Demi untuk menghindari perjodohan dengan seorang juragan tanah oleh pamannya sendiri, Fatimah pergi meninggalkan kampung halamannya, terpaksa meninggalkan sang kakek yang telah membesarkannya dari kecil.
Fatimah beruntung karena sesampainya di kota, dia bertemu dengan nenek yang baik hati yang memintanya untuk bekerja sebagai pengasuh cucunya, Zahra.
Kepribadian dan kecantikan Fatimah rupanya mampu membuat Aditya, majikannya jatuh hati padanya.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sidang..
Aditya berjalan dengan lesu ke arah kamarnya, lagi lagi dia pulang malam lagi, bukan karena lembur, akan tetapi dia menghabiskan banyak waktunya di kantor pengacara.
Besok sidang perdana gugatan hak asuh Zahra akan digelar, walaupun Aditya yakin akan memenangkan kasus ini akan tetapi masalah ini tetap membuatnya gundah. Aditya takut kehadiran Sherly akan mengganggu kebahagiaan keluarga kecil mereka yang baru saja dibangun.
Sayup sayup Aditya mendengar suara orang mengaji dari dalam kamarnya dengan suara yang teramat syahdu. Terdapat banyak kesedihan yang teramat dalam suara itu.
Fatimah sedang mengaji dengan khusyuk, disertai linangan air mata, bahkan dia tak menyadari kedatangan Aditya, suaminya.
Sudah sering Aditya mendengarkan Fatimah mengaji, tapi kali ini teramat berbeda, Fatimah terlihat mengeluarkan semua kesedihannya dan mengadu kepada Allah SWT.
Fatimah yang masih tidak menyadari kedatangan Aditya terus saja mengaji sambil sesekali mengusap air matanya. Aditya tidak berniat mengganggu istrinya, dia terduduk di lantai tak jauh dari situ, menyandarkan dirinya ke dinding, mendengarkan setiap ayat yang dibaca Fatimah.
Semakin lama mendengar, Aditya semakin tak bisa menahan air matanya, lelehan air mata mengalir di pipinya.
Bagaimana kalau hak asuh Zahra berpindah ke tangan Sherly, apa yang akan terjadi pada Fatimah dan dirinya, begitu pikir Aditya.
Terlebih dia tak sanggup melihat Fatimah menangis seperti itu. Setiap air mata Fatimah seperti sembilu yang mengiris hatinya.
Fatimah berhenti mengaji, rupanya kini dia menyadari kehadiran Aditya yang terduduk dibelakangnya seperti sedang menangis, segera Fatimah menghampiri Aditya berjalan menggunakan lututnya dan memeluk suaminya.
Aditya membenamkan kepalanya di pelukan sang istri.
"Kalau kamu lemah, apalagi aku?"
"Kamu harus kuat, demi aku, nenek dan Zahra.." Ucap Fatimah berbisik.
Aditya menghapus air matanya, Fatimah dengan masih mengenakan mukena kemudian duduk di samping suaminya dan menyandarkan kepalanya di pundak Aditya memegang erat tangan suaminya itu.
Mereka terhening beberapa saat.
"Aku akan melakukan apapun demi mempertahankan Zahra.."
Fatimah hanya mengangguk, dia mempercayainya suaminya.
"Apa menurutmu aku egois..?" Tanya Fatimah.
"Aku menginginkan Zahra terus bersamaku, akan tetapi Sherly ibu kandungnya juga berhak bersamanya.." Lanjut Fatimah.
Aditya langsung menggeleng.
"Sherly sudah tidak ada hak lagi pada Zahra, dia sudah menelantarkan anaknya dari bayi" Jawab Aditya.
Mereka lagi lagi terdiam.
"Nenek.."
"Sepertinya cepat atau lambat nenek akan tahu, tidak dari kita tapi dari orang lain, bahkan televisi.." Lanjut Fatimah.
Aditya mengangguk.
"Kita memang harus memberitahu nenek, tidak benar menyembunyikan ini semua dari beliau.."
"Aku akan memberitahunya besok.." Jawab Aditya.
Fatimah mengangguk.
"Sudah malam kita harus tidur.." Ajak Fatimah sambil beranjak berdiri, dan diikuti oleh Aditya.
Malam itu keduanya tidak bisa benar-benar tertidur.
Pagi harinya.
Tidak seperti biasanya, setelah sarapan Aditya mengajak nenek ke kamar.
Nenek sudah tahu ada sesuatu penting yang akan disampaikan oleh Aditya kepadanya.
Setelah sampai di dalam kamar, Aditya bersimpuh di depan kaki sang nenek. Nenek semakin bertanya tanya apa yang akan disampaikan boleh cucunya tersebut.
Perlahan dan sangat hati hati, Aditya menyampaikan masalah gugatan itu kepada nenek, dan diluar dugaan nenek hanya sedikit merasa kaget.
"Nenek sudah memperkirakan ini akan terjadi nak.." Ucap nenek Kepada Aditya yang berada di depannya.
