NovelToon NovelToon
Office Girl Cantik Kesayangan CEO Tampan

Office Girl Cantik Kesayangan CEO Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / CEO / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:13.4k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

Fatharani Hasya Athalia, atau biasa disapa Hasya oleh teman-temannya itu harus terjebak dengan seorang pria di sebuah lift Mall yang tiba-tiba mati.
Hasya yang terlalu panik, mencari perlindungan dan dengan beraninya dia memeluk pria tersebut.

Namun, tanpa diketahuinya, ternyata pria tersebut adalah seorang CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Hasya sendiri bekerja subagai Office Girl di perusahaan tersebut.

Pada suatu hari, Hasya tidak sengaja melihat nenek tua yang dijambret oleh pemotor saat dirinya akan pergi bekerja. Karena dari perangai dan sifatnya itu, nenek tua tersebut menyukai Hasya sampai meminta Hasya untuk selalu datang ke rumahnya saat weekend tiba.

Dari sanalah, nenek tua tersebut ingin menjodohkan cucu laki-lakinya dengan Hasya.

Akankah Hasya menerima pinangan itu? Sedangkan, cucu dari nenek tua tersebut sedang menjalin kasih bahkan sebentar lagi mereka akan bertunangan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

"Apa dia menyentuh kamu?" Bara tidak lepas menatap wajah Hasya yang masih terlihat pucat.

Setelah dari kampus Bara langsung meluncur ke rumah sakit. Dia sudah tidak sabar ingin melihat keadaan Hasya. Dadanya bergemuruh hebat saat melihat Hasya terkulai lemas di ranjang.

"I-iya," jawab Hasya. Matanya berkaca-kaca.

Bara menggertakan giginya, ia tidak ikhlas kalau benar Aris sampai menyentuh Hasya."Di mana?" matanya memerah.

"I-ini..." Hasya menunjukan kedua telapak tangannya.

Bara terbelalak, kenapa Hasya menunjukan telapak tangannya?

"Jangan bercanda, dia menyentuh kamu di mana?" Bara mengulang pertanyaannya.

"I-iya, di sini. Dia gini..." Hasya memperagakan bagaimana Aris memegangnya tadi.

"Di tempat lain? Di sini, dini, sini, atau yang lainnya?" Bara menunjuk area sensitif yang mungkin bisa saja Aris menyentuhnya.

Hasya menggeleng, "gak ada,"

"Yakin?" Bara mencari kejujuran dari mata Hasya.

Hasya kembali mengangguk, "aku pastikan gak ada,"

"Jujur?"

"Kamu gak percaya? Tapi aku gak tahu juga sih, waktu aku pingsan itu bagaimana. Soalnya dia ke kampus, aku langsung gak ingat apa-apa,"

Hmmp!

Bara mengabaikan ucapan Hasya, dia langsung menyambar bibir Hasya, mememberikan sentuhan lembut yang memabvkan. Tangan Bara menekan tengkuk Hasya untuk memperdalam civmannya, Hasya sudah mulai terbiasa dengan setiap sentuhan yang Bara berikan. sampai akhirnya mereka menyudahinya setelah napas keduanya terengah-engah seperti kehilangan oksigen di dalam tubuhnya.

"Aku tidak ingin milikku disentuh oleh siapa pun kecuali aku sendiri." Bara berbicara sambil mengecvp lembut bibir Hasya.

Hasya hanya mengangguk, "Tapi ini di rumah sakit. Kan, ada mama sama nenek..."

"Mereka lagi pulang dulu..." jawab Bara cepat.

"Tadi katanya..."

"Iya, gak usah khawatir. Mereka nanti ke sini lagi." Bara kembali membenamkan bibirnya di bibir Hasya.

"Manis banget," Bara seperri tidak ingin menyudahinya.

"Nanti bibir aku dower,"

Cup!

Bara terkekeh mendengar ucapan Hasya, hatinya menghangat. Dia seperti mempunyai mainan baru, tidak ingin jauh dari Hasya.

Beda halnya dengan dulu, saat bersama Laura. Hatinya seperti membeku mengingat Laura yang super sibuk. Dia datang hanya untuk meminta uang dan saat mereka jalan juga seringkali Laura yang meminta pulang duluan. Seperti tidak betah berada di dekatnya.

"Kenapa gak naik ke atas sejak dulu?" tanya Bara.

Hasya mengerutkan dahinya, "Maksudnya bagaimana?"

"Ya, andaikan, waktu kamu keterima kerja di sini langsung di lantai dua puluh,"

"Enak aja! Aku masih polos waktu itu..." Hasya berbicara tanpa melihat ke arah Bara.

Bara menaikan alisnya, "Lalu sekarang?"

