau ada apa-apa, lapor aja sama Bapak. Nanti Bapak tugasin hansip buat ngusir orang nggak jelas yang ngawasin rumah lu. Lingkungan sini Bapak yang pegang. Lu nggak usah takut!"

"Terimakasih, Pak," ucap Dewa dengan sungkan.

"Oya, Pak RT, ngomong-omong, di mana rumah Bang Jupri? Katanya mau nganterin aye ke sana," tanya Pak Rohman menyela.

"Oh, iya iya. Rumahnya deket sini, kok. Mari saya antar!" ujar Pak RT membantu Pak Rohman berdiri, lalu mengalihkan pandangan pada Dewa. "Dewa, kami pamit dulu, ya."

Dewa mengangguk cepat, sambil mengusap-usap dagunya. Sementara itu, Karmina yang baru saja keluar membawa kotak obat, termangu melihat sang ayah dituntun oleh Pak RT.

"Mau ke rumah Bang Jupri sekarang, Beh?" tanya Karmina dengan kedua mata membulat.

"Iya. Lu di sini aja urusin temen lu. Babe mau ngurut pelanggan dulu," ujar Pak Rohman.

Selepas Pak Rohman dan Pak RT pergi, Karmina membuka kotak obat dan mengambil alkohol serta kapas. Dilumurinya kapas dengan alkohol, kemudian mengusapkannya secara perlahan ke bagian luka lebam di wajah Dewa. Seketika, lelaki itu meringis merasakan perih yang menusuk-nusuk tatkala Karmina menempelkan kapas di bagian bawah bibirnya.

"Ish! Pelan-pelan kenapa? Sakit tau!" rengek Dewa sembari meringis.

"Iya iya. Ini udah dipelanin kok," sanggah Karmina.

"Lagian, kenapa lo tiba-tiba dateng ke rumah gue? Mana bawa Pak RT segala lagi," gerutu Dewa kesal.

"Siapa juga yang pengen dateng ke rumah lo? Gue ke sini nganterin bokap buat ngurut orang. Kebetulan alamatnya di sini. Lo tahu Bang Jupri, kan?" jelas Karmina, sembari melumuri kapas lain dengan alkohol, lalu mengusapkannya ke pelipis Dewa.

"Iya, tau." Dewa mengernyitkan kening, menatap Karmina.

"Ngomong-omong, ngapain mamanya Zahra ke sini? Emang bener, lo punya utang sama dia?"

"Lo nggak perlu tau. Yang jelas, gue nggak pernah berutang sama siapa pun," jawab Dewa dengan ketus, sambil menatap nanar ke depan.

"Kalau lo nggak mau cerita, nggak apa-apa kok. Lagian gue cuma basa-basi doang biar bisa ngobrol sama lo. Sebenernya gue tahu, mamanya Zahra masih belom puas buat ngabisin lo," ucap Karmina memandang lesu pada Dewa.

Sontak, Dewa terperangah menatap Karmina. "Dari mana lo tau kalau mamanya Zahra pengen menghabisi gue?"

Karmina menyunggingkan senyum di salah satu sudut bibirnya. "Gue juga tau kalau urusan lo sama istrinya Sahar Muzakir itu belum kelar. Lo masih nyimpen rahasia dia, makanya nggak akan pernah aman."

Dewa mengerutkan dahinya.

"Hm, dan satu lagi. Sebenernya bokap gue bakal dijemput sama keponakannya Bang Jupri. Cuma, karena gue lihat bayangan lo yang bakal dikeroyok waktu di sekolah, makanya gue sengaja nganterin bokap ke sini," tutur Karmina sembari menyengir.

"Nah, loh! Ngaku juga, kan, lo." Kedua mata Dewa membulat, jari telunjuknya menunjuk Karmina.

"Hehe ... anggap aja gue lagi jalanin tugas dari nyokap bokap lo," sanggah Karmina terkekeh-kekeh.

"Lo mimpiin mereka lagi?" Dewa tercengang. "Kok gue nggak pernah mimpiin nyokap sama bokap, ya?"

"Mungkin nyokap bokap lo lebih percaya sama gue, makanya jarang nongol di mimpi lo," celetuk Karmina.

Dewa mendengkus sebal, mendelik pada Karmina.

"Tapi ... sejak gue didatengin sama nyokap bokap lo lewat mimpi, gue semakin bertekad buat lindungin lo. Meskipun lo nggak minta, gue bakal tetep lakuin amanat dari mereka. Gue juga nggak keberatan buat bantuin lo balas dendam. Itu juga kalau lo izinin," tutur Karmina, sembari menaruh kembali alkohol ke dalam kotak obat.

Dewa mengulas senyum tipis, melirik pada Karmina. "Beneran cuma buat bantuin doang, nih? Bukan buat cari perhatian minta pacaran kayak si Zahra, kan?" godanya.

"Apa? Minta pacaran sama lo? Dih! Najis!" ketus Karmina sambil menutup tempat obat-obatan dengan kencang, kemudian berlalu ke dalam rumah.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!