[TAMAT] Tiba-tiba 7 orang dari keluarga Handoko meninggal dunia selang dua hari sekali. Ketuju itu semua laki-laki dan dimakamkan berjejer dimakam keluarga.
Dewi salah satu anak perempuan dikeluarga Handoko, sangat teramat penasaran dengan kejadian ini. Semua keluarganya diam seribu bahasa, seolah-olah semua ini takdir Tuhan. Disitulah awal Dewi akan mencari tahu masalah demi masalah dikeluarga ini.
Ikuti terus kisahnya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siswondo07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Pesta Pora
Rumah megah bertingkat yang besar, diatas langitnya bergemuruh kembang api berbagai bentuk indah, menyala terang menghiasi langit penuh bintang. Suara gemuruh tepuk tangan terdengar sampai luar rumah.
Saat itu tibalah mobil yang ditumpangi Jose, Dewi dan Mamanya. Mobil itu sudah berhenti dihalaman depan rumah, semua keluar dengan ekspresi yang takjub karena begitu mewah dan meriah pesta dikeluarganya ini. Lalu melangkah masuk bersama kedalam untuk ikut berpesta.
Mama ikut kumpul dengan rombongan Saudara wanita arisannya, Jose ikut gabung sirkel bujang. Sementara Dewi mencoba melihat-lihat rombongan gadis-gadis saudaranya yang cocok buat bergabung, saat melihat rombongan didepan panggung nyanyi ia melangkah menghampiri mereka dan disambut baik. Semua terlihat sibuk dengan masing-masing.
Disaat semua sibuk berpesta malam ini, Handoko memilih tidak ikut dengan alasan sakit, ia masih duduk diruang kerjanya untuk memastikan kerja Don sesuai dengan yang Handoko inginkan. Saat itu jam berputar serasa lambat. Hingga akhirnya pukul setengah duabelas malam tiba. Handoko melihat lekat layar handphonenya.
Dilain tempat, Don dan anak buahnya berada disebuah rumah yang lumayan dekat dari komplek Muara Air, lekas anak buahnya memasukan beberapa deligen isi bensin dibelakang mobil pick up. Setelah semua sudah siap Don dan anak buahnya masuk kedalam mobil, mobil melaju kencang menuju kearah tujuan.
Sepanjang perjalanan mereka berdiskusi untuk lebih hati-hati dan akan dibagi menjadi 5 titik, semua harus kompak memakai topeng penutup wajah agar tidak terlihat CCTV, plat mobil pun sudah dilepas.
Setelah mobil sudah sampai dititik awal komplek Muara Air, satu orang keluar dengan membawa dua botol deligen dan pasir, lalu berikutnya dan seterusnya. Don memilih titik tempat paling terkahir, ia keluar dari mobil dan menyuruh sopir itu segera meninggalkan komplek ini sejauh mungkin.
Setelah mobil sudah menjauh, group pesan dikirimkan Don untuk menabur pasir dan menyiram bensin disetiap sudut gang dan tembok perumahan warga, lalu korek api dihidupkan dan dilemparkan kearah bensin, sontak api mulai berkobar mejalar panjang megitari komplek Muara Air.
Don dan anak buahnya lekas berlari pergi jauh meninggalkan komplek itu.
Kobaran api nampak terlihat membesar, hingga banyak warga sadar dan terbangun dari tidur mereka, semua teriak ketakutan, langkah kaki satu persatu mulai berlari keluar dari rumah dan gang. Tangisan histeris membuat siapapun ketakutan akan terbakar hidup-hidup.
Jaya mendengar suara orang teriak kebakaran lekas terbangun dari tidurnya, lekas berlari cepat keluar kostan, terlihat dihadapannya kobaran api begitu tinggi memakan komplek ini. Jaya berteriak keras untuk meninggalkan. Komplek ke arah depan jalan Raya.
Semua berbondong-bondong berlari mengikuti Jaya. Terlihat Pak RT didepan Gapuran Jalan sedang sibuk menelpon Pemadam kebakaran, sementara warga lainnya berusaha menyiram air ke arah api walau tak ada efek apa-apa. Semua orang terlihat berusaha keras memadamkan api.