"Masih polos juga sih, tapi sudah ada yang ternoda," Hasya mengerucutkan bibirnya mengingat apa yang baru saja terjadi.

Bara menarik hidung Hasya, ia merasa gemas dengan kejujuran Hasya, lebih ke polos menurutnya.

Bara mencondongkan tubuhnya, mendekati telinga Hasya. "Sudah gak sabar ingin semuanya aku miliki," bisiknya. Kemudian ia menelusup ke leher Hasya dan menyapukan bibirnya di sana.

Ugh!

Susah payah Hasya menahan suara itu, tapi akhirnya kelepasan juga.

"Tuan, kamu ngapain? Aneh banget rasanya," Hasya mendorong kepala Bara.

"Wajah kamu memerah, Sayang?" Bara mengecvp setiap inci wajah Hasya. "Aku ke kamar mandi dulu," Bara berlalu untuk ke kamar mandi.

"Dia ngapain di sini? Ya Ampun... Apa dia meninggalkan jejak di sini?" Hasya memegang lehernya yang sedikit basah. Ia teringat dengan drama yang sering ia tonton bersama Aurel. "Jadi begini rasanya? Hua... Gue udah ternoda." Hasya menutup mulutnya saat mendengar suara langkah kaki menghampiri bed-nya.

"Tuan, kamu mandi?" Hasya duduk dan bersender di kepala ranjang.

"Terus, bajunya bagaimana?" Bara memang hanya memakai kimono Hasya yang berwarna merah muda. Bibirnya tidak berhenti untuk tersenyum.

Bara memalingkan wajahnya saat senyuman merekah itu menyambutnya, ia mengacak rambutnya yang masih basah.

Huft!

"Gue harus bisa bertahan berapa hari, nih?" ia meninju angin. Wajahnya memerah melihat senyuman Hasya yang membuatnya mabuk kepayang.

"Ya Tuhan... Tolong saya!" jeritnya di dalam hati.

"Sayang... Jangan membuat aku kelaparan di sini?"

"Hah?" Hasya terbelalak. "Kelaparan?"

"Iya, aku ingin memakan kamu sekarang juga," ia duduk di samping Hasya.

"Emm... Itu, ya?" Hasya sudah mengerti dengan maksud Bara.

Bara mengangguk, matanya memerah. Ia mengusap rambut Hasya yang tergerai. Hasya memiliki keindahan tersendiri bagi Bara. Dia telihat sederhana tapi mewah baginya.

"Nanti di rumah," Hasya meringis.

"Benar, ya? Jangan sampai enggak."

"Aku gak janji sih, hehe," Hasya kembali meringis. "Sakit gak?"

"Aku gak tahu..."

"Memangnya belum pernah?" wajah Hasya berubah merah seperti kepiting rebus. Dia tidak menyangka bisa berani bertanya tentang hal itu.

"Permisi, Tuan. Saya membawakan baju ganti anda!" suara di balik tirai itu membuat Hasya kelabakan, ia langsung menutup wajahnya dengan selimut.

"Masuk!" titah Bara. Hubungannya dengan Arsen belum juga membaik. Di kantor juga mereka belum mau baikan. Lebih tepatnya Bara yang belum hilang rasa kesalnya.

"Eh... Kakak ipar kenapa menutup seluruh tubuhnya?" Arsen mencoba mencairkan suasana.

"Dia gak mau melihat orang yang mau membuatnya celaka."

"Siapa yang celaka?" tanya Hasya, dia membuka selimutnya sebatas dada.

"Sayang..." Bara merengek, dia tidak ingin Hasya bertatapan dengan Arsen.

"Bagaimana keadaannya kakak ipar?" tanya Arsen. Dia tidak peduli dengan Bara yang akan marah kepadanya.

"Kok, jadi kakak ipar?" tanya Hasya.

"Iya, anda memang kakak ipar saya, Nyonya Bara." jawab Arsen, ia tersenyum kepada Hasya.

"Wah... Keren banget panggilannya?" mata Hasya berbinar. Sedangkan Bara dan Arsen tercengang melihat reaksi Hasya.

"Kalau begitu, saya akan memanggilmu seperti barusan, Nyonya Bara," Bara terlihat gereget ingin menarik Arsen keluar.

"Gak! Aku kayak udah umur lima puluh tahun aja dipanggil nyonya." jawab Hasya.

Kedua kakak beradik itu kembali tercengang mendengar jawaban Hasya.

"Bar! Lo betah?"

Bugh!

"Woy! Kenapa, lo?"

"Pertanyaan lo, apa maksudnya?"

"Enggak..."

"Pulang sekarang!" titah Bara.

