Mirna gadis miskin yang dibesarkan oleh kakeknya. Dia mempunyai seorang sahabat bernama Sarah.
Kehidupan Sarah yang berbanding terbalik dengan Mirna, kadang membuat Mirna merasa iri.
Puncaknya saat anak kepala desa hendak melamar Sarah. Rasa cemburunya tidak bisa disembunyikan lagi.
Sang kakek yang mengetahui, memberi saran untuk merebut hati anak kepala desa dengan menggunakan ilmu warisan keluarganya.
Bagaimana kelanjutan ceritanya? Yuk baca kisahnya, wajib sampai end.
29/01'25
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 15 Ke Rumah Amir
*
"Pak, kalian beneran jadi pergi?" Bu Ayu mengikuti langkah mereka bertiga ke luar rumah.
"Iya, Bu. Daripada si Purnomo ngamuk kayak tadi. Coba perhatikan tingkahnya, yang masih menarik narik rambutnya. Seolah olah siap menggila." Bisik Pak Tejo.
Bu Ayu hanya bisa pasrah, memandang anak semata wayangnya yang kumat kumat-an.
Mereka bertiga pergi dengan berjalan kaki, agar tidak mengundang kecurigaan warga.
Saat di jalan, Salman memperhatikan Purnomo yang sering menarik rambutnya.
"Pur! Kenapa tarik rambut terus? Kan kalau kecabut sakit." Kata Salman.
"Di kepala ku hanya ada Mirna. Kalau tidak bertemu dengannya, rasanya kepala ku mau pecah." Ucap Purnomo. Dengan menarik narik rambutnya, rasa sakit yang dia rasakan bisa sedikit berkurang.
Posisinya Salman dan Purnomo berjalan di depan, sedangkan Pak Tejo dibelakang mereka. Mendengar ucapan anaknya, Pak Tejo seketika teringat dengan perkataan juragan Bandi.
"Pengaruh pelet itu akan hilang, kalau mereka terpisah. Karena pelakunya tidak bisa memberikan ramuan lagi."
Pak Tejo menatap punggung anaknya, merasa iba.
"Keadaan Purnomo semakin parah saja. Apa ada yang aku lewatkan? Semenjak Kakek nya Mirna meninggal, dia tidak pernah keluar rumah. Hanya Salman dan ..."
"Astaghfirullah!!!" Pak Tejo menduga duga, jangan sampai Amir yang menjadi perantara untuk Purnomo dan Mirna.
Salman berbalik, dia mendengar Pak Tejo yang beristighfar. "Ada apa, Pak?" Tanyanya.
"Tidak pa apa!" Jawab Pak Tejo.
Sekitar 15 menit berjalan, mereka kini sudah berada di depan pintu rumah Amir yang tertutup rapat.
"Assalamualaikum!!" Ucap Pak Tejo dan Salman.
Di dalam rumah sendiri, Amir, Mirna, dan Mak Ijoh baru saja selesai sarapan.
Terdengar ucapan salam dari luar.
"Assalamualaikum!!"
"Siapa itu, Mir? Tadi Salman, ini siapa lagi?" Kata Mirna ketus.
"Aku lihat dulu, kamu sembunyi disana saja." Amir menunjuk sebuah gudang dekat kamar mandi.
Amir mendorong kursi roda ibunya ke depan. Melihat siapa lagi yang bertamu ke rumahnya pagi begini.
"Krieet!"
Deg
Mata Amir bertemu pandang dengan Purnomo. "P Pur nomo!" Sontak dia terkejut. Apalagi lelaki itu tidak datang sendiri, ada Salman dan Pak Tejo yang menemani.
"Ss Silahkan masuk!" Amir tak bisa menutupi kegugupannya. Dia menggeser kursi roda ibunya, agar tamunya bisa masuk.
Saat pertama kali menginjakkan kakinya di rumah Amir, Purnomo merasakan kalau Mirna ada disana. Dia bisa tenang hanya dengan mencium aroma khas Mirna.
Berbeda dengan Salman dan Pak Tejo, mereka merasa hawa di rumah itu menyesakkan. Padahal rumahnya terletak di pinggiran sawah, juga banyak pohon pohon rindang di sekitarnya.