-
Don dan anak buahnya bertemu tidak jauh dari jalan raya yang mengarah ke Komplek itu, semua sudah berkumpul didekat mobil dan melihat kobaran api melahap pemukiman warga. Lekas masuk mobil dan melaju pergi entah kemana.
Saat itulah Handoko yang menunggu kabar dari Don, mendengar BIP pesan masuk dilayar ponselnya, dilihatnya pesan yang ada foto dan pesan "Sudah beres Pak." Setelah membaca pesan itu, Handoko tersenyum penuh kemenangan, saatnya untuk menjadi pahlawan kesiangan.
Dewi yang masih dipesta, terlihat sudah penutupan dan bergegas untuk pulang. Saat dimobil menuju kerumah, tak sengaja dari kejauhan Dewi melihat kobaran api dari Komplek pemukiman, Dewi membuka pintu kaca jendela, melihat lekat-lekat kobaran itu yang semakin mendekatinya. Saat itu macet melanda jalan itu jadi mobil lambat berjalan.
Jose yang duduk didekat sopir hanya bisa menebak dan menatap lekat kebakaran itu. Dalam hatinya berkata inilah ulah Ayahnya. Senyum tipis Jose karena pikirannya tidak bisa menebak kelakuan Ayahnya.
Mobil semakin mendekati didepan Gapura masuk gang Komplek Muara Air, Dewi menatap penuh kasihan, tak tega mendengar tangisan histeris dan ratapan orang kehilangan tempat tinggalnya. Matanya tiba-tiba melihat sesosok Jaya yang mencoba menenangkan semua warga agar tidak panik, Jaya juga mengendong salah satu anak kecil yang orang tuannya mengalami luka bakar ringan. Dewi melihatnya begitu terkesima karena dikondisi seperti ini masih ada orang berhati besar membantu satu sama lain.
Mama yang melihat Dewi terus menatap kearah tragedi kebakaran itu berkata! "Tutup pintunya Dewi. Jangan melihat hal-hal yang tidak bisa kita tolong." Tangan Mama lekas menutup jendela kaca mobil.
"Mama nggak lihat kasian loh Mah. Itu kita bisa menolong mereka, kita kan kaya." Ungkap Dewi dengan rasa kemanusiaannya.
"Dewi, kejadian ini bukan ranah kita. Kita tidak bisa ikut campur urusan orang lain." ucap Mama dengan nada mulai meninggi.
"Maksud Mama, ini demi kemanusiaan Ma. Besok Dewi mau donasi ke tempat itu." Ungkap Dewi yang masih kekeh dan belum paham maksud omongan Mamanya.
Mama mulai kesal, begitupun dengan Jose.
"Kau tidak usah ikut campur urusan kejadian itu Dewi. Nanti akan diurus Ayah." Sambung kata oleh Jose.
"Dengerin kata-kata Kakakmu." Sahut Mama.
Dewi merasa kalah debat, lalu diam mengalah tanpa kata apapun. Mobil yang ditumpangi akhirnya berjalan cepat tanpa ada macet lagi.
-
Bunyi sirine dari mobil pemadam kebakaran datang begitu cepat, mereka memasuki dalam jalan komplek, mereka mulai menyemprotkan air keseriap rumah yang rapat, sudah hampir terlihat tujuh puluh persen rumah hangus terbakar. Sudah tidak ada barang tersisa, semua hangus begitu saja, termasuk surat tanah para warga.
Saat itu waktu semakin subuh, Jaya dan Para Warga memutuskan untuk tidur bersama ditepi jalan komplek. Menunggu pagi dan bantuan sosial datang kemereka.
Saat Tim Sar dan pemadam kebakaran bekerja sama mencari korban, nyatanya tidak ada korban satupun yang meninggal, semua warga selamat dari kebakaran hebat.
