Follow IG : base_author
Membaktikan kehidupannya untuk imamnya, peran yang dilakoni Thalia Ruth selama 4 tahun menjalani hidup berumah tangga dengan Andre Miles, suaminya. Di tinggallkan kedua orang tuanya karena kecelakaan menjadikan Thalia yang yatim piatu sepenuhnya menggantungkan hidupnya pada Andre dengan kepercayaan yang tanpa batas. Bagaimana Thalia menjalani kehidupannya setelah Andre mencampakkannya setelah memperoleh semua yang diinginkan?? bahkan ibu mertua pun mendukung semua perbuatan suaminya yang ternyata sudah direncanakan sejak lama.
Menjadi lemah karena dikhianati atau bangkit melawan suaminya... manakah yang dipilih Thalia?
Siapkan tisu dan alat tempur sebelum membaca 😎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 15
"Semoga kerjasama ini berjalan dengan baik, Tuan, " Andre menyalami Tuan Keith setelah pertemuan mereka di sebuah restoran Eropa untuk membahas kelanjutan bisnis mereka. Kabar membahagiakan untuk Andre, hasil disain jam tangan wanita yang dirancang Mona disukai Tuan Keith dan dalam waktu dekat jam tangan itu akan di produksi secara massal.
"Saya juga berharap demikian, Pak Andre," sahut Tuan Keith "sayang sekali Nona Mona tidak bisa hadir di pertemuan ini."
"Ya, dia izin cuti hari ini, Tuan. Mungkin pertemuan berikutnya, dia bisa ikut. "
Tuan Keith menepuk pelan punggung Andre seraya tersenyum. "Baiklah... Saya duluan, sampai jumpa lagi Pak Andre." Andre mengangguk samar.
Kedua pria itu berpisah, Andre pun masuk ke dalam mobil lalu mengemudikannya menuju apartemen Mona yang kebetulan lokasinya tidak jauh dari restoran. Andre singgah ke toko buah sebentar, sebelum mendatangi apartemen kekasihnya itu.
Klik, pintu unit apartemen Mona terbuka. Andre membawa kantong berisi buah melangkah masuk ke dalam, lalu meletakkan kantong tersebut di meja bar. Pria itu meneruskan kakinya ke ruangan tempat mereka kerap memadu kasih.
"Sayang, " panggil Mona yang bersandar di kepala tempat tidur. Bibir pucatnya tersenyum karena Andre menepati janji untuk mendatanginya. Mona tidak sabar untuk memberitahu perihal kehamilannya kepada Andre yang memang telah direncanakannya.
"Bagaimana kondisimu? sudah jauh lebih baik? " tanya Andre memegang kening Mona yang terasa hangat.
"Masih terasa pusing, " sahut Mona dengan manja, merebahkan kepalanya di dada bidang Andre, "dan masih mual." Lanjutnya
"Sebaiknya kita ke rumah sakit, untuk mengetahui kondisimu."
Mona mendongakkan kepalanya kemudian menggeleng, "tidak perlu, Sayang." Tolak Mona. "Gejala pusing dan mual biasa terjadi kepada Ibu hamil."
Deg...
Andre terkejut.
Sepersekian detik ia terdiam menelaah ucapan sang kekasih. "Hamil? " Andre mengulang ucapan Mona. Andre melepas pelukannya. Ia berdiri dengan rahang mengeras dan wajah memerah.
Mona merasakan jantungnya berdebar kuat, ia merasa sangat gugup. "Iya Sayang, aku sedang hamil. Anak kita. " Ulang Mona untuk meyakinkan kekasihnya. Mona mengeluarkan alat tes kehamilan dari laci meja dan menunjukkannya kepada Andre.
Andre melihat alat tes kehamilan yang terdapat dua garis merah. "Apa kamu tidak meminum pil itu?" Andre bertanya, dengan sorot mata yang tajam dan sepasang alisnya menukik.
Bibir Mona tertutup rapat, tidak menjawab pertanyaan Andre, dan diamnya Mona dianggap sebagai jawaban, "kenapa kamu tidak menuruti perintahku, hah?!"
Andre meninggikan suaranya, membuat Mona tersentak. Untuk kali pertama, ia mendengar Andre membentaknya. "Semarah itu," batin Mona. Seharusnya, Ia bisa memprediksi apa yang akan terjadi setelah Andre mengetahui tentang kehamilannya. Sebab, sejak awal hubungan mereka, Andre sudah memintanya untuk mengonsumsi pil kontrasepsi, dan tanpa protes, Mona langsung menyetujui permintaan Andre.
Mona sempat mengonsumsinya selama sebulan lebih, lalu berhenti. Karena rasa cemburunya kepada Thalia, membuat ia khawatir Andre akan meninggalkannya dan tetap bersama Thalia. Akhirnya Mona memutuskan berhenti meminum pil kontrasepsi tersebut tanpa sepengetahuan Andre.
