natasya,.
seorang sekretaris yang kehilangan bos yang sangat baik, kepemilikan perusahaan harus jatuh pada sang putra,
tanpa Tasya sangka, mendiang bos nya memberikan wasiat menjodohkan Tasya dengan putra nya Arkan,
apa mungkin mereka akan bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Uswatun hasanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
negosiasi
Arkan memperhatikan istri nya yang mengantar ibu, bang Rama dan tante Anggi keluar ruang perawatan,
ia merasakan sesuatu dalam hati nya, keluarga Tasya begitu hangat dan perhatian pada nya, perhatian seorang ibu yang belum secara langsung ia rasakan, dulu mama hanya sekedar menelpon memberi perhatian pada nya.
Tasya kembali,
Arkan berpikir keras bagaimana ia harus menjelaskan luka yang ia punya, dan sepertinya keluarga tidak mengetahui luka penyebab ia drop ini.
"mas perlu sesuatu? atau mau makan sesuatu? " tanya Tasya. Arkan menggeleng, Tasya jadi canggung apa yang harus ia lakukan di ruangan ini, tadi Arkan sudah makan siang di suapi ibu, walaupun ibu memaksa dengan alasan mungkin besok baru akan datang lagi.
Tasya duduk di sofa tak jauh dari ranjang Arkan, ia menyalahkan TV agar suasana tidak sepi dan canggung
"kamu ga bilang luka yang aku punya karna apa? “
Tasya menoleh, sudah di pastikan Arkan bicara pada nya.
"aku aja ga tau itu luka karna apa mas"
"apa dokter ga bilang? “
"ya aku tau saat dokter bilang, tapi aku ga kasih tau keluarga, karna belum izin sama kamu"
"terus kamu ga nanya luka ini karna apa? “ Arkan membatin, Tasya benar benar sangat menjaga privasi nya, Arkan pikir pernikahan ini akan merepotkan karna kebawelan istri nya,
**
jam tujuh malam dokter visit, mengecek keadaan Arkan, dan keluhan keluhan nya, Arkan meminta pulang, namun dokter bersikeras minimal dua hari Arkan harus di rawat.
"maaf tuan, dari mana luka ini anda dapat? " tanya dokter,
Tasya di sofa pura pura sibuk dengan hp nya, padahal ia mendengar, bukan bermaksud menguping, ia juga perlu tau,
"ini kecelakaan dok, saya kena peluru nyasar saat kemarin di London, saya kira luka nya tidak seberapa"
"apa sudah selesai permasalahan nya? “
"sudah" jawab Arkan singkat
"syukurlah, musibah memang kita ga pernah tau, baiklah tuan, istrahat yang cukup, akan ada suster datang jika waktu nya minum obat, ungkapkan semua keluhan anda pada suster ya tuan, saja pamit'
" baik, terimakasih dok"
setelah dua hari Arkan mendapatkan perawatan, hari ini ia di perbolehkan pulang,
malam pesta kemarin berjalan lancar, para tamu terkejut mendengar pengantin pria nya jatuh sakit, tapi syukurlah mereka memaklumi,
Tasya begitu setia mendampingi nya di rumah sakit, malah dia sering mengabaikan jam makan nya sendiri, ia begitu telaten, membantu mengelap tubuh Arkan
"Arkan mau pulang ke apartemen atau rumah mama kamu? “ tanya tante Anggi
Arkan melirik Tasya yang sedang berkemas,
mengingat apartemen, Arkan jadi ingat kalau kemarin berkata di sana akan ia tinggal dengan Nathalie, padahal itu hanya bohong,
"di rumah mama tante"
Tasya tidak merespon, bagi nya walaupun Arkan di apartemen, dia akan tinggal di rumah mama arum,
"sudah rapih mas, ayo.. " ucap Tasya
"ayo sayang, kamu pasti lelah, kamu juga harus istirahat, dua hari ini pasti kurang tidur dan ga nyaman"
"iya tante.. "
"dan juga, kalian kan belum malam pengantin... "
Tasya tersenyum, yang Arkan tidak tau arti senyuman nya itu,
para pelayan menyambut kedatangan nyonya baru mereka, namun sudah tidak asing lagi,
bi Fatma kepala pelayan, merasa sangat senang, karna tau bagaimana Tasya dlu merawat mendiang nyonya nya.