"Tumben ini, pada mau mampir. Ada perlu apa?" Tanya Amir dengan mode Alim nya.
"Aku mau bertanya tentang Mirna, Amir?" Kata Purnomo. Purnomo tampak gelisah, tapi dia tidak lagi menjambak rambutnya.
Amir menyatukan kedua alisnya, menunggu dengan penasaran apa yang akan dikatakan lelaki itu.
"Aku mau tinggal disini dengan mu, tolong izinkan aku. Aku akan membayar mu, sebagai ganti uang sewa." Ucap Purnomo. Membuat yang mereka semua terkejut.
"Apa?" Kata pak Tejo dan Salman. Bersamaan.
"Perasaan kita gak ada bahas, untuk tinggal di rumah Amir. Kenapa tiba-tiba mau tinggal disini, Pur? Kita hanya akan meminta pertolongan Amir, untuk membantu mencari Mirna." Ujar Salman.
"Betul itu, Nak. Kalau kamu tinggal disini, bagaimana dengan istrimu?" Kata Pak Tejo.
"Aku tidak peduli, pokoknya aku mau tinggal disini." Bantah Purnomo.
Salman melihat bayangan hitam dibelakang Amir, segera dia meminta izin untuk numpang ke kamar mandi.
"Amir! Aku boleh pinjam toilet, dari tadi pengen pipis." Kata Salman sedikit berbisik. Dia malu kalau sampai terdengar Pak Tejo maupun Purnomo dan Mak Ijoh.
"Toilet? Mirna ada di gudang, bisa bisa dia ketahuan. Kalau gak diizinin pasti mereka mencurigai ku. Iya masuk saja." Kata Amir.
Dia sudah memikirkan matang-matang, untuk mengizinkan Salman ke kamar mandinya.
Salman menelusuri jalan ke kamar mandi, yang terletak di dapur. Saat masuk ke kamar mandi Salman hanya fokus dengan tujuannya. Setelahnya baru dia sadar, ada pakaian dalam wanita tergantung di kamar mandi.
Tidak mungkin itu milik Mak Ijoh, ini lebih seperti milik seorang wanita muda. "Ini apa milik Mirna?" Gumam Salman dalam hati.
Dia tidak mau berlama-lama disana, karena merasa ada orang lain di dekatnya. Salman tidak mengira kalau orang itu adalah Mirna, yang bersembunyi tepat di sebelah kamar mandi.
Singkatnya Salman sudah kembali bergabung. "Bagaimana sudah ada keputusan?" Tanya Salman.
"Aku mau tinggal disini, Man! Aku gak mau tinggal di rumah Juragan Bandi, jijik aku harus sekamar dengan Sarah." Kata Purnomo yakin.
"Kalau begitu kita pulang dulu, bicarakan semuanya baik-baik dengan istri dan mertua mu. Aku sama Bapak akan mengantar mu dan membantu mu bicara." Ucap Salman .
Pak Tejo sontak terkejut dengan keputusan yang disampaikan Salman. Tapi dia segera melihat Salman memberi isyarat untuk setuju terlebih dahulu.
Pak Tejo semakin yakin ada sesuatu yang disembunyikan Amir.
"Kita pulang dulu ke rumah Juragan Bandi, atau menunggunya datang ke rumah mu? Setelah itu kita bicarakan semuanya." Tanya Salman.
"Aku gak mau ke rumahnya. Lebih baik tunggu di rumah bapak saja." Kata Purnomo. Dia akhirnya setuju untuk pulang terlebih dahulu.
"Amir, aku bolehkan tinggal disini?" Tanya Purnomo.
"Ah, e i iya. Boleh saja, sekalian sama istri mu juga boleh." Jawabnya. Setelah melihat isyarat dari Pak Tejo.
"Terimakasih, Ya. Kamu memang teman yang pengertian, gak sama dengan orang lain yang baiknya cuma kalau ada maunya." Purnomo melirik Salman.
Salman hanya beristighfar dalam hati. Suatu saat temannya akan sembuh dan tau ketulusan nya dalam membantu.