"Aditya mohon doanya dari nenek, semoga kita bisa memenangkan kasus ini nek.." Kata Aditya.
"Tentu saja nak..doa nenek menyertaimu.." Ucap nenek sembari mencium kening cucunya.
Kini Aditya merasa tenang, selain sudah memberitahu nenek, doa nenek juga menyertainya.
Walaupun sangat ingin menghadiri sidang itu, tetapi tidak mungkin bagi Fatimah datang ke pengadilan dan menemani suaminya.
Fatimah tidak bisa meninggalkan Zahra, jadi sepulang sekolah mereka kembali kerumah.
Di rumah Fatimah melihat nenek juga sedikit murung.
"Nek..Fatimah yakin Zahra akan tetap bersama kita.." Ucap Fatimah sambil tersenyum untuk menenangkan sang nenek.
Nenek ikut tersenyum.
"Nenek juga yakin Aditya tidak akan menyerah untuk mempertahankan putrinya.."
"Zahra adalah hidupnya..apapun akan dia lakukan demi Zahra.."
Sementara di pengadilan.
Agenda sidang hari ini adalah usaha mediasi yang dilakukan oleh hakim kepada kedua belah pihak, tentu saja hal ini ditolak mentah-mentah oleh Sherly yang tidak mau melakukan mediasi.
Setelah menolak mediasi maka sidang dilanjutkan oleh pembacaan surat gugatan atau permohonan hak asuh anak oleh pemohon atau penggugat, Sherly.
Tentu saja Sherly memainkan perannya dengan sangat baik, tak henti-hentinya dia menangis mencoba membuat semua orang merasa iba dan kasihan kepadanya.
Aditya yang melihatnya merasa sangat geram, dia hanya bisa mengepalkan kedua tangannya dan sesekali tertunduk untuk mencoba meredam emosinya.
Sherly mengatakan bahwa semenjak bercerai dia tak pernah diperbolehkan bertemu dengan Putrinya, padahal dia sangat ingin menemui putri satu-satunya itu, ternyata dia juga menyertakan secarik kertas riwayat panggilan telepon dari nomornya ke nomor telepon Aditya semenjak bercerai sampai saat ini, terlihat disitu bahwa Sherly sering menghubungi Aditya dan tak diangkat sekalipun oleh mantan suaminya.
Sherly berkata bahwa dia sangat merindukan putrinya dan ingin sekali bertemu dengannya, dia memohon pengadilan untuk mengabulkan gugatannya dan membiarkan dirinya mengasuh dan merawat Zahra.
Tentu saja itu hanya sandiwara, dan tentang telepon itu memang benar adanya, akan tetapi bukan untuk bertemu dengan Zahra tetapi untuk merayu Aditya kembali, agar tergoda lagi kepadanya dan dia bisa kembali menjadi istrinya Aditya.
Rasanya Aditya tidak tahan melihat sandiwara yang dimainkan oleh Sherly, dia ingin berteriak dan berkata bahwa semua itu bohong, akan tetapi Aditya mencoba bersabar karena melakukan hal itu justru akan merugikan pihaknya.
Agenda sidang akan dilanjutkan minggu depan dengan agenda jawaban atas permohonan atau gugatan yang dilakukan oleh termohon atau tergugat yakni Aditya.
Keluar dari ruang sidang, sepertinya Sherly berhasil menipu orang orang yang turut menghadiri sidang mereka, mereka memberi dukungan penuh kepada Sherly. Sherly seorang ibu yang berusaha mencari keadilan untuk bertemu dengan putri satu-satunya, begitu pikir mereka.
Sedangkan orang orang melihat Aditya dengan rasa marah dan benci, dipikiran mereka Aditya adalah seorang laki-laki yang egois yang menjauhkan seorang anak dengan ibu kandungnya sendiri.
Berita persidangan itu kini berseliweran di beberapa akun gosip di televisi.
Kebanyakan orang banyak menaruh simpati kepada Sherly.
Dirumah, Fatimah dan beberapa orang pegawai melihat berita itu di televisi, tentu saja ketika Zahra tidak ada karena tertidur.
Para pegawai mencoba menyemangati Fatimah, karena mereka mengetahui yang sesungguhnya terjadi.
Aditya langsung mengadakan rapat dengan tim pengacaranya untuk meninjau ulang hasil sidang hari ini, walaupun bukti yang dikeluarkan Sherly kuat dan valid namun mereka akan melakukan beberapa sanggahan yang akan mereka sampaikan di rapat selanjutnya.
Jujur saja, sidang hari ini sedikit membuat Aditya berkecil hati ditambah dengan reaksi masyarakat yang mendukung Sherly dan menghujatnya.
Akan tetapi Fatimah menelepon dan kembali menguatkannya, memberinya semangat dan dukungan, Fatimah juga memberikan teleponnya kepada Zahra.
"Papah..aku sayang papa.."
"Papah juga nak.." Jawab Aditya dengan lelehan air mata di pipinya.