"selamat datang tuan, nona, kami senang mendengar kepulangan tuan. semoga tuan dan nona selalu Tuhan limpahan kesehatan dan kebahagiaan, selamat juga atas pernikahan nya"
"terimakasih bi, saya juga senang bisa datang ke rumah ini lagi" Tasya memeluk bi Fatma,
"kamar tuan dan nona di atas sebelah kamar ibu, sudah saya bersih dan rapihkan"
"baiklah.. " Tasya tersenyum
tante Anggi langsung pergi ke kamar mandi. mungkin ada sesuatu yang ia tahan di perjalanan.
"non mau makan dulu, atau kopi? “
"buat kopi saja bi, nanti kita makan siang saja, cappucino, dan mas Arkan kopi hitam"
"baik non"
Arkan duduk di ruang tamu, memejamkan kepala nya,
"mas, aku minta bibi bikinin kopi, mau minum di sini apa di kamar? “
"kenapa bibi, saya mau kamu yang buat"
"baiklah.. "
seperti di kantor, Tasya yang selalu membuatkan kopi untuk bos nya itu,
Kopi telah siap, Tasya mengantar nya,
"malam nanti saya tidur di apartemen" ucap Arkan
"iya mas.. saya permisi ke atas dulu, mau rapihin baju"
Arkan menggenggam pergelangan tangan Tasya,
"mas perlu sesuatu? “
" kenapa kamu ga nanya ngapain aku ke apartemen? “ rupanya Arkan tidak tahan dengan sifat cuek istri nya
"bukan kah itu milik mas? mungkin mas rindu bertemu dengan Nathalie, makanya mas mau ke apartemen"
Arkan bangkit tanpa melepaskan tangan istrinya,
“kenapa kamu ga nanya juga kenapa aku luka? “
"mas kan bilang sendiri, itu kena peluru nyasar kan? “
Arkan mencelos, ternyata istri nya tau itu,
Arkan mengikis jarak antara kedua nya, tangan nya meraba tengkuk sang istri
" tatap mata saya Tasya, di kantor saya bos kamu, di rumah saya suami kamu, saya mau kamu tau apa yang saya lakukan semua nya, bertanya lah jika ingin bertanya "
"termasuk hubungan mas degan Nathalie, apa aku harus yang atur juga pertemuan kalian setiap saat? jadwal kalian bertemu di apartemen? “
Arkan tersenyum, " aku anggap itu pernyataan cemburu"
kini Tasya yang tersenyum "saya akan lakukan apa yang mas pinta, tapi saya juga punya permintaan"
"katakan"
"jangan pernah bawa Nathalie ke kantor atau pun ke rumah ini"
"apa kamu cemburu? “
"saya hanya menghargai pernikahan kita saja tuan Arkana Prasetyo, bagaimana orang orang akan memandang anda jika tau ada Nathalie di pernikahan kita? “
Arkan begitu gemas pada istri nya saat marah begini, bibir nya bagai buah Cherry yang siap ia gigit, begitu menggemaskan,
sorot mata nya begitu menantang, pantas saja mama mempertahankan dia sebagai sekretaris nya.
"baiklah, itu tidak sulit, saya juga punya permintaan"
"apa? “
"jika saya pulang ke rumah ini, kamu harus tidur satu ranjang dengan saya"
Mata nya tidak melotot karna terkejut, tapi sorot matanya begitu tajam, "diam berarti setuju" ucap Arkan
"hanya tidur satu ranjang kan? tidak untuk melakukan apa apa"
"saya tidak bisa menjamin" Arkan tersenyum seolah ia menang..