"Tuan, kenapa diusir?" Hasya yang mendengar percakapan mereka merasa heran.

fftth! Arsen menutup mulutnya, menahan tawa yang ingin segera meledak.

"Keluar, gak, lo?! Gue mau pakai baju." sepertinya Bara memang sudah merasa tidak nyaman dengan keberadaan Arsen diantara mereka.

"Memangnya mau ganti baju di sini, Tuan?" tanya Hasya. Bara langsung terduduk lemas, kewibawaannya hilang sudah di depan Hasya.

Fftthh!"Hahahaha!" Arsen tertawa lepas setelah keluar dari balik tirei. Dia benar-benar puas melihat Bara yang terus di ulti oleh Hasya. "Tapi gue bahagia melihat kakak gue serepot itu? Dulu, dia kelihatan hampa banget," gumamnya. "Apa dia juga udah gak cinta sama Laura? Buktinya sama Hasya langsung nempel kek prangko."

Bruk!

"Eh... Maaf!"

"Dasar anak nakal!" Belinda menarik telinga Arsen.

"Maaf, Nek. Aku gak lihat jalan." Arsen memegang daun telinganya yang terasa panas.

"Terimakasih, Nek, udah mewakili aku," tiba-tiba Bara nongol.

"Eh... Lo kaya jelangkvng aja!"

Bugh!

"Sudah, sudah... Kalian ini kayak anak kecil aja!" Belinda melerai.

"Kakak gue sensitif banget setelah menikah. Jangan-jangan belum dapat jatah, nih? Uring-uringan terus."

"Gak sopan, Arsen!" tegur Belinda.

"Hehe...maaf, Nek. Abisnya gereget sama dia, bucin abis Nek,"

"Sama istri sendiri dapat pahala," jawab Bara datar.

Arsen dan Belinda menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kemudian keduanya memandang satu sma lain.

"Nenek, sih, gak bisa dibilangin," bisik Arsen.

***

Tiga hari sudah, Hasya istirahat di rumah sakit dan hari ini dia pulang ke rumah Belinda. Belinda tidak ingin Hasya pulang ke apartemen karena keamanan di sana. Sebenarnya Hasya tidak sakit, hanya saja Belinda mengkonsultasikan Hasya kepada psikolog tentang berbagai traumanya. Belinda tidak ingin Hasya terganggu dengan trauma-trauma yang bisa saja menghambatnya untuk berkembang kedepannya. Karena Belinda sudah kembali mendaftarkan Hasya untuk masuk ke kampus, karena dia yang tahu betul tentang Hasya.

Pagi harinya

"Sayang, semangat ngampusnya, ya. Kamu pasti sukses. Nanti kita bisa berkolaborasi dengan perusahaan dan aku akan mendukung kamu sepenuhnya."

"Belum juga lulus!"

"Kan, bisa kita agendakan dari sekarang biar kamu semangat untuk meraih cita-cita kamu,"

"Terimakasih, aku masih merasa oleng dengan apa yang terjdi sama aku,"

"Gak usah dipikirkan, yang wajib kamu lakukan sekarang adalah bersyukur," Bara mengusap wajah Hasya yang menurutnya cantik alami tanpa harus memoleskan make up yang tebal. "Nanti malam gak boleh gagal lagi, ya. Aku tersiksa banget," wajah Hasya memerah. Ia mengingat malam tadi Hasya kembali tidur lebih awal.

***

"Hasya, kamu mau ngapain ke kampus?"

Bersambung

1
Pijaran Hati 89
aurel jga salah ngapain ngasih tau bnr kta bara iri dan sok baik,jlas2 udah nikah ya jgn ember mulutnya
Pijaran Hati 89
klu buat bayi bukan apron thor sleber atau apa itu,msa bayi di pakein apron hihi
Ijah Khadijah: Betul, Kak. lawaknya garing ya🤭🤭🙏
total 1 replies
Jar Waty
lanjut thor
Yurniati
tetap semangat terus
Yurniati
terus lanjut update nya thorr
Pia Nur
lanjut kak
Ijah Khadijah: Terimakaaih, Kak
total 1 replies
Yurniati
terus semangat update nya thorr
Yurniati
double update thorr
Yurniati
terus lanjut update nya thorr
Yurniati
kamu akan menyesal Haris,apa yang kamu lakukan terhadap Harsya,,,,,
tetap semangat terus thorr
Jar Waty
lanjut thor
Yurniati
terus lanjut update nya thorr
Yurniati
kasian Arsya nya udah menderita di culik lagi,siapa ya yang nyulik,,,,,,
tetap semangat terus thorr
Ijah Khadijah: Siap, Kak. Terimakasih
total 1 replies
lontongletoi
luka kaki Hasya ga di obatin dulu thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!