"Aku melakukannya karena aku sangat mencintaimu, dan takut kehilangan kamu," aku Mona, kemudian air mata yang menggenang di pelupuk matanya, pun menetes.
Andre melipat bibirnya ke dalam. Ia mengatur napasnya yang tidak beraturan, berusaha untuk tenang. Melihat Mona tertunduk dan menangis, hatinya meluluh. Andre mendekati Mona lalu memeluknya. "Maafkan aku, Sayang," ujar Andre menyesal. Di dalam pelukan Andre, Mona menganggukkan kepalanya. "Seharusnya aku bahagia atas berita ini, bukan membentakmu."
"No problem," sahut Mona tersenyum lebar karena rencana yang disusunnya telah berhasil. Dengan adanya janin di dalam rahimnya, membuat Andre semakin terikat dengannya.
Andre melonggarkan pelukannya, memandang wajah pucat Mona. Sekarang, statusnya akan menjadi seorang Ayah. Andre pun mengusap perut Mona yang masih rata.
Sepasang sejoli itu saling melempar pandang, dan tersenyum. "Sayang, " Mona menyentuh tangan Andre yang sedang memegang perutnya.
"Ada apa, hmm? kenapa wajahnya berubah murung seperti itu."
"Seandainya Mama mengetahui tentang kehamilanku, apa Mama bisa menerima kehadiran anak kita? " Mona membuang wajahnya kebawah, meremas selimutnya.
Andre mengulas senyumannya, "tentu saja sayang, " Andre mengangkat dagu Mona. "Mama pasti sangat senang mengetahui jika kamu mengandung anakku."
"Really?" Mona mengerjapkan mata tidak percaya.
"Tentu saja. Sebenarnya Mama sudah lama menginginkan cucu, sayangnya... " Andre tidak melanjutkan kalimatnya.
"Sampai sekarang Thalia tidak bisa mewujudkan keinginan Mamamu," lanjut Mona tersenyum samar merasa menang dari Thalia.
Pria itu hanya mengangguk, menanggapi ucapan Mona
Andre sudah dimilikinya, dan Ia juga sudah berhasil memenangkan hati Mamanya Andre. Selangkah lagi, kehidupannya akan berubah menjadi sempurna, hanya tinggal menunggu waktu.
"Besok sore, aku sudah membuat janji dengan Dokter Obgyn. Apa kamu bisa menemaniku?"
"Jam berapa?"
"Jam lima, Sayang. Bagaimana?" tanya Mona lagi.
"Oke, setelah pulang dari kantor, aku akan menemanimu," Mona melebarkan senyumnya, kemudian keduanya mengikis jarak di antara mereka. Andre melabuhkan bibirnya di atas bibir Mona. Mona pun menyambut ciuman kekasihnya itu.
"Kamu mau buah?" tawar Andre seraya mengusap bibir Mona yang basah.
"Iya, Sayang. Aku mau buah apel dan pir."
Seraya melangkah ke dapur, Andre menggulung lengan bagian kemejanya. Ia mencuci buah apel dan pir yang dibelinya tadi, kemudian ia memotong dadu.
Mona yang berada di dalam kamar, berpindah ke ruangan televisi. Seharian ini ia habiskan waktu hanya di kamar, dan ia merasa bosan.
Andre melihat Mona di ambang pintu, pun ia menghentikan aktivitasnya.
"Stop! Berhenti disitu" Mona tertegun, kemudian Ia menghampiri kekasihnya itu. "Aku akan menggendongmu." Andre menggendong Mona, membawanya ke atas sofa panjang. Diperlakukan demikian, Mona tentu sangat senang. Menit selanjutnya, Andre kembali ke pantry untuk menyelesaikan memotong buah.
"Terimakasih, Sayang." Ucap Mona, ketika Andre duduk dengan membawa piring berisi buah. Mona melahap buahnya dari tangan Andre, sambil memandang wajah Andre. Mengagumi kekasihnya itu yang terlihat semakin menawan.
"Jadi, ceritanya kamu ingin menjadi Ayah siaga?"
"Anggap saja seperti itu. Sekarang buka mulutmu lagi." Dengan semangat Mona membuka mulutnya menerima suapan Andre. "Ada kabar baik yang ingin aku ceritakan."
"Kabar baik apa?" Mona dihinggapi rasa penasaran.
"Tuan Keith menyukai hasil disain yang kamu buat, Baby. Dan dalam waktu dekat perusahaan akan membuat jam secara besar-besaran."
"Wow, ini kabar yang membahagiakan. Bagaimana besok setelah ke rumah sakit, kita makan malam di luar untuk merayakannya?"
"Usul yang bagus." Sejoli itu melempar senyuman, nampak bahagia.
Suara bel di dengar mereka, "Siapa yang datang?" tanya Andre. "Kamu ada memesan sesuatu?"
"Tidak ada, " jawab Mona mengedikkan bahunya. Andre memberikan piring kepada Mona. Pria itu segera beranjak, membuka pintu.
Dan...
Eng Ing Eng.... Pending dulu 🦆