windu pamungkas adalah seorang pria yang menanggung kutukan akibat kesalahan leluhur nya.
dalam perjalan nya, dia akan menghadapi beberapa tokoh hebat di dunia persilatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopugho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Aliran putih 3
“apa benar kau anak dari bibi ayu galuh?” tanya perempuan itu.
Perempuan tersebut bernama ambar, pada saat ayu galuh memperdalam ilmu serat jiwa nya di perguruan ini lima belas warsa yang lalu, ambar hanya berstatus murid baru. Dan ambar lah yang menjadi pelayan pribadi bagi ayu galuh selama di perguruan ini. Dan ambar bisa dikatakan murid langsung oleh ayu galuh, ambar juga tahu bahwa ayu galuh memiliki sebuah lencana perguruan.
“benar bibi,” jawab windu hormat sambil mengeluarkan lencana bulat berwarna perak milik ayu galuh dan memperlihatkan nya pada ambar.
“he he he,, ketua pasti bahagia mendengar berita ini, ayo windu kau pasti lapar, kita makan dulu di dapur, setelah itu baru kita menemui ketua di ruangan pribadi beliau. Kebetulan ketua sedang ada pertemuan dengan tetua pedang malaikat” ujar ambar sambil tersenyum, dia bahagia karena dengan ada nya windu dia bisa melayani tuan nya seperti melayani ayu galuh.
“ooo.. guru sudah ada di sini ya bi?” tanya windu.
“guru?” tanya ambar bingung.
:ya tetua pedang malaikat adalah guru ku bi” jawab windu.
“kau murid tetua pedang malaikat?” tanya ambar tak percaya,
“benar bi” jawab windu sambil tersenyum.
“kau nakal ya tau begitu, kubiarkan saja kau menghajar si cokro tadi,” sungut ambar.
“he he he, biar lah bi, lagian aku tidak mau bertarung yang tidak bermanfaat, perutku lapar,tawaran makan nya masih berlaku bi?” tanya windu sambil nyengir.
“hahaha, masih – masih” jawab ambar tertawa lebar. Dia melihat sosok ayu galuh pada windu.
“sekalian bibi akan menyiapkan kamar untukmu, oh iya, kamu pakai kamar yang biasa dipakai oleh ibu mu ya?”
“oke bi” jawab windu.
---
Setelah beberapa waktu, tetua purwati dan tetua pedang malaikat yang masih asik bercerita menoleh ke pintu yang diketuk dari luar, tak lama kemudian pintu tersebut terbuka dan dua orang masuk, yang ternyata ambar dan windu. Setelah tiba didalam ruangan pribadi ketua perguruan camar es, baik ambar maupun windu segera menghormat kepada dua tetua yang duduk didepan mereka.
Purwati ketua perguruan camar es kelihatan bingung melihat pemuda yang ada didepan nya, melihat wajah nya yang mirip dengan arya pamungkas membuat purwati menduga – duga apakah ini windu keponakan yang ditunggu nya.
Sedangkan ki gundala duduk dengan senyuman manis melihat kedatangan murid nya.
“apakah kau windu keponakan ku?” tanya purwati sambil berjalan pelan ke arah windu.
“benar bi, maaf baru bisa sekarang suwon kesini” ujar windu sambil menghormat.
“ha ha ha, ayu galuh benar – benar selalu beruntung, dia memiliki putra seperti mu, hmmmm.. tetua pedang malaikat, selain menjaga ilmu kanuragan nya, kita juga harus menjaga dia dari para wanita nanti nya, ha ha ha” ujar purwati yang sangat gembira.
Windu hanya menyengir sambil garuk – garuk kepala. Setelah itu dia memberi penghormatan kepada guru nya. Sambil tersenyum lebar.
“bocah gendeng, kemana aja kau selama ini, kenapa sampai terlambat sampai kemari” tanya ki gundala.
“maaf guru, murid ditahan ibunda di jaya dipa, setelah satu purnama disana baru lah murid kesini” jawab windu.
Setelah itu windu, purwati dan kigundala, disibukkan dengancerita – cerita antar mereka.
---
Pagi itu suasana aula pertemuan aliran putih terlihat ramai, aula yang berbentuk lingkaran dengan tiap perguruan diberi tempat duduk masing – masing tiap kelompok. Didepan masing – masing kelompok di beri tempat duduk beserta meja dan aneka makanan untuk masing – masing ketua perguruan.
Selain perguruan aliran putih, ternyata ada pihak lain yang hadir, yaitu maha patih kerajaan jayang kara sukita murid dari ki walang sukmara dan seorang tokoh aliran hitam yang menjadi penasehat kerajaan jayang kara yaitu ki wulung sukmara sendiri, yang bergelar raja lelembut gunung sawu.
Ki gundala sendiri hadir dan duduk didepan bersama ketua perguruan camar es. Melihat kehadiran ki gundala, membuat ki wulung sukmara sangat khawatir, dia takut kalau seandai nya kehadiran nya tidak diterima ileh ki gundala.