Pagi datang, Jaya mendengar kabar itu merasa sedikit lega, namun hatinya merasa bersalah karena apa yang diusahakannya untuk menjaga komplek ini tidak berhasil, Jaya meminta maaf atas semua ini pada Pak RT dan Warga semua. Namun Pak RT menepuk pundaknya dan berkata "Bukan Salahmu Jaya, ini musibah yang harus kita terima, Allah sudah menjaga kita semua dari marabahaya."
Jaya lalu merasa lega dan dirinya bangkit kembali untuk semangat.
-
Didalam ruangan kerja Handoko, ia menghidupkan Televisi, melihat berita mengenai kebakaran dikomplek Muara Air tidak ada korban yang meninggal. Mendengar kabar itu membuat Handoko tersenyum dan Bulek Darini benar-benar manjur membantunya.
Lekas Handoko menghubungi Soni untuk ikut dengannya menuju ke Komplek Muara Air, Handoko menyiapkan beberapa berkas untuk dibawanya. Saat keluar dari rumah sudah disambut Soni dan keduanya masuk mobil.
Mobil melaju dengan kencang, didalam mobil Handoko memberikan instruksi untuk melakukan negosiasi pada RT komplek itu untuk menawarkan jual beli dengan harga yang lebih mahal karena uang Handoko tidak berseri. Soni menjawab "Baik Pak." Artinya sanggup menjadi negosiator.
Sesampainya mobil didepan gapura Komplek itu, Handoko dan Soni keluar dari mobil lalu melangkah bersama menuju ke arah kerumunan wargan untuk mencari RT setempat.
Soni didekat Handoko, mulai bertanya pada salah satu warga dikerumunan itu, meminta untuk menginformasikan bahwa ada yang ingin betemu dengan Pak RT.
Warga Pria itu lekas berjalan masuk menembus ramainya warga kearah tengah, disitulah Pak RT dan Jaya sedang membagikan sembako hasil donasi. Saat Pria itu mendekati Pak RT berkata ditelinganya.
"Pak, ada yang mencari Pak RT."
"Siapa?" Tanya kembali Pak RT.
"Handoko dan Asistenya." Jawab Pria itu.
Pak RT mendengar nama itu membuat pupil matanya melebar karena kaget. Pikirannya berkata disaat seperti ini masih sempat mereka datang. Pak RT lalu mengajak Jaya ikut dengannya untuk menemui manusia serakah itu.
Saat sudah saling bertemu dan saling berhadapan. Disitulah ketegangan mulai terasa begitu hebat.
Pak RT melihat Handoko membuat perasaannya jengkel. Sementara Jaya melihat Soni seperti kaget, ada sesuatu didalam diri Jaya yang membuatnya merasa was-was.
Lalu Handoko membuka percakapan "Saya Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas kejadian ini." Wajah Handoko mulai akting drama.
"Terimakasih Pak. Tapi Maaf untuk saat ini tidak ada pertemuan mengenai jual beli. Silakan kalian bisa pulang." Ungkap Pak RT dengan tegas.
Sementara Soni langsung beraksi sesuai dengan kemauan dan rencana Handoko. Soni teriak memanggil para warga.
Soni berkata dengan lantang dan keras "SEMUA WARGA DENGARKAN SAYA.
Kami dari Keluarga Handoko turut Prihatin atas kejadian yang kalian alami, dengan ini Selaku Pak Handoko akan membeli tanah kalian dengan harga lebih tinggi dari harga yang ditawarkan sebelumnya. Kalian bisa pindah ketempat yang lebih layak dan nyaman. Jika setuju angkat tangan." Tatap lekat mata Soni kepada Para Warga.
Semua Warga mendengar hal itu mulai resah dan tergiur, dalam otak mereka semua jika tidak setuju maka akan susah untuk membangun rumahnya kembali karena membutuhkan biaya banyak. Satu persatu warga Mulai setuju dan angkat tangan, lalu semua akhirnya setuju.
Handoko dan Soni melihat keputusan para warga mulai tersenyum menang.
Sementara Pak RT dan Jaya melihat warga mulai merasa kecewa dan patah hati. Entah apa lagi yang harus diperbuat Jaya dan Pak RT, perjuangan yang suci akan kalah dengan kuasa uang.
*