“para tetua yang terhormat, terima kasih sudah sudi hadir pada pertemuan ini, terima kasih sebesar – besar nya kepada tetua ki wulung sukmara yang sudah mau hadir dan saya harap tidak ada yang merasa tidak enak atas kehadiran beliau, acara ini diadakan untuk mempererat persatuan antara aliran putih. Atas perhatian dari pihak kerajaan jayang kara kami selaku yang menyekenggarakan acara mengucapkan terima kasih” ujar ki gundala yang didaulat sebagai pembawa acara tersebut.
“sebagai mana kita ketahui, bahwa tetua pendeta bunadharma beberapa waktu lalu meninggal dunia karena sakit yang beliau derita, selama kepemimpinan beliau, beliau mampu menjaga kerukunan golongan putih, hari ini kita juga akan mencari pengganti beliau untuk melakukan tugas yang sama seperti beliau” lanjut ki gundala.
“untuk pemilihan ketua sebagai pengganti tetua bundharma ada dua pilihan yang bisa kita sepakati, pertama penunjukan langsung atau melakukan pertarungan keterampilan masing – masing tetua” terang ki gundala.
“Apakah ada yang ingin bertanya”
“bagaimana kalau tetua pedang malaikat langsung mengambil alih jabatan itu” tanya arya guna ujar ketua perguruan tombak sakti.
“maaf, saya bukan nya tidak mau, tapi saya rasa, biarlah wajah baru yang mengurus semua ini” bantah ki gundala.
“hmmm, kalau begitu pertarungan lah yang harus kita pilih, dan siapa yang ingin menantangku silahkan untuk maju” ujar ki kusumo sedikit congkak.
“hmmmm” ki gundala hanya mengelengkan kepala.
“jangan merasa paling kuat ki kusumo,”jawab tetua surya yudha ketua dari perguruan gunung surya lara.
“surya yudha, apa yang menjadi peganganmu sehingga berani bicara seperti itu?” tanya ki kusumo sinis.
“pegangan ku kepalan tangan ini ki” jawab surya yudha geram.
Perdebatan panas tersebut membuat ki gundala melirik ke arah purwati sambil menggelengkan kepala. Pada saat itu lah, terdengar suara tawa yang keras sambil diiringi pengeraha tenaga dalam tingkat tinggi. Didalam ruangan tersebut Cuma ki gundala, ku wulung sukmara, dan windu yang tidak merasakan akibat suara tersebut, karena mereka cepat menyalurkan tenaga dalam ke arah telinga. Ki gundala langsung menjentikkan jari kearah sebuah pedang tanpa sarung yang tergantung didinding, hasilnya pedang tersebut mengeluarkan suara nyaring yang mengimbangi suara tawa tersebut. Suasana di ruangan tersebut mulai tenang setelah ki gundala melakukan hal tersebut.
“ha ha ha, tak kusangka ki gundala mau hadir pada acara remeh seperti ini” ujar suara yang masih belum kelihatan ujud nya.
“he he he ki buru reksa, kenapa kau harus malu menunjukkan wajah mu, tampil lah, biar kami semua bisa melihat tampangmu yang sekarang” ujar ki gundala.
Mendengar nama ki buru reksa semua orang diruangan tersebut jadi gempar, mereka semua kelihatan bingung, dan makin terkejut setelah tiba – tiba di tengah ruangan hadir lima orang sosok yang tak lain adalah ki buru reksa, ki surya lengkara, rengganis, pendekar neraka gunung lawu, dan pengemis hitam dari kulon.
Melihat itu ki wulung reksa yang dari tadi agak gentar melihat ki gundala hadir menjadi lebih berani, dia langsung berdiri di samping lima tokoh terkuat aliran hitam tersebut. Ki buru reksa menatap tajam pada ki gundala, dendam kekalahan nya seratus warsa yang lalu masih membekas di ingatan nya. Dengan hati yang geram, ki buru reksa berkata.
“ki gundala, orang pengecut seperti mu masih juga berani menunjukkan muka di depan dunia persilatan, he?” tanya ki buru reksa.
“he he he, buru reksa, kau masih seperti dulu, kau tau sendiri apa yang mengakibatkan ku menghilang selama seratus tahun” jawab ki gundala.
Windu yang mendengar guru nya di maki, mengepalkan tangan tanda marah, dia hendak meloncat untuk menghajar ki buru reksa, tapi tiba – tiba dia berhenti setelah mendengar suara dari ki gundala di telinga nya.
“jangan bergerak dulu bocah gendeng, nanti kau akan dapat jatah menghajar salah satu dari mereka” bisik ki gundala yang memakai ilmu sukma swara.
“gundala, pengecut seperti mu tidak layak menunjukkan muka di dunia persilatan ini” sahut ki surya lengkara.
“tak kusangka, makin tua, makin tidak bisa menunjukkan rasa hormat pada orang lain, cacian yang kalian lemparkan pada guru ku, membuat telinga dan tangan ku jadi gatal melumuri mulut kalian dengan lumpur sawah”
Perkataan ini membuat orang – orang di ruangan itu selain ki gundala menjadi kaget, kekagetan mereka semakin menjadi melihat seorang pemuda belia yang tampan berusia dua puluh warsa berjalan kedepan dengan muka merah padam menghadap ke arah robongan ki buru reksa. Mereka juga kaget melihat seorang pemuda yang mengaku sebagai murid ki gundala tersebut, mereka yang disana jadi penasaran dengan kekuatan yang dimiliki oleh pemuda tersebut.